F SOEHARTO PRESIDEN TERBAIK??? VERSI PEGAWAI JALANAN ~ PEGAWAI JALANAN

Senin, 07 Maret 2022

SOEHARTO PRESIDEN TERBAIK??? VERSI PEGAWAI JALANAN

 


Dari Indonesia merdeka hingga saat ini Indonesia telah memiliki tujuh orang presiden. Mulai dari Presiden Soekarno sebagai presiden pertama dengan dijuluki Bapak Proklamator. Soeharto dengan julukan 'Bapak Pembangunan', B.J Habibie dijuluki 'Bapak Teknologi', Abdurrahman Wahid/Gus Dur dijuluki 'Bapak Pluralisme', Megawati, dijuluki 'Ibu Wong Cilik' sekaligus adalah presiden wanita pertama Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono dijuluki 'Bapak Pertahanan', Dan Joko Widodo, ada yang menyebutnya dengan julukan Bapak Infrastruktur. Dari presiden yang pernah menjabat di Indonesia dengan kelebihan masing-masing. Presiden terbaik dari presiden-presiden hebat tersebut, versi Pegawai Jalanan adalah presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. Kita boleh setuju ataupun berbeda pendapat dalam keyakinan tersebut. Karena setiap orang pasti akan memiliki perbedaan pendapat dan sudut pandang. Janganlah perbedaan pendapat membuat kita berseteru, karena perbedaan dapat membuat kita Bersatu seperti berbagai macam suku yang Bersatu dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Berikut ini adalah alasan mengapa Soeharto menjadi presiden terbaik versi Pegawai Jalanan.

Sebelum naiknya Soeharto, Soekarno yang sempat berseteru dengan Malaysia memutuskan untuk keluar dari anggota PBB sejak tanggal 1 Januari 1965. Akibatnya Indonesia pada masa ini menjadi terisolasi dari dunia Internasional atau terkucil secara diplomatik. Presiden Soekarno menetapkan sebagai negara Berdikari atau Berdiri di Bawah Kaki Sendiri. Berdikari menegaskan pendirian Indonesia untuk tidak bergantung pada negara lain. Namun Berdikari terlalu berat untuk diwujudkan. akibatnya, harga bahan pangan naik dan nilai rupiah merosot.

Biaya pemerintah untuk proyek politik mercusuar seperti Games of the New Emerging Forces (Ganefo) pada 1963 dan Conference of the Emerging Forces (Conefo) pada 1965 membengkak. Besarnya defisit anggaran belanja pemerintah pada 1961-1965 meningkat. Dari 29,7 persen pada 1961 menjadi 63,4 persen pada 1965. Sejak 1961, situasi moneter yang makin parah ditandai dengan laju inflasi yang tinggi (hiperinflasi). Pendapatan per kapita Indonesia turun secara signifikan antara 1962-1963. Pada 1965, tingkat peredaran uang naik hingga 161 persen. Sementara inflasi mencapai 592 persen. Bantuan asing berhenti karena Soekarno menolak bantuan dana dari International Monetary Fund (IMF). Investasi juga merosot tajam dan indonesia kehilangan media untuk memperjuangkan kepentingannya di forum internasional.

Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968. Selain sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan.

Pada 1 Juni 1968 orde Lama Mulai dikenal istilah Orde Baru. Susunan kabinet yang diumumkan pada 10 Juni 1968 diberi nama Kabinet Pembangunan "Rencana Pembangunan Lima Tahun". Kabinet pembangunan merupakan kombinasi antara tenaga-tenaga ahli dari lingkungan universitas dan ABRI.  Tugas pokok dari kabinet ini adalah melakukan stabilitas politik, pemilihan umum, pengembalian ketertiban dan keamanan, penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara dan stabilitas ekonomi.

Pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Orde Baru Suharto bisa dibagi dalam tiga periode, setiap periode dikenali dengan kebijakan-kebijakan spesifiknya yang ditujukan untuk konteks ekonomi spesifik. Pertama, Pemulihan ekonomi (1966-1973). Kedua, Pertumbuhan ekonomi secara cepat dan intervensi Pemerintah yang semakin kuat (1974-1982). Ketiga, Pertumbuhan didorong oleh ekspor dan deregulasi (1983-1996).

Langkah pertama pemulihan ekonomi adalah reintegrasi Indonesia ke dalam ekonomi dunia dengan cara bergabung kembali dengan International Monetary Fund (IMF), Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia dalam pertengahan akhir tahun 1960an. Ini memulai aliran bantuan keuangan dan bantuan asing dari negara-negara Barat dan Jepang masuk ke Indonesia. Permusuhan dengan Malaysia (politik konfrontansi Soekarno) juga dihentikan. Langkah kedua adalah memerangi hiperinflasi. Suharto mengandalkan sekelompok teknokrat ekonomi (sebagian besar dididik di Amerika Serikat) untuk membuat sebuah rencana pemulihan ekonomi.

Rencana pemulihan ekonomi dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu stabilisasi, rehabilitasi, dan pembangunan. Ketiga tahapan tersebut diwujudkan dalam beberapa langkah, seperti penghentian hiperinflasi, penjadwalan utang luar negeri, dan membuka penanaman modal asing. Setelah investasi asing dibuka, langkah selanjutnya adalah mencari bantuan luar negeri. Namun, karena beban neraca pembayaran utang luar negeri yang diwariskan dari Orde Lama membuat Indonesia sulit mendapat kreditur. Indonesia tidak mampu membayar cicilan ataupun bunga utang luar negeri. Bank Indonesia saat itu juga terang-terangan tidak mampu membayar letters of credit serta terpaksa menunda pembayaran kredit perdagangan luar negeri. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia tidak berkualifikasi cukup untuk mendapat bantuan kredit luar negeri. Solusinya, Soeharto mengirimkan delegasi ke berbagai negara kreditor untuk membahas moratorium utang luar negeri. Negara tujuannya adalah London dan Paris Club, kelompok informal kreditur di pentas internasional.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka menyetujui adanya moratorium bagi Indonesia. Forum juga sepakat membentuk Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) tahun 1967 dengan anggota: Australia, Belgia, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, Amerika, Austria, Kanada, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Bank Dunia, IMF, Bank Pembangunan Asia, UNDP, dan OECD. Tujuan pembentukan IGGI adalah untuk memberikan pinjaman ke Indonesia. Sejak IGGI dibentuk, Indonesia mendapat pinjaman sebesar 200 juta dollar Amerika Serikat. Uang tersebut kemudian digunakan untuk memperbaiki perekonomian dan melakukan pembangunan.

Soeharto juga mulai melakukan program keluarga berencana agar membatasi jumlah penduduk  pada tahun 1969. Soeharto melakukannya dengan hati-hati karena masalah ini tidaklah mudah. Semua dilakukan untuk mengendalikan angka kelahiran dan mengurangi angka kematian pada bayi dan anak sehingga meningkatnya taraf kesejahteraan sebagai hasil kemajuan pembangunan  dan pelayanan Kesehatan. Motto yang sebelumnya “banyak anak banyak rezeki” mulai berganti dengan motto “keluarga kecil Bahagia” dengan cukup dua anak.

