Banyak dari kita pasti pernah mendengar lagu “Nenek Moyangku
Seorang Pelaut”, sebuah lagu yang menggambarkan bagaimana nenek moyang orang
Indonesia selalu mengarungi lautan tanpa takut menerjang ombak. Karena sejak
jaman prasejarah nenek moyang Indonesia memang dikenal sebagai pelaut yang
Tangguh. Tidak mengherankan jika orang Indonesia telah berlayar hingga ke
samudera Hindia. Bahkan dalam penelitian yang dimuat dalam jurnal Proceedings
of the Royal Society B, pada 21 maret 2012 menyatakan bahwa orang Indonesia
adalah nenek moyang penduduk Madagaskar. Ilmuwan asal Massey University di
Selandia Baru, Murray Cox, melakukan analisis DNA orang Indonesia dan
Madagaskar (disebut Malagasi). Dalam penelitiannya, Cox mengambil sampel DNA
dari 2.745 orang Indonesia yang berasal dari 12 kepulauan serta 266 etnis
Malagasi, terdiri dari Mikea, Vezo, dan Andriana Merina. Penelitian memfokuskan
pada DNA Mitokondria yang diturunkan lewat ibu, jenis DNA yang terdapat di
organel sel yang berfungsi menghasilkan energi. (Kompas.com)
Selain ke Madagaskar, nenek moyang kita telah dikenal Tangguh di
lautan pada awal masehi telah berlayar ke China, Jepang, India, hinga Afrika
untuk berdagang. Dari perdagangan ini orang Indonesia mendapat berbagai barang
seperti logam mulia, perhiasan, kain, wangi-wangian, dan obat-obatan. Barang-barang tersebut ditukar dengan berbagai jenis rempah-rempah
yang ada di Indonesia.
Menurut Prof. Oliver Molter “India dan China memiliki sedikit
tradisi tentang berlayar. Kapal-kapal mereka hanya digunakan untuk menyusuri
pantai dan sungai. Bahwa dalam hal hubungan perdagangan melalui laut antara
Indonesia-China, juga antara China-India Selatan serta Persia-pada abad
V-VII,terdapat indikasi bahwa bangsa China hanya mengenal pengiriman barang
oleh bangsa Indonesia. (Prof. Oliver Molter, Kemaharajaan Maritim Sriwijaya)
Orang-orang China baru bisa membuat kapal untuk mengarungi lautan sekitar
abad ke-10 ketika masa dinasti Song. Dinasti
Song adalah salah satu dinasti yang memerintah di Tiongkok antara
tahun 960 sampai dengan tahun 1279 sebelum Tiongkok diinvasi oleh bangsa Mongol.
Dinasti ini menggantikan periode Lima
Dinasti dan Sepuluh Negara dan
setelah kejatuhannya digantikan oleh Dinasti Yuan.
Dinasti ini merupakan pemerintahan pertama di dunia yang mencetak uang kertas dan
merupakan dinasti Tiongkok pertama yang mendirikan angkatan laut.
(id.Wikipedia.org)
Saat kita membaca sejarah tentang masuknya hindu
ke indonesia diperkirakan sekitar awal abad ke-IV. Ditandai dengan berdirinya
kerajaraan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak Hindu. Teori tentang masuknya
agama hindu ke Indonesia terdapat beberapa teori, diantaranya teori Brahmana,
Kesatria, Waisya, Sudra, dan juga arus Balik. Jika kita melihat kebudayaan
india, kita akan mengetahui bahwa di India para masyarakatnya bukanlah
orang-orang yang terbiasa dengan lautan. Hal ini dapat kita lihat dari cerita
dalam epic Ramayana, kala itu Ketika Rama dan tentaranya hendak ke Alengka (Sri
Lanka). Untuk menyebrang ke Sri Lanka, Rama memilih untuk membuat jembatan dari
pada membuat kapal. Hal ini dikarenakan orang-orang india menganggap semakin
tinggi suatu tempat maka semakin suci tempat tersebut. Sehingga mereka
menganggap gunung adalah tempat yang suci, yaitu tempatnya para dewa, sedangkan lautan merupakan tempatnya para jin.
Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan, seharusnya
orang-orang Indonesia membawa orang-orang india untuk mengarungi lautan hingga
sampai di Indonesia. Karena China dan India yang mayoritas beragama
hindu-buddha belum terbiasa mengarungi melalui lautan. Seperti yang kita ketahui saat
itu mereka masih bergantung pada Indonesia untuk perdagangan melalui rute laut. Hal ini
dapat kita dasari dari perkataan Pontjo Sutowo dalam mengomentari buku karya
Robert Dick Read yang mengatakan “Pelaut-pelaut nusantara telah menaklukkan
banyak samudera, jauh sebelum bangsa Eropa, Arab, dan China. Bahkan pada abad
ke-5 dan ke-7, para pedagang China bergantung pada pelaut nusantara.”
