F TIPU MUSLIHAT PKI MEMBANTAI 62 PEMUDA ANSOR DAN BANSER NU PADA TAHUN 1965!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Rabu, 22 September 2021

TIPU MUSLIHAT PKI MEMBANTAI 62 PEMUDA ANSOR DAN BANSER NU PADA TAHUN 1965!!!

      

        Sebagian rakyat ada yang tidak tahu bahwa memang PKI melakukan kekejaman terlebih dahulu sebelum mereka mendapatkan balasan, terutama para generasi muda yang tidak mendapat pendidikan sejarah seperti generasi sebelum reformasi, bahkan sekarang ada yang berkampanye mereka adalah korban yang dihabisi pasca peristiwa 30 September 1965.  Dalam buku-buku yang terbit dan ditulis ada yang menceritakan kekejaman PKI, ada juga yang menceritakan anggota PKI atau simpatisan PKI yang menjadi korban, seperti buku "Palu Arit di Ladang Tebu : Sejarah pembantaian Massal yang Terlupakan (Jombang-Kediri 1965-1966" Karya Hermawan Sulistyo. 
        Berapa perkiraan jumlah korbannya dibahas disana dengan berbagai versi dan angka yang berbeda-beda. Karena banyaknya korban yang berjatuhan, sekarang ada kelompok yang mendesak pemerintah meminta maaf terhadap PKI. Akan tetapi buku tersebut justru menjawab penyebab banyaknya korban yang berjatuhan, penyebabnya adalah akibat konflik horizontal yang terjadi di masyarakat saat itu. Karena kekerasan tersebut merupakan konflik horizontal maka menurut Bapak Hermawan Sulistyo pemerintah tidak boleh meminta maaf kepada PKI. Konflik yang siap meletus setiap saat akibat perilaku PKI yang sudah keterlaluan, sejak tahun 1926 sampai tahun 1968 yang tercatat dalam sejarah membentang dari ujung Pulau Sumatera hingga Pulau Bali, terutama umat Islam khususnya NU dan Kesultanan-Kesultanan yang ada di Indonesia, karena memang PKI sangat anti dengan kaum feodal dalam hal ini keluarga kerajaan dan bangsawan. 
        Mengapa sampai rakyat bergerak membasmi PKI? jawabannya ada dalam buku "Banjir Darah : Kisah Nyata Aksi PKI terhadap Kiai, Santri dan Kaum Muslimin" Karya Anab Afifi & Thowaf Zuharon, dalam buku tersebut diceritakan kekejam-kekejaman PKI yang tercatat dan dikisahkan kembali. Karena kekejaman dan aksi-aksi sepihak mereka yang terjadi sejak lama, maka kaum Muslimin khususnya NU yang secara langsung bersinggungan secara fisik akhirnya marah dan meledak setelah mendengar kabar Pembunuhan Jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965. Suasana saat itu menjadi panas dan sampai pada keadaan membunuh atau dibunuh. 
       Dalam pembahasan kekejaman PKI yang sering dibahas seperti kekejaman PKI madiun tahun 1948, pembunuhan Gubernur Soerjo 1948, Pembunuhan Jenderal TNI AD 1965, Peristiwa Bandar Betsy 1965, dan masih banyak lagi yang lainnya. Peristiwa kelam satu ini mungkin sedikit terlupakan karena berbagai hal, dalam artikel kali ini akan kami kisahkan kembali agar sejarah kekejaman PKI tidak terhapus dan hilang begitu saja.
    Pada Tanggal 18 Oktober 1965 terjadi pembantaian terhadap 62 pemuda Ansor oleh anggota PKI yang mengelabui pemuda Ansor. Para anggota PKI Cluring sengaja menyaru, menyamar dan melakukan dusta keji terhadap pemuda NU. Mereka berpura-pura membuat pengajian yang penuh dendang shalawat dan berbagai tradisi NU lainnya. 
        Kepolosan dan kejujuran pemuda Ansor Desa Muncar membuat mereka tidak menaruh curiga atas undangan tersebut. Para pemuda Ansor di undang untuk menghadiri acara pengajian di rumah Matulus, Kepala Desa Cluring. Padahal Matulus adalah salah satu pimpinan PKI di Cluring.
        Para pemuda rakyat PKI dan Barisan Tani Indoensia (BTI), mengaku sebagai pengurus Ansor Desa Cluring, bahkan mereka memakai seragam Ansor. Sedangkan para Gerwani desa itu, mereka berdandan layaknya anggota Fatayat dengan memakai kerudung.  Saat itu alat komunikasi tidak seeprti sekarang yang bisa langsung kita Whatsaap untuk memvaliadasi apakah mereka benar-benar anggota Ansor atau bukan. Dengan penuh prasangka baik dan positif, puluhan anggota Banser dan Ansor Desa Muncar, malam itu berangkat ke rumah Matulus. Setelah pengajian, mereka dijamu makan dan minum yang cukup enak dan melimpah.
        Setelah menikmati makanan dan minuman yang disediakan, berselang beberapa saat kemudian, puluhan pemuda Ansor yang hadir dalam acara pengajian itu, bertumbangan satu persatu. Mereka kelojotan terguling-guling dilantai memegangi leher, dada dan perut mereka yang seperti hendak meledak.  Beberapa di antaranya ada yang langsung keluar busa dari mulutnya.
        Para pemuda Ansor dan Banser ini ternyata dibuat sekarat oleh para PKI. Ternyata santapan hidangan yang disuguhkan sengaja diberi racun yang ganas untuk membunuh para pemuda Ansor tersebut. Para pemuda Rakyat, BTI dan Gerwani bersorak sorai saat melihat para Ansor dan Banser tersebut sedang sekarat. Lagu Genjer-Genjer pun mereka nyanyikan sambil menari. 
       Para PKI menyeret puluhan tubuh pemuda Ansor dan Banser tersebut beberapa saat kemudian untuk dibawa kerumah Mangun Lehar. Mangun Lehar adalah tokoh BTI yang diagung-agungkan oleh anggota PKI Cemethuk. Dalam perjalanan menuju rumah Mangun ternyata ada ada beberapa anggota Ansor yang tidak terlalu parah terdampak racun dan berhasil melawan lalu melarikan diri.  Mereka lolos dari kelicikan PKI dan berhasil memberitahukan kepada rekan-rekannya di Desa Muncar.


