F AL-MANSUR KHALIFAH ISLAM YANG TERKENAL KEJAM ~ PEGAWAI JALANAN

Kamis, 09 Juni 2022

AL-MANSUR KHALIFAH ISLAM YANG TERKENAL KEJAM

 


Kekuasaan dapat membuat seseorang menjadi pemimpin yang diktator. Kediktatoran membuat seorang pemimpin tidak perduli siapa saja orang yang dianiayanya. Ketakutan akan kehillangan jabatannya membuat mereka melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankannya. Bahkan ia dapat dengan mudah menyingkirkan orang-orang yang menurutnya dapat mengganggu kekuasaannya. Salah satu pemimpin diktator yang pernah tercatat dalam sejarah  kekhalifahan islam adalah Al-Mansur.

Al-Mansur memiliki nama asli Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur merupakan Khalifah kedua Bani Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman keluarga Abbasiyah setelah migrasi dari Hejaz pada tahun 687-688M. Ia dibai’at sebagai khalifah karena penobatannya sebagai putera mahkota oleh adiknya, As-Saffah pada tahun 754, dan berkuasa sampai 775. Pada tahun 762 ia mendirikan ibu kota baru dengan istananya Madinat as-Salam, yang kemudian menjadi Baghdad.

Imam Suyuthi mendeskripsikan karakternya bahwa “Dia orang yang terpandang, kharismatik, pemberani dan punya tekad yang kuat, pengumpul harta, meninggalkan senda gurau dan permainan, sempurna akalnya, terlibat aktif dalam hal ilmu dan adab, memahami soal kejiwaan. Namun, dalam rangka menegakkan kekuasaanya, dia telah melakukan pembunuhan yang amat banyak. Dia pula yang mencambuk Imam Abu Hanifah rahimahullah ketika menolak diangkat menjadi hakim, memenjarakannya hingga wafat di penjara. Dikatakan bahwa Imam Abu Hanifah wafat karena diracun akibat telah berfatwa membolehkan memberontak melawan Abu Ja’far al-Manshur. Ucapan al-Manshur fasih, seorang orator yang mempesona dan inspiratif, dan sangat berhati-hati, dan juga terkenal kikir. Gelarnya Abu ad-Dawaniq karena menghitung harta sampai hal-hal yang paling kecil.”

Dari karakteristik yang dijelaskan oleh imam Suyuthi, Al-Mansur adalah orang yang memiliki sifat kontroversial. Pada saat itu, Ada dua jenderal yang sangat berjasa merebut kekuasaan dari Dinasti Umayyah dan pada kilauan pedang kedua jenderal inilah kekuasaan Dinasti Abbasiyah dapat tegak berdiri. Jenderal pertama bernama Abdullah bin Ali, paman sang Khalifah Abu Ja’far al-Manshur. Jasa pasukan Abdullah bin Ali adalah mengalahkan pasukan Marwan, khalifah terakhir Umayyah. Jenderal kedua bernama Abu Muslim al-Khurasani. Dialah jenderal yang memulai pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah hingga tegaknya Abbasiyah. Abu Muslim juga mengejar dan membantai keluarga Umayyah demi mengamankan kekuasaan as-Saffah, khalifah pertama Abbasiyah.

Abdullah bin Ali tidak bisa menerima kenyataan bahwa al-Manshur yang diangkat sebagai khalifah menggantikan as-Saffah. Abdullah menganggap as-Saffah pernah berjanji menjadikannya sebagai khalifah berikutnya. Abdullah kemudian memberontak kepada Khalifah al-Manshur dan mulai menerima bai’at dari pasukannya di Syiria sebagai khalifah.

Al-Manshur dengan cerdik mengirim Jenderal Abu Muslim menghadapi pemberontakan Abdullah bin Ali. Kedua jenderal ini akhirnya saling bertempur dengan sengit. Pemberontakan itu mampu dipadamkan oleh Abu Muslim. Abdullah kemudian pergi berlindung di kota lain, dan kemudian wafat dibunuh pada usia 52 tahun. Al-Manshur yang khawatir dengan popularitas Abu Muslim, mengundangnya untuk datang menghadap. Ketika sampai di Baghdad, Abu Muslim dijatuhi hukuman mati oleh Khalifah Al-Mansur pada tahun 755 M. Tidak hanya itu, jasadnya dimutilasi kemudian dibuang ke Sungai Tigris. Pembunuhan Abu Muslim yang teramat brutal mendapat kecaman dari masyarakat Khurasan. Kedua jenderal yang berjasa besar itu dihabisi dengan keji oleh al-Manshur. Imam Thabari dalam kitab Tarikh-nya menjelaskan dengan detail kisah tragis kedua jenderal ini.

Kekejamannya juga pernah terjadi kepada Muhammad dan Ibrahim. Keduanya adalah anak keturunan Ali bin Abi Thalib dari Sayyidina Hasan. Awalnya, Al-Manshur memerintahkan kepada gubernur Madinah agar mencari Muhammad dan Ibrahim untuk di bawa menghadap kepadanya. Tabari dalam "The History of al-Tabari, Abbasid Authority Affirmed", menjelaskan sebenarnya tidak ada satu hal yang terlalu serius dengan perintah ini. Tapi pasukannya mencari dengan seksama kedua orang tesebut seperti mencari seorang buronan. Melihat ini, Muhammad dan Ibrahim curiga dengan proses yang terjadi begitu janggal. Akhirnya mereka memilih bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain.