Dalam Pemilu 1971 ada 360 kursi yang diperebutkan sembilan parpol dan Sekber Golongan Karya. Jumlah ini ditambah 100 kursi dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau TNI. Setelah Pemilu 1971, Soeharto berpendapat tak perlu terlalu banyak partai di Indonesia. Dia berkaca pada kegagalan konstituante tahun 1955-1959, dimana seluruh parpol cuma berdebat dan ngotot sehingga tak ada keputusan yang bisa diambil. Soeharto memanggil para ketua parpol dan menjelaskan pemikirannya. Menurutnya Parpol harus menyeimbangkan antara material dan spiritual. Soeharto lalu mengatakan agar partai dikelompokkan menjadi dua partai dan ditambah satu partai dari Golongan karya. Partai Katolik, PNI dan IPKI mengerucut menjadi satu di PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Sementara parpol Islam yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti mengelompok jadi satu dengan nama Partai Persatuan Pembangunan dan tidak menggunakan kata islam dengan alasan agar tidak menonjolkan agama dalam politiknya. Sedangkan Golongan karya tetap tumbuh dengan kekuatan sendiri. Maka di DPR kemudian terbentuklah tiga fraksi. Yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia dan Golongan Karya. Dan semua partai itu dikelompokkan tanpa paksaan dari Soeharto.

Dalam diskusi tersebut sempat menjadi pertanyaan tentang peran ABRI dalam politik dan pemilu. Karena ABRI memang memiliki kursi tersendiri di dalam DPR, dalam hal ini ABRI diposisikan sebagai Polisi Militer yang bertugas mengawasi kendaraan politik yang salah jalur. Artinya ABRI tetap menjadi fraksi sendiri dalam DPR. Konsep Pemilu dengan Tiga Partai dan Fraksi ABRI ini bertahan selama lima kali Pemilu selama Orde Baru.

Pada waktu pemerintahan Soeharto sempat terjadi kerusuhan besar saat kunjungan Perdana Menteri Jepang di tahun 1974. mereka memiliki anggapan bahwa ada terlalu banyak proyek-proyek investasi asing di negara ini. Masyarakat Indonesia merasa frustasi karena orang-orang pribumi tampaknya diabaikan dari menikmati buah-buah perekonomian. Pemerintah merasa terguncang karena kerusuhan ini (yang dikenal sebagai Peristiwa Malari) dan memperkenalkan aturan-aturan yang lebih ketat mengenai investasi asing dan menggantinya dengan kebijakan-kebijakan yang memberikan perlakukan khusus yang menguntungkan penduduk pribumi.

Tidak hanya menggarap program Dari Desa ke Desa dan Klompencapir, Soeharto yang waktu itu menjadi panglima tertinggi ABRI juga mencanangkan program ABRI Masuk Desa (AMD) pada tahun 1978. Artinya saat itu ABRI harus menyatu dengan masyarakat untuk bersama-sama membangun di pedesaan dan membantu meningkatkan kesejahteraannya.

Personel ABRI diberdayakan untuk melakukan pembangunan di desa-desa, mulai dari irigasi, jembatan dan lain-lain, yang intinya untuk mendukung peningkatan sarana dan prasarana yang betul-betul menyentuh langsung kepentingan dan perbaikan kehidupan masyarakat di pedesaan. Program ini dirasakan penting untuk membuka isolasi daerah terpencil, meningkatkan roda perekonomian masyarakat di daerah yang dapat membuka akses yang lebih luas untuk pemasaran hasil bumi dan produk produk yang ada di desa. Selain sasaran fisik, ada juga sasaran non fisik yang diarahkan pada peningkatan wawasan dan semangat kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kesadaran bela negara yang mampu menggugah semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pada tahun 1984, Indonesia berhasil swasembada beras dengan angka produksi sebanyak 25,8 ton. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada 1985. Indonesia juga masih bisa menyumbang 100.000 ton untuk korban kelaparan di sejumlah negara di Eropa. Salah satu strategi yang digagas Pak Soeharto untuk memajukan sektor pertanian kala itu adalah Revolusi Hijau. Revolusi Hijau adalah cara bercocok tanam dari tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Revolusi Hijau muncul karena adanya masalah kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan.

