F MISTERI KEMATIAN MARSINAH AKTIVIS BURUH!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Senin, 25 April 2022

MISTERI KEMATIAN MARSINAH AKTIVIS BURUH!!!

 


Kaum buruh adalah kaum yang paling sering ditindas oleh pemilik modal/perusahaan untuk mengeruk keuntungan. Para pemilik modal yang serakah, tidak segan-segan memberikan upah yang rendah namun memeras penuh tenaga para buruh. Para buruh yang bersuara lantang, akan didiskriminasi dari tempatnya bekerja. Walau telah keluar surat edaran untuk menaikan upah buruh oleh pemerintah, terkadang masih ada perusahaan yang tidak mengindahkan himbauan tersebut. Hal ini akan menyebabkan protes dari para buruh, mereka yang memimpin protes ini bisa kehilangan pekerjaan ataupun mungkin nyawanya. Peristiwa ini pernah terjadi kepada Marsinah, Seorang buruh perempuan yang lantang menyuarakan tuntutan pekerja atas kesejahteraan mereka. Ia harus kehilangan nyawanya, bahkan kematiannya masih menjadi misteri dan dalang pembunuhan ini masih belum diketahui.

Marsinah lahir pada 10 April 1969, ia adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru. Marsinah adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, kakaknya bernama Marsini dan adiknya bernama Wijiati. Dia lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Cita-citanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus kandas karena terbentur biaya.  Marsinah lalu menjadi seorang buruh perempuan yang bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik pembuat jam di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. ­ Di lingkungan perusahaan di mana dia bekerja, Marsinah merupakan aktivis, ia merupakan buruh wanita yang vokal dalam membela rekan-rekannya sesama buruh, yang kerap diperlakukan tidak adil oleh pihak pimpinan perusahaan. Marsinah lalu menggantikan YudoPrakoso memimpin aksi pekerja PT Catur Putra Surya untuk mendapatkan kenaikan gaji dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari.

Hal ini  berdasarkan KepMen 50/1992, diatur bahwa UMR Jawa Timur ialah Rp2.250. Pemprov Surabaya meneruskan aturan itu dalam bentuk Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur, 50/1992, isinya meminta agar para pengusaha menaikkan gaji buruh 20%. Kebanyakan pengusaha menolak aturan tersebut, termasuk PT CPS. Manajemen PT CPS hanya mau mengakomodasi kenaikan upah dalam tunjangan, bukan upah pokok. Negosiasi antara buruh dengan perusahaan mengalami kebuntuan. Karena itu, buruh PT CPS menggelar mogok kerja pada 3 Mei 1993. Ada sekitar 150 dari 200 buruh perusahaan yang melakukan mogok kerja.

Seperti diungkap dalam laporan investigasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bertajuk Kekerasan Penyidikan dalam Kasus Marsinah (1995), pengorganisasian para buruh sebenarnya sudah matang beberapa hari menjelang mogok kerja. "Tidak usah kerja. Teman-teman tidak usah masuk. Biar Pak Yudi sendiri yang bekerja," kata Marsinah, sebagaimana tercatat dalam Elegi Penegakan Hukum: Kisah Sum Kuning, Prita, Hingga Janda Pahlawan (2010). Yudi yang dimaksud adalah Direktur PT CPS, Yudi Susanto.

Mereka membawa 12 tuntutan, termasuk menuntut hak kenaikan upah 20% seperti surat edaran pemerintah. Saat aksi mogok hari pertama, Yudo Prakoso, koordinator aksi, ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil Porong. Pada Sorenya, Prakoso kembali ke pabrik karena dipaksa aparat Koramil. Mogok kerja di hari pertama itu tidak berpengaruh untuk membuat para buruh berhenti. Karena Yudo Prakoso disibukkan dengan pemanggilan oleh aparat militer, Akhirnya Marsinah yang memegang kendali memimpin protes para buruh.

Keesokan harinya, pada 4 Mei 1993, aksi mogok kerja kembali digelar. Pihak manajemen PT CPS bernegosiasi dengan 15 orang perwakilan buruh. Dalam perundingan, hadir pula petugas dari Dinas Tenaga Kerja, petugas Kecamatan Siring, serta perwakilan polisi dan Koramil. Pelibatan aparat negara dalam perundingan itu menimbulkan ketidaknyamanan. Meski begitu, semua tuntutan akhirnya dikabulkan.

Namun di hari itu juga, berdasarkan kronologi yang dirangkai Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM), Yudo Prakoso yang dianggap dalang pemogokan, mendapat surat panggilan dari Koramil Porong. Dalam surat itu, Prakoso diminta datang ke kantor Kodim Sidoarjo. Surat itu ditandatangani Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten Sugeng. Di Kodim Sidoarjo, Prakoso juga diminta untuk mencatat nama-nama buruh yang terlibat dalam perencanaan 12 tuntutan dan aksi mogok kerja. Keesokan harinya, 12 buruh mendapat surat yang sama. Mereka diminta hadir ke kantor Kodim Sidoarjo, menghadap Pasi Intel Kapten Sugeng. Tapi surat panggilan itu berasal dari kantor Kelurahan Siring yang ditandatangani sekretaris desa bernama Abdul Rozak.

