F ADZAN TERAKHIR KIAI IMAM SOFYAN!!! SUMUR CIGROK MAGETAN MENJADI TEMPAT PEMBANTAIAN!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Kamis, 22 September 2022

ADZAN TERAKHIR KIAI IMAM SOFYAN!!! SUMUR CIGROK MAGETAN MENJADI TEMPAT PEMBANTAIAN!!!

 


Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 tidak hanya melibatkan para pejabat pemerintah, tapi juga penduduk biasa yang memiliki rasa dendam terutama ulama-ulama dan para santri. Perkataan Karl Marx yang menyatakan bahwa agama adalah candu, dicerna mentah-mentah oleh Muso dan anggotanya. Tidak mengherankan, jika mereka tidak segan-segan membantai para kiai dan para santri. Pada dasarnya, pembantaian itu merupakan bagian dari aksi PKI untuk memberangus pengaruh agama Islam di tengah masyarakat. Para kiai, ulama dan santri dikunci di dalam masjid yang kemudian dibakar hanya karena mereka benci dengan agama Islam.

Dengan alasan kaum FDR-PKI merasa tidak suka pada orang-orang Masyumi, Semua pimpinan Masyumi dan PNI dibunuh dengan cara yang tidak manusiawi. Tubuh mereka dipisahkan dengan kepalanya dan pembunuhan keji lainnya. Orang-orang yang terbunuh dibiarkan tergeletak di sepanjang jalanan di kota Madiun. Sehingga hanya dalam beberapa hari saja darah manusia telah membanjiri kota Madiun. Banyaknya mayat membuat beberapa daerah berbau anyir darah. Tidak sedikit pula para korban pembantain yang dimasukin ke dalam sumur-sumur yang telah disiapkan.

Setelah berhasil menguasai Madiun, PKI kemudian bergerak ke pesantren Sabilul Muttaqin atau yang lebih dikenal dengan pesantren Takeran. Bersamaan dengan kudeta terhadap pemerintah, pendukung PKI mengincar tokoh-tokoh dari pesantren Takeran. Karena pesantren Takeran pada masa pimpinan kiai Imam Mursyid Muttaqien, merupakan pesantren yang paling berwibawa di kawasan Magetan. Jumlah korban pembantaian di Magetan tidak dapat diketahui secara pasti. Namun sumur-sumur tua dan lubang-lubang pembantaian yang dipakai anggota Komunis untuk menghabisi lawan, yang tersebar di berbagai tempat di Magetan, sekaligus menjadi saksi sejarah kebiadaban PKI kala itu.

Pada Ba'da shalat Jumat, pimpinan pesantren Takeran, yaitu Kiai Imam Mursyid, didatangi oleh tokoh-tokoh PKI. Diantara rombongan tersebut, ada salah satu mantan santri pondok pesantren Takeran. Saat didatangi tokoh PKI, pimpinan Takeran dibawa keluar dari mushola kecil untuk berunding mengenai Republik Soviet Indonesia versi PKI. Pada saat itu pesantren sudah dikepung ratusan orang PKI dengan berpakaian hitam serta memakai ikat kepala berwarna merah dan dilengkapi dengan senapan. Satu-persatu tokoh-tokoh pesantren Takeran ditarik oleh PKI. Diawali dengan penangkapan sepupu Kiai Imam Mursyid, yaitu Kiai Muhammad Nur dengan alasan perundingan membutuhkan kehadiran Kiai Muhammad Nur.

Selanjutnya, PKI mengatakan dua tokoh pimpinan pesantren Takeran bisa pulang setelah ustadz Muhammad Tarmuji datang menjemput mereka langsung ke Gorang Gareng, yaitu markas PKI yang terletak 6 KM sebelah barat Takeran. PKI terus menangkap tokoh-tokoh penting pesantren Takeran dan berakhir dengan penangkapan ustadz yang berasal dari Al Azhar, Mesir, yang bernama Hadi Adaba'.

Namun semua hanyalah strategi licik PKI yang tidak suka dengan tokoh-tokoh agama Islam. Tokoh yang ditangkap tidak pernah kembali dan sebagian besar sudah ditemukan menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian PKI yang tersebar di daerah Magetan. Namun anehnya, tokoh penting pesantren Takeran yaitu Kiai Imam Mursyid, tidak ditemukan mayatnya. Bahkan hingga tahun 1990 mayat beliau tidak kunjung ditemukan.