Negara Indonesia telah mampu membuat pesawat sendiri, Pesawat N250 mulai dirancang pada tahun 1986. Pada tahun 1995 pesawat tersebut berhasil mengudara di langit Indonesia. IMF mulai berusaha menghancurkan perekonomian Indonesia, hal ini terbukti dengan keadaan Indonesia yang mengalami krisis ekonomi tahun 1990an. Krisis itu sengaja diciptakan oleh Amerika Serikat dan International Monetary Fund (IMF). Tujuannya untuk membuat Indonesia bergolak dan membuat Soeharto jatuh.



Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat. Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto. IMF memanipulasi rekam jejak krisis Indonesia melalui penulisan ulang sejarah moneter demi menutupi kesalahannyataboola mid article. Krisis ekonomi yang disusul krisis politik mengakibatkan pelarian modal ke luar Indonesia secara masif, hingga menyebabkan anjloknya nilai rupiah  Akhirnya Proyek pesawat N250 dihentikan oleh negara akibat krisis ekonomi tersebut. Penutupan proyek IPTN juga dilakukan pemerintah atas saran IMF saat itu. 

Presiden Soeharto putus asa karena kondisi ekonomi yang tenggelam seketika, mata uang dan pasar saham anjlok, belum lagi kelangkaan bahan pangan. Saat itu, Soeharto ditekan, baik oleh Presiden AS saat itu Bill Clinton (disebut-sebut tak lagi menyukai kepemimpinan Orde Baru), maupun Managing Director IMF Michel Camdessus. Ia dipaksa memilih antara menggugurkan ide CBS (Currency Board System) atau mengorbankan bantuan asing. Di tengah krisis ekonomi yang memburuk, Soeharto terpaksa menandatangani 'letter of intent' dengan IMF di kediaman Cendana, pada 15 Januari 1998. Sepintas IMF seperti membantu, tapi kenyataannya sebaliknya. Bantuan dengan sejumlah syarat itu malah sangat merugikan perekonomian Indonesia.

Mantan Perdana Menteri Australia Paul Keating berpendapat, Departemen Keuangan AS dengan sengaja menggunakan keruntuhan ekonomi sebagai sarana untuk menjatuhkan Presiden Soeharto. Mantan Menteri Luar Negeri AS Lawrence Eagleberger membenarkan diagnosis bahwa pemerintah AS memang mendukung IMF untuk sengaja menggulingkan Soeharto. Bahkan, Direktur Eksekutif IMF Michel Camdessus tak membantah pernyataan tersebut. Saat ia pensiun, dengan bangga dia berkata "Kami menciptakan kondisi krisis yang mengharuskan Presiden Soeharto untuk meninggalkan kekuasaannya." Terlepas dari isu intervensi IMF dan pemerintah AS dalam pergolakan ekonomi Indonesia, rezim yang berjalan lebih dari tiga dekade itu pun akhirnya tumbang.

Itulah alasan Soeharto menjadi presiden terbaik versi jalanan. Jika saja Amerika dan juga IMF tidak menekan Indonesia mungkin saat ini Indonesia telah menjadi negara maju yang mampu memproduksi kebutuhan untuk negara sendiri dan tidak lagi bergantung pada impor. Memang benar Soeharto juga memiliki banyak dosa karena menjabat secara otoriter. Namun Indonesia pernah sejahtera Ketika dipimpin oleh Soeharto dengan pembangunan yang merata hampir di semua daerah. Semoga kita bisa memiliki lagi presiden yang dapat menjadikan negara kita menjadi lebih baik. Janganlah kita menghujat hanya dengan melihat dari satu sisi. Karena tidaklah ada manusia yang sempurna, karena akan tetap ada sisi lain yang tidak disukai oleh orang lain, sebaik apapun kita.

   

Sumber Referensi :    cnnindonesia.com

                                   ekonomi.bisnis.com

                                   id.wikipedia.org

                                   indonesia-investments.com

                                   jakbarnews.pikiran-rakyat.com

                                  kompas.com

                                  merdeka.com

                                  news.detik.com

0 komentar:

Posting Komentar