Tiga belas buruh itu dikumpulkan di ruang data Kodim Sidoarjo oleh seorang Perwira Seksi Intel Kodim Kamadi. Kamadi lalu meminta Prakoso dan 12 buruh lain mengundurkan diri dari PT CPS. Alasannya karena tenaga mereka sudah tak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Kamadi dan Sugeng menyiapkan surat pengunduran diri yang menyatakan 13 buruh itu telah melakukan rapat ilegal untuk merencanakan 12 tuntutan dan aksi mogok kerja. Mereka dianggap telah menghasut buruh lainnya untuk ikut melakukan protes. Karena berada dalam tekanan, akhirnya 13 buruh itu menandatangani surat pengunduran diri. Emosi Marsinah memuncak saat mengetahui rekannya dipaksa mengundurkan diri. Dia mendatangi kodim untuk meminta salinan surat pengunduran diri dan surat kesepakatan dengan manajemen PT CPS. Sebab dalam surat kesepakatan itu, 12 tuntutan buruh diterima termasuk poin tentang pengusaha dilarang melakukan mutasi, intimidasi, dan melakukan PHK karyawan setelah aksi mogok kerja. Marsinah berupaya menuntut Kodim dengan bantuan saudaraku yang ada di Surabaya.

Pada tanggal 6 Mei 1993, sehari setelah para buruh dipanggil ke Kodim, adalah libur nasional untuk memperingati Hari Raya Waisak. Setelah libur para buruh kembali bekerja, tapi tak ada satupun yang melihat Marsinah. Beberapa rekannya mengira Marsinah pulang kampung ke Nganjuk. Barulah Pada 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk pematang sawah di Desa Jagong, Nganjuk. Jenazahnya divisum Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk pimpinan Dr. Jekti Wibowo. Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka robek tak teratur sepanjang 3 cm dalam tubuh Marsinah.

Luka itu menjalar mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium minora) sampai ke dalam rongga perut. Di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur. Selain itu, selaput dara Marsinah robek. Kandung kencing dan usus bagian bawahnya memar. Rongga perutnya mengalami pendarahan kurang lebih satu liter. Setelah dimakamkan, tubuh Marsinah diotopsi kembali. Visum kedua dilakukan tim dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Menurut hasil visum, tulang panggul bagian depan hancur. Tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping. Tulang kemaluan kanan patah. Tulang usus kanan patah sampai terpisah. Tulang selangkangan kanan patah seluruhnya. Labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang. Ada luka di bagian dalam alat kelamin sepanjang 3 sentimeter. Juga pendarahan di dalam rongga perut.

Pada Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya. Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.

Setelah 18 hari, baru  diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah. Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan polisi menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Dalam bukunya bertajuk Indonesia X-Files (2013), Idries mengungkapkan bahwa barang bukti proses peradilan berupa balok terasa janggal. Ukuran balok yang digunakan menyodok bagian vital tubuh Marsinah tak sesuai dengan besar luka pada korban yakni 3 sentimeter. Menurutnya, satu luka pada bagian kelamin Marsinah tak sesuai dengan jumlah terduga pelaku yang berjumlah tiga orang. Idries menegaskan bahwa pendarahan bukan penyebab kematian Marsinah, melainkan tembakan senjata api.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Mahkamah Agung (MA) memvonis bahwa sembilan terdakwa tak terbukti melakukan perencanaan dan membunuh Marsinah. Hal itu tercatat dalam penelitian Iyut Qurniasari dan I.G. Krisnadi yang termuat di Jurnal Publika Budaya Universitas Jember berjudul "Konspirasi Politik dalam Kematian Marsinah di Porong Sidoarjo Tahun 1993-1995". Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan. Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".

Itulah kisah kematian marsinah yang masih menjadi misteri hingga saat ini. Sebagai bentuk belasungkawa, Slamet Rahardjo mengangkat kisahnya menjadi sebuah film dengan judul "Marsinah (Cry Justice)”. Seniman Surabaya dengan koordinasi penyanyi keroncong senior Mus Mulyadi juga meluncurkan album musik dengan judul Marsinah. Bahkan Sebuah band beraliran anarko-punk yang berasal dari Jakarta bernama Marjinal, menciptakan sebuah lagu berjudul Marsinah, yang didedikasikan khusus untuk perjuangan Marsinah.

 

Sumber Referensi :     inibaru.id

kompas.com

merdeka.com

tirto.id

wartakota.tribunnews.com

0 komentar:

Posting Komentar