Pada Hari Sabtu pagi tanggal 18 September 1948, ulama dan kiai pesantren Burikin ikut di serbu dan diseret sejauh 500 meter dari pesantren Burikin ke desa Batokan. Kemudian mereka beralih ke sumur tua Cigrok, salah satu tempat pembantaian kebiadaban PKI. Sumur tua Cigrok terletak di desa Cigrok bagian selatan Takeran. lebih spesifiknya terletak di belakang rumah seorang orang warga yang non PKI. Cigrok hanyalah salah satu dari banyaknya tempat yang menjadi sumur pembantaian kiai dan santri di daerah Magetan.

Pada malam terjadinya kejadian menyedihkan itu, terdengar suara bentakan yang diiringi jeritan histeris. Muslim, seorang santri yang tinggal dekat sumur tua itu menyaksikan kekejaman PKI. Saat malam semakin larut, Para anggota PKI berkumpul di dekat sumur Cigrok. Suara lantang pasukan PKI membentak para tawanan. Muslim yang terbangun karena kegaduhan tersebut, mengintip dari bilik bambu rumahnya.

Berbeda dengan biasanya, pembantaian di sumur Cigrok tidak menggunakan, arit ataupun senjata api (klewang). Saat itu para anggota PKI menggunakan pentungan sebagai senjata untuk menyiksa para tawanan. Kiai Imam Sofyan berulang kali dipukul oleh anggota PKI, ia dijebloskan ke sumur dan dilempari dengan benda keras dari atas sumur. Sambil menahan rasa sakit, Kiai Imam Sofyan mengumandangkan azan dari dalam sumur Cigrok. Pada saat itulah Muslim mendengar suara Adzan yang menurutnya adalah suara Kiai Imam Sofyan dari pesantren Kebonsari. Rasa sakit begitu menyiksanya, namun nyawa seakan belum ingin berpisah dari raga. Setelah selesai mengumandangkan azan, Kiai Imam Sofyan akhirnya terjatuh di atas tumpukan mayat lain di sumur itu.

Kekejaman PKI yang seakan tak bertuhan, mereka kemudian menimbun dengan jerami, tanah dan bebatuan. Mereka dikubur hidup-hidup di sumur itu, korban di sumur Cigrok sedikitnya berjumlah 22 orang. Di tempat yang berbeda dari sumur Cigrok, kedua putra Imam Sofyan ternyata juga ikut ditangkap. Mereka adalah kiai Zubair dan Kiai Bawani, mereka juga menjadi korban pembantaian anggota PKI.

Korban selain Kiai Imam Sofyan di sumur cigrok adalah Hadi Addaba’ dan Imam Faham dari PSM  Takeran. Imam Faham adalah santri Kiai Imam Mursyid-Takeran yang ikut mengiringi gurunya ketika dibawa mobil PKI. Rupanya di tengah jalan Kiai dan santrinya itu dipisah. Imam diturunkan di tengah jalan dan akhirnya ditemukan di dalam lubang pembantaian Cigrok.

Kejadian itu juga disaksikan Ahmad Idris, tokoh Masyumi di desa Cigrok yang menyaksikan penjagalan PKI dari kejauhan. Idris mengatakan, “tawanan saat itu dengan kondisi tangan terikat dihadapkan ke arah timur sumur dan kemudian dihantamkan dengan pentungan di bagian belakang kepala yang kemudian dimasukkan ke lubang Cigrok.”

Para tawanan menjerit kesakitan sebelum akhirnya jatuh ke dalam sumur Cigrok karena dipukul dengan pentungan. Banyak dari mereka yang langsung tewas setelah dipukul menggunakan pentungan, namun adapula yang masih hidup dan berusaha keluar dari sumur itu. Dengan susah payah mereka merangkak, tangan mereka berusaha menggapai sisi sumur, tetapi apalah daya ketika tenaga telah habis. Walau mereka mengeluh kesakitan, rasa kemanusiaan anggota PKI telah hilang. Mereka melakukan perbuatan keji layaknya mereka menyiksa binatang, sebelum akhirnya mengubur para tahanan hidup-hidup.

Itulah kekejaman anggota PKI yang terjadi di Sumur Cigrok, Takeran, Jawa Timur. Di desa Cigrok kemudian dibangun Monumen untuk mengabadikan kejadian pilu yang terjadi pada kiai dan para santri. Tak hanya para kiai dan santri, camat Takeran saat itu juga menjadi korban kekejaman PKI. Para Anggota PKI membunuh siapa saja yang menentang ideologi mereka, karena mereka menganggap kelompok lain sebagai musuh tegaknya ideologi komunis. Peristiwa pembantaian oleh orang-orang PKI bahkan meninggalkan trauma bagi orang-orang yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.

Sumber referensi :   datariau.com

hidayatullah.com

suaraislam.id

0 komentar:

Posting Komentar