Rumah adalah salah satu tempat tinggal manusia untuk berlindung dari panas dan hujan Namun, bagi umat Islam fungsi rumah tidak hanya sebatas itu saja, rumah juga menjadi tempat mencari pahala menuju surga dengan melakukan ibadah dan amalan baik.
Lantas apa yang menyebabkan malaikat tidak mau masuk ke rumah kita?
Memajang Gambar atau Lukisan di Rumah
Menyimpan lukisan atau gambar-gambar sebagai penghias rumah sudah merupakan hal yang lumrah dilakukan masyarakat. Gambar dan lukisan yang disimpan cenderung variatif, mulai dari gambar tokoh, hewan, pemandangan alam, dan aneka gambar serta lukisan lain sesuai selera pemilik atau desain interior rumah.
Dalam berbagai hadits memang dijelaskan tentang larangan menyimpan gambar atau lukisan di dalam rumah. Misalnya seperti dalam hadits berikut ini:
“Sesungguhnya Malaikat tidak masuk pada rumah yang terdapat gambar di dalamnya” (HR. Baihaqi).
Berdasarkan hadits di atas, dapat dipahami seolah-olah menyimpan gambar di dalam rumah merupakan sebuah larangan syariat yang tidak dapat ditoleransi. Namun, rupanya terdapat hadits lain yang mengindikasikan ditoleransinya menyimpan gambar di dalam rumah, seperti hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bahwa ia berkunjung pada Abu Thalhah al-Anshari untuk menjenguknya. Di sana terdapat Sahl bin Hunaif, lalu Abu Thalhah memerintahkan seseorang untuk melepaskan tikar yang ada di bawahnya, melihat hal tersebut, Sahl bertanya: “Kenapa engkau melepasnya?”
“Sebab pada tikar itu terdapat gambar, dan Rasulullah telah mengatakan tentang larangan menyimpan gambar, seperti halnya yang engkau tahu” jawab Abu Thalhah.
“Bukankah Rasulullah mengatakan: ‘Kecuali gambar yang ada di pakaian?’” sanggah Sahl
“melepaskan (tikar) lebih menenteramkan hatiku” ungkap Abu Thalhah” (HR. An-Nasa’i).
Dari dua hadits di atas, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kategori lukisan atau gambar yang dilarang oleh syara’ untuk membuat ataupun menyimpannya. Namun para ulama sepakat atas keharaman suatu gambar.
“gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul di dalamnya lima hal. Pertama, gambar berupa manusia atau hewan. Kedua, gambar dalam bentuk yang sempurna, tidak terdapat sesuatu yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh. Ketiga, gambar berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan. Keempat, terdapat bayangan dari gambar tersebut dalam pandangan mata. Kelima, gambar bukan untuk anak-anak kecil dari golongan wanita. Jika salah satu dari lima hal di atas tidak terpenuhi, maka gambar demikian merupakan gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama. Meninggalkan (menyimpan gambar demikian) merupakan perbuatan yang lebih wira’i dan merupakan langkah hati-hati dalam beragama” (Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani, Majmu’ fatawa wa ar-Rasa’il, hal. 213)
Menaruh patung atau berhala
Objek tiga dimensi ini semakin akrab di kalangan kita. Ya, saat ini patung seolah tak lagi asing ditemui. Di rumah-rumah, pinggir-pinggir jalan, ataupun sudut-sudut kota tampak jelas berdiri. Wujudnya bermacam-macam, baik dalam rupa makhluk hidup maupun benda mati. Ada yang dibuat sebagai hiasan, ataupun dipajang sebagai sesembahan atau sesuatu yang harus dihormati. Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini?
Pada dasarnya, setiap Muslim pasti mengetahui syirik itu haram. Secara ringkas, syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Dalam banyak ayat, Allah SWT dengan tegas melarang manusia dari segala bentuk kesyirikan. Rasulullah SAW juga berulang kali menyampaikan tentang bahaya perbuatan ini dalam haditsnya. Syirik merupakan bentuk kezaliman yang paling besar di muka bumi dan ia tergolong dosa besar yang dapat menghapus setiap amal kebaikan.
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu berbuat syirik, niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zumar: 65).
maka dari itu di agama kita larangan menaruh patung atau berhala adalah hal yang sangat dilarang. Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu dia berkata: Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.”(HR. Muslim no. 5545).
Oleh karena itu, kewajiban seorang Muslim—setelah bertauhid—adalah membersihkan aqidahnya dari segala bentuk kesyirikan kepada Allah. Demi menjaga kemurnian aqidah tersebut, Islam menutup segala celah yang berpotensi seseorang terjerumus dalam kesyirikan. Salah satu pintu syirik yang cukup serius mendapat perhatian Islam adalah larangan membuat patung.
Rumah yang di dalamnya ada anjing
Rumah yang di dalamnya ada anjing?
Ada keterangan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar (patung).” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Ummul Mu’minin A’isyah radhiyallahu ‘anha juga pernah menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapat janji dari malaikat Jibril bahwa dia akan datang menemuinya, namun hingga waktu yang dijanjikan tiba, Jibril tidak datang. Sambil melepaskan tongkat yang dipegangnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah tidak mungkin mengingkari janjinya, demikian pula malaikat utusan-Nya.” Dalam pada itu beliau menoleh dan ternyata terlihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur, “Kapan anjing ini masuk?” tanya beliau. A’isyah menyahut “Entahlah.” Setelah anjing itu dikeluarkan, masuklah malaikat Jibril, “Kau berjanji akan datang dan aku sudah lama duduk menunggu.” Tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jibril. Jibril menjawab “Karena tadi di rumahmu ada anjing. Sementara kami tidak memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung).” (HR. Muslim)
Imam Nawawi bahkan dengan tegas menyatakan bahwa malaikat yang tidak mau memasuki rumah-rumah itu adalah malaikat rahmat yang biasa memintakan ampunan bukan malaikat Hafadzah atau penjaga yang mencatat amal manusia. Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Imam Al Munawi, ia berkata “Yang dimaksud dengan malaikat pada hadits tersebut adalah malaikat rahmat dan keberkahan atau malaikat yang bertugas berkeliling mengunjungi hamba-hamba Allah yang sedang berzikir, bukan malaikat pencatat amal manusia karena malaikat itu tidak akan pernah meninggalkan manusia sekejap pun sebagaimana bukan juga malaikat maut.”
Penyunting : elanurhidayah