F (EP 05) KERAJAAN SYIWA-BUDDHA MAJAPAHIT DI JAWA TIMUR ~ PEGAWAI JALANAN

Rabu, 05 Januari 2022

(EP 05) KERAJAAN SYIWA-BUDDHA MAJAPAHIT DI JAWA TIMUR

 


Jika di Jawa bagian barat terdapat Kerajaan Syiwo- Buddha Padjajaran, maka di Jawa bagian tengah dan timur pada abad 15 terdapat Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit (1294-1527 M). masa sebelumnya, di Kalingga terdapat penguasa bernama Ratu Shima. Selain itu juga terdapat dinasti Syailendra penguasa Medang dengan para rajanya yaitu Sri Indrawarman (752-775 M), Wisnuwarman (775-782 M), Dharanindra (782-812 M), Samaratungga (812-833 M), Pramodhawardhani (833-856 M).

Pada masa berikutna Kerajaan Syiwo- Buddha Medang diambil oleh Sanjaya (732 M) beserta dinastinya yang bertahta di daerah Jawa bagian tengah. Di antaranya adalah Rakai Panangkaram Panunggalan, Warak, Garung, Patapan, Pikatan (838-855 M), Kayuwangi (855-885 M), Panumwangan Dyah Dewandra (885-887 M), Gurunwangi Dyah Badra (887 M), Watuhunmalang (894-898 M), Watukura Dyah Balitung (898-910 M), Daksa (910-919 M), Tulodong (919-921 M), Dyah Wawa (924-928 M), dan Mpu Sindok (928-929 M).

Pada masa berikutnya, daerah kekuasaan DinastiSanjaya Medang beralih ke Jawa bagian timur. Para Raja yang berkuasa adalah Mpu Sindok (929-947 M) hingga Teguh (985-1006 M). dilanjutkan Kerajaan Kahuripan dengan rajanya bernama Airlangga (1019-1045 M). setelah itu berdirilah Kerajaan Syiwo- Buddha di Kediri. Rajanya adalh dari Kamesworo (1116-1135 M) sampai Sri Gendra (1171-1182 M).

Kerajaan Singosari berdiri setelahnya dengan nama Raja pertama adalaj Ken Arok (1222-1227 M), Anusapati (1227-1248 M), Tohjaya (1248 M), Tanggawuni (1248-1254 M) dan Kertonegoro (1254-1292 M). setelah Kerajaan Hindu Syiwo- Buddha Singosari ini, baru kemudian berdiri Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit.

Para Raja yang berkuasa di Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit adalah Raden Wijoyo/ Diah Sanggromo Wijoyo (1293-1309 M), Joyonegoro (1309-1328 M), Tribhuwono Wijoyo Tunggadewi (1328-1350 M), Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M), Wikromo Wardhono (1390-1427 M), Ratu Suhito (1427-1447 M), Dyah Kertowijoyo (1447-1451 M), Rajasa Wardhono/ Bhre Pamotan (1451-1453 M), Girisho Wardhono/Bhre Wengker (1456-1466 M), Bhre Pandan Salas (1466-1468 M), Singho Wardhono (1468-1474 M), Bhre Kertobhumi (1474-1478 M), Njoo Lay Wa (1478-1486 M), dan Girindro Wardhono/Dyah Ronowijoyo (1486-1527 M). (Prof. Dr. Slamet Mujana, Runtuhnya  Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara)

Dari urutan Raja-Raja Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit di atas, tampak bahwa antara tahun 1294-1478 M, dari Raden Wijoyo/Dyah Sanggrama Wijoyo sampai Kertobhumi berkuasa selama 184 tahun. Sedangkan keturunan raden Wijoyo/ Dyah Sanggrama Wijoyo sampai Suhito (1447 M), semuanya adalah anak cucu yang memerintah secara turun temurun.

Sejak Suhito digantikan oleh Bhre Daha, Raja-Raja yang memerintah Majapahit tidak berasal dari satu keluarga. Akan tetapi silih berganti yang berasal dari berbagai keluarga. Terlebih lagi setelah Majapahit runtuh pada 1478 M selama lebih dari 40 tahun (1478-1527 M), terjadi perebutan kekuasaan tahta di Kerajaan Majapahit, antara dipusat Mojokerto dengan Kediri. Jarak antara Mojokerto dengan Kediri sekitar 65 km dan ditempuh dengan jalan kaki sekitar 12 jam.

Sebagaimana diketahui, Kerajaan Hindu Syiwo- Buddha Majapahit pertama kali berdiri pada tahun 1294 M. setelah selesai penyerangan Wijoyo terhadap Kerajaan Syiwo- Buddha di Daha Kediri pada tahun 1293 M. hancurnya Kerajaan Syiwo- Buddha Kediri di bawah kekuasaan Raja Jayakatwang ini, karena raden Wijoyo memanfaatkan pasukan Tartar dari Mongolia masa Kubilai Khan (1276-1294 M). (Dr. Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1)