        Puluhan pemuda Ansor dan Banser yang berhasil di seret kerumah Mangun Lehar kemudian dibantai dengan membabi buta menggunakan celurit dan segala senjata yang telah mereka siapkan.  Darah pun tertumpah kelantai berliter-liter dan muncrat kedinding rumah Tokoh BTI tersebut. 62 Pemuda Ansor dan Banser pun gugur, menjadi syuhada akibat kekejaman PKI pada saat itu. Setelah aksi pembantaian selesai, jenazah para pemuda Ansor dan Banser NU tersebut di timbun di dalam tiga lubang yang berbeda. Lubang-lubang tersebut telah dipersiapkan beberapa hari sebelumnya. Lubang pembantaian tersebut sengaja dibuat untuk menimbun mayat Pemuda Ansor dan Banser yang mereka bantai.
        Lubang pembantaian tersebut terletak di pinggir sungai, lubang pertama berisi sepuluh mayat, lubang kedua juga diisi sepulh mayat dan lobang yang ketiga diisi empat puluh dua mayat pemuda Ansor dan banser NU. Total keseluruhan yang menjadi korban kebiadaban PKI di desa Cluring tersebut berjumlah 62 orang pemuda Ansor dan Banser NU. Tanah yang digunakan untuk menimbun jenazah tersebut juga seadanya, lalu lubang-lubang tersebut diurug dan di tanami pohon bambu.
        Setelah peristiwa keji tersebut, beberapa jam setelahnya, pembalasanpun segera dilakukan oleh para anggota Ansor Desa Muncar, ormas Islam lainnya dan dibantu oleh pemuda Marhaen dari desa lain.  Para ormas pemuda ini ditemani oleh tim penyelidik dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Tiga lubang pembantaian tersebut dinamai Lubang Buaya sama seperti tempat penyiksaan Jenderal-Jenderal TNI Angkatan darat.
        Tokoh PKI seperti Mangun Lehar, Supardi, Sutoyo serta para anggota BTI dan Gerwani tidak lupa lurah Matulus pun ditangkap, mereka akhirnya dieksekusi mati untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.  Mengikuti nasib para pemimpin terdahulu mereka seperti Musso yang memimpin pemberontakan Madiun 1948, pada saat itu kaum Ulama, santri, pejabat pemerintah, polisi dan tentara yang pro Republik Indonesia mereka bantai dengan kejam. Akhirnya Musso dan mereka yang terlibat juga dieksekusi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. D.N. Aidit dan semua yang terlibat dalam peristiwa G30S/PKI juga sudah menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita dapatkan, mereka para PKI sudah menanam kebiadaban, kekejaman, intimidasi, dan lain sebagainya yang bersifat negatif, maka hasilnya juga mereka akan diburu dan dikejar oleh orang-orang yang pernah mereka sakiti.
        Itulah Sedikit pembahasan tentang pembantaian 62 pemuda Ansor dan banser oleh anggota PKI. Semoga kisah sejarah ini bisa menjadi pengingat dan sebagai peringatan bangsa ini di masa depan.

ARGHA SENA
Sumber : 
Palu Arit di Ladang Tebu : Sejarah pembantaian Massal yang Terlupakan (Jombang-Kediri 1965-1966" Karya Hermawan Sulistyo. 
Banjir Darah : Kisah Nyata Aksi PKI terhadap Kiai, Santri dan Kaum Muslimin" Karya Anab Afifi & Thowaf Zuharon.
https://www.gelora.co/




        

0 komentar:

Posting Komentar