Ketika sudah lama berusaha mencari Muhammad dan Ibrahim, keduanya masih belum ditemukan. Al-Manshur panik, dan memerintahkan agar segera menemukan mereka, apapun caranya. Prajurit Al-Manshur pun mulai mencari dan memburu seluruh sanak keluarga Muhammad dan Ibrahim untuk dimintai keterangan. Di samping itu, Al-Manshur juga memerintahkan agar menahan semua sanak keluarga mereka yang lainnya. Mereka kemudian dibawa ke hadapan Al-Manshur dan diinterogasi.

Setelah berhasil membawa sanak keluarga Muhammad dan Ibrahim, pencarian terhadap mereka terus dilanjutkan secara lebih intensif. Menurut Al-Tabari, bahwa ketika itu kondisi Muhammad dan Ibrahim semakin terdesak, hal inilah yang akhirnya membuat mereka memberontak. Kisah tentang perburuan aparatur Abbasiyah terhadap dua keturunan Hasan bin Ali tersebut segera menyebar. Dalam waktu singkat, dukungan pun bermunculan terhadap mereka. Muhammad bin Abdullah pun bangkit memimpin pemberontakan. Al-Manshur langsung mengerahkan pasukannnya untuk memadamkan pemberontakan Muhammad. Dan dalam waktu singkat, pemberontakan tersebut bisa dihancurkan. Tanpa ampun, Al-Manshur memperlakukan musuh-musuhnya ini dengan cara di luar batas.

Abul A’la Al-Maududi mengisahkan, Ibrahim dan Muhammad bin Abdullah gugur dalam peperangan. Kepalanya dipenggal lalu di arak ke seluruh Kota Madinah. Kemudian mereka menggantung jasadnya dan juga jasad para pengikutnya selama tiga hari di hadapan orang yang berlalu lalang. Setelah itu, jasad-jasad tersebut mereka lemparkan ke pekuburan orang Yahudi di dekat Gunung Sila. Sedangkan para kerabat Muhammad dan Ibrahim yang sebelumnya ditahan, mereka di belenggu kemudian di paksa berjalan kaki dari Madinah hingga ke Kufah. Harta mereka dirampas, lalu dilelang.

Kekejaman Al-Mansur juga terjadi pada Imam Malik. Imam Malik pada saat itu mengeluarkan fatwa bahwa boleh keluar memberontak terhadap al-Manshur mengingat kekejaman yang dilakukannya. Gubernur Madinah kemudian menangkap dan mencambuk Imam Malik akibat fatwa itu. Tindakan Khalifah al-Manshur kepada Imam Malik terjadi juga pada imam Abu Hanifah seperti yang pernah dikatakan oleh Imam Suyuthi. Kekejaman terhadap ulama tidak berhenti pada dua nama besar Imam Mazhab ini. kekejamannya juga menimpa ulama lainnya, yaitu Sufyan ats-Tsauri yang merupakan seorang ahli fiqh dan Abbad yang merupakan seorang perawi hadits.

Namun, Sufyan dan Abbad selamat, meski sudah dimasukkan dalam penjara dan menunggu waktu eksekusi. Imam Suyuthi mengatakan bahwa “Orang-orang telah khawatir bahwa Abu Ja’far al-Manshur akan membunuh kedua ulama itu saat menunaikan haji, namun Allah tidak memberi kesempatan khalifah sampai di Mekkah dengan selamat. Dalam perjalanan dia sakit dan wafat. Allah telah mencegah kekejamannya terhadap kedua ulama itu.”  Abu Ja’far al-Manshur wafat dalam usia 61 tahun pada 7 Oktober tahun 775 Masehi dalam perjalanan menuju Mekkah dan dikuburkan secara rahasia dengan membuat 100 kuburan yang berbeda.

Itulah Sejarah kekejaman Al-Mansur sebagai pemimpin kedua bani Abbasiyah. Sejarah juga mengatakan bahwa Al-Mansur sangat mencintai ilmu. Gerakan penerjemahan kitab-kitab asing ke dalam bahasa Arab mulai dilakukan pada masanya. jika ulama pada masa Dinasti Umayyah lebih sering menyebarkan ilmu secara verbal, maka pada masa Al-Manshur ini para ulama didukung untuk menuliskan kitabnya agar penyebaran pengetahuan semakin luas. Kepeduliannya akan ilmu pengetahuan membuatnya menjadi pemimpin negara yang pertama kali meminta Imam Malik untuk menjadikan kitabnya, al-Muwattha’, sebagai panduan resmi negara. Namun, Imam Malik menolak permintaan tersebut dengan alasan Islam telah berkembang. Namun, karena sikap kediktatorannya, dia tidak segan-segan membunuh siapapun yang memberontak pada masa kepemimpinannya. Ia berusaha tetap mempertahankan kekuasaannya yang bersifat sementara.

Sumber Referensi :   geotimes.id

id.wikipedia.org

kalam.sindonews.com

0 komentar:

Posting Komentar