Demikianlah sekilas dominasi kekuasaan politik di Jawa dalam bentuk Kerajaan-Kerajaan yang masih bercorak Hindu Syiwo-Buddha. Kejayaan Majapahit sebagai sebuah Kerajaan bercorak Syiwo- Buddha terjadi di masa Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan maha patih terkenalnya bernama Gadjah Mada (1313-1364 M). menurut dokumen negarakertagama pupuh XIII-XV, wilayah kekuasaan Majapahit terbentang di Jawa, Sumatera, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan nusa tenggara, Maluku dan Papua, dan sebagian Filipina. Selain itu, Majapahit juga berhubungan dengan Champa, Kamboja, siam, Birma selatan, Vietnam, dan Tiongkok dengan mengirimkan duta-dutanya. Inilah masa yang sering disebut sebagai masa kejayaan kaum  pagan Syiwo- Buddha Majapahit. .(Op. Cit., Sejarah Nasional Indonesia)

Setelah masa kejayaan Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit, mulailah kemunduran tampak di masa Prabu Wikromo Wardhono. Oleh karena akibat perselisihan dengan saudara iparnya bernama Bhre Wirobhumi yang berakibat pada permusuhan hingga terjadi perang. Perang ini menyebabkan perpecahan Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit di Jawa menjadi dua bagian, yaitu Majapahit barat di bawah kekuasaan Wikromo Wardhono dan Majapahit timur di bawah kekuasaan Bhre Wirobhumi. Pembagian Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit menjadi 2 ini berarti juga pemecahan kekuatan pasukan dan wilayah kekuasaan. (Prof. Dr. Slamet Mujana, Runtuhnya  Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara)

Perang antara Wikromo Wardhono dengan Bhre Wirobhumi ini dinamakan perang Paregreg (1401-1405 M), karena selama perang saudara  ini berlangsung, terjadi saling tarik ulur antara bangsawan keluarga Majapahit dengan selang waktu dan bentuk pertempuran yang tersendat-sendat.

Dalam pertempuran yang sengit itu, sekitar 170 orang prajurit Islam utusan kaisar Tiongkok China yang dibawa laksamana Cheng Ho yang sedang berada di blambangan ikut terbunuh karena salah paham. Prabu Wikromo Wardhono kemudian mengirim utusan untuk meminta maaf kepada kaisar cina. Kaisar Tiongkok China menyayangkan peristiwa itu, lalu meminta ganti rugi sebesar 60.000 tail emas. Akan tetapi Prabu Wikromo Wardhono hanya mampu membayar 10.000 tail emas. Sedangkan sisanya yang jauh lebih besar mencapai 50.000 tail emas dibebaskan oleh Kaisar Tiongkok Cina.

Pada akhirnya, dalam perang Paregreg ini Bhre Wirobhumi mengalami kekalahan. Ia melarikan diri dengan naik perahu di malam hari, akan tetapi diburu oleh Bhre Narapati. Setelah ditangkap, kepala Bhre Wirobhumi dipenggal oleh Bhre Narapati lalu dibawa ke Majapahit. Kepala Bhre Wirobhumi kemudian dibuatkan candi di Lung. Candi makamnya disebut Gisapura. Peristiwa dipenggalnya kepala Bhre Wirobhumi ini terjadi pada 1433 M.

Perang paregreg bukanlah satu-satunya perang saudara sepeninggal Patih Gadjah Mada. Bahkan, perang Paregreg inilah awal dari rentetan berbagai peperangan berikutnya. Putra Bhre Wirobhumi bernama Bhre Dahadari Kediri menuntut balas atas kmatian ayahnya. Pada tahun 1437 M dalam masa kekuasaan Dewi Suhito, Bhre Daha berhasil mendirikan pemerintahan saingan. Setelah mangkatnya Dewi Suhito tahun 1447 M, peperangan antar keturunan Majapahit semakin menjadi-jadi dan saling merobohkan. Bahkan pernah terjadi masa kosong kekuasaan antara 1453-1456 M (1375-1478 Saka). (Prof. Dr. Slamet Mujana, Runtuhnya  Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara)

Girisha Wardana/Bhre Wengker juga dikenal Hyang Purwowaseso memerintah hanya 10 tahun (1456-1466 M). Bhre Pandan Salas bahkan hanya 2 tahun (1466-1468 M) karena harus meloloskan diri dari keraton. Sedangkan Singho Wardhono memerintah selama 6 tahun (1468-1474 M) dan mangkat dalam Pura. Selanjutnya Bhre Kertobhumi yang dikenal sebagai ayah Sultan Fattah memerintah hanya 4 tahun (1474-1478 M). kemudian dilanjutkan Njoo Lay Wa selama 8 tahun (1478-1486 M).

Demikianlah keadaan Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit yang terus menerus terjadi pertikaian dan perang antar keluarga bangsawan demi merebut kekuasaan. Oleh karena masing-masing pihak merasa sebagai pewaris tahta Kerajaan yang sah. Diawali dengan perang paregreg, ditinjau dari segi politik dan ekonomi telah membawa Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit ke dalam jurang kehancuran. Akibatnya daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Majapahit melepaskan diri dari ikatannya. Dalam keadaan seperti itulah perkembangan dakwah Islam oleh wali songo semakin dipercepat dimasa berikutnya, untuk semakin memperluas pengaruhnya sebagai persiapan bagi berdirinya kesultanan Islam Demak.


Sumber : Buku Wali Songo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa           Karya Ustadz Rachmad Abdullah, S.Si, M.Pd

0 komentar:

Posting Komentar