F Wabah Mengerikan Yang Pernah Membunuh Jutaan Manusia Dimasa Lalu Lebih Parah Dari Saat Ini | Pegawai Jalanan ~ PEGAWAI JALANAN

Sabtu, 11 April 2020

Wabah Mengerikan Yang Pernah Membunuh Jutaan Manusia Dimasa Lalu Lebih Parah Dari Saat Ini | Pegawai Jalanan


Saat ini kita sedang menghadapi wabah yang tidak pernah kita duga-duga sebelumnya bahkan banyak negara yang tidak siap menghadapi wabah ini termasuk Indonesia. Wabah coronavirus deseases 19 ini kami perkirakan akan yang akan mengubah ekonomi dunia di masa yang akan datang. Dampak yang ditimbulkan dari wabah ini sangatlah mengerikan, karena menyebabkan ribuan orang meninggal setiap harinya. 
Ternyata wabah mengerikan juga pernah terjadi di dunia ini pada masa lalu, dan sudah mengakibatkan kematian yang sangat dasyat lebih parah dari wabah virus yang sedang kita hadapi saat ini. Wabah yang di maksud adalah wabah hitam atau dikenal dengan Maut hitam.
Maut Hitam, disebut juga Wabah Hitam atau Black Death, adalah suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi multiregional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Maut Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga kembali melanda Eropa pada setiap generasi dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa 1700-an. Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia (1629 – 1631), Wabah Besar London (1665 – 1666), Wabah Besar Wina (1679), Wabah Besar Marseille (1720 – 1722), serta wabah pada tahun 1771 di Moscow. Penyakit ini berhasil dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi masih berlanjut pada bagian lain dunia (Afrika Tengah dan Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika Selatan).
Maut Hitam menimbulkan akibat drastis terhadap populasi Eropa, serta mengubah struktur sosial Eropa. Wabah ini mengakibatkan perburuan dan pembunuhan terhadap kaum minoritas seperti Yahudi, pendatang, pengemis, serta penderita lepra. Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan suatu kecenderungan yang tak sehat pada masyarakat untuk hidup hanya untuk hari ini, seperti digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada The Decameron (1353).
Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama "Maut Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, di mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan oleh lalat dengan bantuan hewan seperti tikus rumah, walaupun ada juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.
Selama ribuan tahun, tidak ada penyakit epidemi. Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota, infeksi bisa menyebar dengan lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari kota ke kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi ke populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan belas, 50% anak meninggal sebelum usia lima tahun.
Terdapat beberapa teori mengenai asal dari wabah ini. Salah satu teori yang paling tua adalah bahwa maut hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Wabah ini menyebar di Asia dan merebak di Provinsi Hubei, Cina. Pada tahun 1334. Maut Hitam di Eropa pertama kali dilaporkan berada di Kota Caffa yang berada di Krimea pada tahun 1347.
Antara 1346 dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes atau wabah hitam ini.
Wabah penyakit ini muncul melalui tiga varian penularan. Paling umum merupakan Varian Pes berasal dari pembengkakan kelenjar getah bening, yang muncul di leher korban, ketiak ataupun pangkal paha. Penyakit ini tumbuh dengan berbagai ukuran, dimulai dari sebesar telur hingga sebesar apel. Meskipun beberapa orang selamat dari penderitaan, wabah penyakit ini biasanya hanya memberikan harapan hidup satu minggu pada korban. Penyebaran wabah Pes bermula dari serangga (umumnya kutu) yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat termasuk di antaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah. Setelah tikus tersebut mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya kepada manusia.
Varian kedua merupakan wabah Pneumonia yang menyerang sistem pernapasan dan disebarkan hanya dengan menghirup udara yang dihembuskan melalui korban. Mirip seperti yang sedang terjadi saat ini, yaitu wabah virus korona jenis  baru yang menginfeksi saluran pernapasan manusia. Wabah penyakit ini jauh lebih mematikan dibanding wabah Pes, harapan hidup hanya dapat diukur dalam satu atau dua hari. Varian ketiga merupakan penularan wabah Septicemia, wabah ini menyerang sistem darah. Berbeda dengan kedua wabah lainnya, varian ini dapat menyebar melalui gigitan serangga atau hewan pengerat yang telah terinfeksi, atau melalui kontak dengan manusia yang telah terinfeksi lainnya.


Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta orang pada abad ke-14.
Wabah ini membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu. Setengah populasi penduduk Paris meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu orang pada tahun 1338, menjadi sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351. 60% penduduk Hamburg dan Bremen meninggal. Sebelum tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan angka ini berkurang hampir 40.000 pada 1450. Pada tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasi Eropa telah berkurang sepertiganya. Pada kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah. Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian separah yang di kota. Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi adalah rahib dan biarawan, karena biasanya mereka yang merawat korban Maut Hitam.
Di Kawasan Asia Tenggara termasuk di antaranya Indonesia dan Malaysia, belum ditemukan bukti terutama bukti tertulis mengenai keberadan Maut Hitam dan akibatnya kepada populasi penduduk. Hal ini cukup mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama Indonesia dan Malaysia, termasuk kedalam jalur laut pada Jalur Sutra. Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Nusantara sangat berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Maut Hitam yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum dapat dibuktikan secara pasti.
Penelitian Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru dalam mempelajari wabah Maut Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan perempuan dan anak-anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Maut Hitam jarang terjadi karena sampel yang digunakan sangat jarang, hanya beberapa sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat Maut Hitam terjadi. Menurut analisis Sharon Dewitte, Maut Hitam yang terjadi pada abad ke-14 bukan wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari segala sisi termasuk usia dan fisik. 
Orang yang selamat dari Maut Hitam mengalami masa perbaikan kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup usia berkisar 70 hingga 80 tahun dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan hidup pasca Maut Hitam, dimana kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya tahan tubuh bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun tidak langsung, wabah Maut Hitam sangat kuat membentuk pola kematian berkelanjutan selama beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.
Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Maut Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti orang Yahudi, biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah. Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.
Karena para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya, masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai penyebab dan cara penyebarannya.Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.
Ada banyak serangan terhadap masyarakat Yahudi. Pada bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan Februari, penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk alasan yang sama. Hingga tahun 1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.
Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia hidup melalui wabah yang melanda kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘, kisah tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan melarikan diri ke sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat menggambarkan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu.
Masing-masing warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah mengunjungi satu sama lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak untuk menjenguk anak-anak mereka yang terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.
Banyak pria dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa sosial teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan upah tinggi tetapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.
Nasib yang sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan kemiskinan dan harapan keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir semua penderita wabah penyakit meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam hari dan siang hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama akan menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka membawa mayat (yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya di pintu. Itulah wabah mengerikan yang pernah melanda bumi kita ribuan tahun yang lalu, yang jika kita bandingkan dengan keadaan saat ini sangat mirip sekali peristiwanya. Semoga wabah mengerikan-mengerikan tersebut tidak pernah terjadi lagi dan pastinya kita sebagai manusia dapat mengambil pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa dimasa lalu. Terimakasih.

Argha Sena

http://wikipedia.org

0 komentar:

Posting Komentar