F PANGLIMA PERANG TERHEBAT DALAM SEJARAH ISLAM!!! MENGALAHKAN 2 ALIANSI TENTARA TERKUAT PADA ZAMANNYA!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Jumat, 11 Februari 2022

PANGLIMA PERANG TERHEBAT DALAM SEJARAH ISLAM!!! MENGALAHKAN 2 ALIANSI TENTARA TERKUAT PADA ZAMANNYA!!!



    Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamalik/Mamluk. Seperti yang kita ketahui kekaisaran Mongol adalah salah satu kekaisaran yang memiliki pasukan-pasukan kuat yang terkenal pada masa itu. Kekaisaran Mongol mencakup Mongolia di Asia Timur, membentang hingga Eropa Timur dan sebagian Eropa Tengah ke Laut Jepang, Arktik, anak Benua India, Asia Tenggara Daratan, dataran tinggi Iran, Levant, Pegunungan Carpathia dan ke perbatasan Eropa Utara.
 Selain kekaisaran Mongol dengan pasukan kuatnya, adapula pasukan salib yang tidak kalah hebatnya kala itu. Namun tidak satupun pasukan kuat itu yang dapat menghancurkan dinasti Mamluk di Mesir.

Sultan yang paling sering kita dengar ketika berbicara dinasti Mamluk adalah Saifuddin Al-Qutuz. Saifuddin Al-Qutuz dikenal karena dapat menghancurkan pasukan Mongol yang dibantu oleh kesatria Templar. Pada tanggal 3 September 1260, Qutuz memimpin pasukannya mengalahkan pasukan Mongol dibawah pimpinan Kitbuqa dalam pertempuran yang sangat terkenal yaitu Ain Jalut. Pasukan Mongol yang tidak pernah terkalahkan sebelumnya berhasil dihancurkan dengan sangat meyakinkan dan kemudian dipukul mundur dari wilayah Syria.

Namun dibalik hebatnya kepemimpinan Qutuz, dia didukung oleh panglima kuatnya yang bernama Baybars. Baybars menjadi sultan selanjutnya menggantikan Qutuz tidak lama setelah terjadinya perang besar tersebut. Baybars inilah pemimpin perang yang tidak banyak dikenal namun dialah salah seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.

Baybars adalah seorang Kipchak yang diperkirakan lahir di Dashti Kipchak antara sungai Volga dan Ural, pantai utara Laut Hitam. Ia termasuk dalam suku Barli. Menurut Badrudin Baysari, seorang saksi mata dizamannya, Barli melarikan diri dari tentara Mongol, dan menetap di Kekaisaran Bulgaria Kedua.

Mereka menyeberangi Laut Hitam dari tempat asal mereka , menuju Bulgaria sekitar tahun 1242. Tidak lama setelah itu, bangsa Mongol menyerbu Bulgaria, termasuk wilayah tempat para pengungsi baru ini menetap. Baybars, yang menyaksikan orang tuanya dibantai, bersama Baysari masuk di antara tawanan yang dijual sebagai budak kepada Kesultanan Rum di pasar budak Siwas. Setelah itu, ia dijual ke Hama kepada ‘Alauddin dikin al-Bunduqar. Ia lalu dibawa oleh seorang Mesir berpangkat tinggi ke Kairo. Pada tahun 1247, al-Bunduqar ditangkap oleh sultan Mesir Najmuddin Ayyub, dan menyita budak-budaknya, termasuk Baybars. Hingga akhirnya Baybars sukses berkarir di dunia militer, pada masa dinasti Ayyubiyah.

Dalam karir militer, Baybars memiliki sahabat yang saling bersaing bernama Aybak. Aybak dan Baybars memiliki kelebihan masing-masing pada diri mereka. Kehebatan mereka dalam bidang militer ini menjadikan mereka pengawal Sultan al-Malik al-Salih. Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sulthan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi dari pada mereka.

Istri al-Malik al-Salih, Syajarat al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha menghasut Aybak agar membunuh Turansyah. Syajarat mengatakan jika ia membunuh Sultan, maka dia dapat menaikan derajat dirinya dengan menjadi sultan, dan ia juga dapat mempersunting dirinya, serta menikmati kekayaan sebagai sultan Mesir.

Aybak yang telah bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah ini, kemudian membunuh Turansyah yang kala itu menjadi Sultan. Syajarat kemudian mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarat al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Kemudian Aybak menagih janji, dan menikahlah Aybak dengan Syajarat.

Dari sinilah awal berdirinya dinasti Mamalik/Mamluk, Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.

Dengan meninggalnya Sultan Turansyah maka berakhirlah dinasti Ayyubiah. Aybak yang kala itu memiliki pemikiran jika Syajarat memiliki niat untuk menyingkirkan Sultan agar ia dapat menjadi pemimpin di mesir maka ada kemungkinan ia akan disingkirkan pula. Maka Aybak pun akhirnya membunuh Syajarat agar ia tidak dibunuh oleh Syajarat. Syarajat pun mati dibunuh namun tidak diketahui siapa pembunuhnya.

Aybak saat itu telah menjadi sultan dan berniat menjadikan Baybars sebagai Jenderal pasukannya. Namun Baybars yang mengetahui bahwa kini sahabatnya masuk ke dalam intrik politik, maka Baybars pun menolak dan memilih pergi ke Suriah. Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Hal ini dikarenakan di awal tahun 1260 M Mesir terancam dari serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam.

Baybars yang telah Kembali ke Mesir merasa heran karena yang berkuasa saat itu bukan lagi sahabatnya. Yang menjadi Sultan kala itu ialah Saifuddin Al-Qutuz, seorang juniornya Ketika berada di Korps Mamluk. Setelah bercerita panjang lebar kepada Sultan Qutuz, Sultan kemudian mengangkat Baybars sebagai komandan pasukan yang berada di barisan paling depan sedangkan Sultan Qutuz berada di barisan belakang.

Pada tahun 1260, seorang utusan dari Mongol tiba di Kairo. Ia menyampaikan bahwa Gerombolan Mongol yang tak terkalahkan sedang dalam perjalanan ke Mesir, dan hanya penyerahan tanpa syarat dari Sultan yang mampu mencegah kehancuran. Baybars yang saat itu telah diangkat menjadi Jendral besar dari Sultan Al-Mudzaffar Saifudin Qutuz menolak untuk menyerah. Utusan Mongol itupun akhirnya dipancung dan kepalanya dikirim kembali untuk Khan dalam sebuah kotak. Sebuah Isyarat bahwa mereka bersiap untuk perang.

Saat itu Mongol berada di bawah komando cucu Jenghis Khan, Hulagu Khan. Mereka telah menghancurkan Kekaisaran Asia Tengah, Kekaisaran China, 8 hari menjarah Baghdad, kemudian membunuh Khalifah (pemimpin Muslim) dengan menggulungnya di karpet Persia dan menginjak-injaknya dengan kuda.

Mereka meratakan Damaskus. Dan sekarang satu-satunya hal yang berdiri di antara Kekaisaran Mongol dan Yerusalem, Mekah, dan Kairo adalah pasukan Sultan Mesir Saifudin Qutuz dan Baybars. Baybars menjadi komando seluruh Tentara Mesir, bertemu dengan orang-orang Mongol di tempat yang disebut Ain Jalut – “Kolam Goliat” – di utara Yerusalem.

Qutuz dan Baybars berperang bersama di Ain Jalut melawan kekaisaran Mongol. Kedua belah pihak berkemah di tanah suci Palestina pada bulan Juli 1260 dan akhirnya berhadapan di Ain Jalut pada tanggal 3 September dengan kekuatan yang hampir sama. Taktik yang dipakai oleh panglima Baybars adalah dengan memancing keluar pasukan berkuda Mongol yang terkenal hebat sekaligus kejam kearah lembah sempit sehingga terjebak baru kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut. Akhirnya taktik ini menuai sukses besar. Pihak Mongol terpaksa mundur dalam kekacauan bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa berhasil ditawan dan akhirnya dieksekusi.

Bangsa Mongol berhasil ditumpas. Dalam perjalanan pulang ke Mesir, Baybars meminta kenaikan kekuasaan, dengan Syiria sebagai wilayah kekuasaannya permintaan ini ia ajukan langsung kepada Sultan Saifudin Qutuz, tapi Sultan menolak dan Baybars membunuhnya lalu merebut Benteng Kairo, dan memilih gelar untuk dirinya yaitu Al-Malik al-Zahir, yang berarti “Raja Penakluk.” Pendapat lainnya mengatakan bahwa Baybars mengetahui bahwa sahabatnya yaitu Aybak, sebenarnya mati karena dibunuh oleh Qutuz.

Setelah Baybars naik ke Kesultanan, otoritasnya segera dikonfirmasi tanpa perlawanan serius, kecuali dari salah satu amir Mamluk lain yang populer dan cukup kuat untuk mengklaim Damaskus, yaitu Sinjar al-Halabi. Pada tanggal 17 Januari 1261, pasukan Baybars berhasil mengusir pasukan Sinjar keluar Damaskus, dan melanjutkan serangan ke kota, di mana warganya banyak yang setia kepada Sinjar dan melawan Baybars, meskipun demikian, perlawanan mereka segera dapat dihancurkan.

Sebagai sultan, Baybars terlibat seumur hidupnya dalam perjuangan melawan Tentara Salib di kerajaan kerajaan kristen di Suriah. Salah satu sebabnya Karena orang-orang Kristen disana telah membantu Mongol. Baybars memulai ekspedisi atas Kerajaan Antokhia , yang telah menjadi wilayah bawahan Mongol dan telah berpartisipasi dalam serangan terhadap wilayah – wilayah Islam di Damaskus dan Suriah.

Pada tahun 1263, Baybars mengepung Acre, ibu kota Kerajaan Yerusalem, lalu kemudian Nazaret. Dia melancarkan pengepungan panjang untuk mengalahkan kerajaan Salib seperti pengepungan Arsuf, yang berlangsung selama 40 hari, sejak 21 Maret hingga 30 April. Setelah berhasil menerobos masuk ke kota, Baybars menawarkan jaminan keamanan kepada para Knights yang bertahan jika mereka menyerahkan benteng mereka yang tangguh. Ksatria Arsuf pun menerima tawaran Baybars, lalu Baybars meratakan kastil mereka hingga rata dengan tanah.

Selanjutnya Baybars menyerang Etlith dan Haifa, di mana dia berhasil merebut kedua kota tersebut setelah menghancurkan pusat kekuatan tentara salib di Arsuf, dan meruntuhkan bentengnya. Pada tahun yang sama, Baybars mengepung benteng Safed, yang berada dibawah kekuasaan ksatria Templar. Benteng ini pernah ditaklukkan oleh Shalahuddin pada tahun 1188, akan tetapi kembali ke Kerajaan Yerusalem pada tahun 1240.

Kemudian, pada tahun 1266, Baybars menyerbu negara Kristen Armenia Kilikia yang berada di bawah Raja Hethum I, karena telah tunduk kepada Kekaisaran Mongol. Setelah mengalahkan pasukan Hethum I dalam Pertempuran, Baybars berhasil menguasai tiga kota besar wilayah hethum, yaitu Mamistra, Adana, dan Tarsus, hingga ketika Hethum tiba dengan pasukan Mongol, negara itu sudah hancur. Untuk itu hethum harus bernegosiasi atas pengembalian putranya Leo dengan memberikan kendali atas benteng perbatasan Armenia kepada Mamluk. Pada 1269, Hethum turun tahta demi putranya, dan menjadi seorang biarawan, lalu dia meninggal setahun kemudian.

Pertempuran demi pertempuran terus terjadi antara Islam melawan persekutuan antara Pasukan salib dan mongol, namun tidak ada satupun wilayah Kerajaan Islam yang jatuh ke tangan musuh pada waktu itu. Justru dibawah kepemimpinan Sultan Baybars, wilayah negara Islam semakin meluas. Membentang dari Antokia, Tripoli, Acre, sepanjang mesir, hingga Nubia. Jika hari ini wilayah terebut meliputi negara Syiria, Palestina, Mesir, Libia, dan Sudan. Baybars adalah penguasa populer di Dunia Islam yang telah mengalahkan tentara salib dalam tiga periode perang salib, dan mengakibatkan kekalahan besar bangsa Mongol dalam Pertempuran Ain Jalut, yang oleh banyak sejarawan dianggap sangat penting secara makro-historis.  Untuk mendukung kampanye militernya, Baybars memproduksi persenjataan, kapal perang, dan kapal kargo. Dia juga bisa dibilang orang pertama yang menggunakan meriam tangan dalam perang, pada Pertempuran Ain Jalut. Baybars meninggal di Damaskus pada 1 Juli 1277. Kematiannya telah menjadi bahan spekulasi para sejarawan. Banyak sumber setuju bahwa dia meninggal karena meminum minuman beracun yang ditujukan untuk orang lain. Catatan lain menunjukkan bahwa dia mungkin meninggal karena luka saat berkampanye, atau karena sakit. Ia dimakamkan di Perpustakaan Az-Zahiriyah di Damaskus.

Itulah kisah tentang Baybars, sang Sultan dari Mesir yang berhasil mengalahkan kekaisaran Mongol yang dikenal tidak terkalahkan. Bahkan pasukan Baybars adalah satu-satunya pasukan yang dapat menang ketika berhadapan langsung dengan kekaisaran Mongol. Memang kekaisaran pernah kalah di Jepang, Vietnam, dan Jawa, namun kekalahan di jepang karena cuaca badai, di Vietnam karena penyakit dan kelaparan. sedangkan di Jawa karena medan yang tidak cocok dengan pasukan berkuda dan dikatakan karena para pasukan yang dibuat mabuk. Bahkan kekuatan pasukan salib yang telah beraliansi dengan pasukan Mongol dapat dikalahkan. Baybars Albunduqdari adalah seorang pejuang Muslim bermata biru yang menjadikan kairo sebagai pusat pemerintahannya. Dia pula berupaya melakukan Islamisasi di Kekaisaran Mongol yang menyebabkan banyak dari pembesar Mongol yang memeluk Islam. 

 

Referensi : 

                    guru gembul channel, 

                    historia.id, 

                    ilalang.net, 

                    repository.ugm.ac.id,

                    wikipedia.org

 

 

0 komentar:

Posting Komentar