Tidak hanya itu, salah satu teori juga mengatakan
bahwa yang membangun jalur sutera versi laut sebenarnya bukanlah orang-orang China
ataupun India melainkan orang-orang Indonesia. Bahkan menurut George F. Hourani
bahwa “Orang Arab sudah mengarungi lautan-lautan disekitar india sejak sebelum
masehi. Tetapi keberadaan mereka terlambat jika dibanding para pelayar
nusantara yang memiliki kapal dan system navigasi yang lebih baik. dia juga
mengatakan bahwa bentuk kapal dari nusantara adalah bentuk kapal yang paling
berpengaruh di seluruh dunia. Karena saat itu India merupakan tempat bertemu
para pedagang dari Persia, Arab, Yaman, mesir, Mesopotemia, dan lain-lain. Dari
sinilah kelak bentuk kapal nusantara ditiru oleh para pelaut Eropa. (George F.
Hourani, Arab Seafaring: Expanded Edition)
Dari catatan orang Mesir kuno, mereka mendapatkan
beberapa komoditas seperti rempah-rempah, cendana, cengkeh, emas, dan lain-lain
dari sebuah negeri yang belum diketahui. Pada sebuah penelitian
mengenai rempah dan buah-buahan dari Asia Tenggara, terutama cengkeh dari
Indonesia juga terdapat pada mumifikasi Firaun Ramses II. Temuan ini berasarkan
laporan arkeolog Giorgio Buccelati dan Marilyn Kelly Buccellati dari UCLA
Coetsen Institute of Archeology. Seperti yang kita ketahui, cengkeh saat itu
hanya ada di Indonesia, yaitu Maluku. Walaupun kini telah tersebar dimana-mana,
namun maluku merupakan tempat pertama komoditi cengkeh pada masa itu. Jika pada
jaman kuno cengkeh telah sampai kesana, maka terdapat dua kemungkinan, yaitu
orang-orang Mesopotamia yang membawa dari Indonesia atau orang-orang Indonesia
yang membawanya ke Mesopotamia. Jika kita melihat kebudayaan Mesopotamia yang
terbiasa di daratan maka besar kemungkinan orang-orang Indonesia membawa
komoditas tersebut kesana.(nationalgeographic.grid.id)
Jika kalian
adalah umat Nasrani, maka kalian pernah mendengar kisah tentang raja Salomo
dalam kitab 1 raja-raja. Dalam kisah tersebut, raja Salomo/Sulaiman mendapatkan
emas, kayu Cendana, bulu burung merak, rempah-rempah, dan lain-lain. Komoditas-komoditas
tersebut lebih mudah ditemukan jika berada di Indonesia. Tidak mengherankan
jika saat ini banyak yang berpendapat bahwa Indonesia adalah negeri Saba, yaitu
salah satu negeri yang pernah dikunjungi raja Salomo. Walaupun hanya sebatas
teori namun pernyataan ini tidak sepenuhnya lemah karena terdapat beberapa
catatan kuno yang signifikan. Dan beberapa daerah yang sekarang memiliki nama
yang mirip dengan kisah tersebut seperti Wonosobo, Sleman, dan lain-lain.
Dalam buku
karya Robert Dick-Read penyebaran orang-orang nusantara bukan hanya berada di
Madagaskar, Afrika, dan Ghana tetapi telah menyebar ke seluruh dunia. Memang
terlihat cukup kontroversial, tetapi Robert Dick-Read bahkan berani menyebut
ada kemungkinan bahwa pelayaran orang-orang Indonesia telah sampai di benua
Amerika. Hal ini karena salah satu teori menyebutkan bahwa Hawaii adalah jawa
kecil, hal ini didasari karena postur tubuh orang-orang Hawaii mirip dengan
postur tubuh orang jawa. Mungkin semua ini hanya sebatas cocoklogi semata.
Namun jika kita telusuri biografi seorang pelaut Portugis yang bernama Affonso
de Albuquerque yang saat itu berhasil menaklukkan Malaka. Ia pernah menulis
surat kepada rajanya bahwa dia telah berhasil menaklukkan malaka dan telah
bertemu dengan pelaut Jawa. Alfonso juga mengatakan saat melihat peta
orang-orang jawa, ia melihat bahwa Portugal telah ada dipeta orang-orang Jawa.
Selain Portugal juga terdapat tanjung harapan, China, Jepang, dan bahkan Brazil
pun telah ada di peta tersebut. Dari buku Robert Dick dan surat Alfonso
tersebut membuat kita bertanya-tanya seberapa jauh nenek moyang kita telah
berlayar.
Dalam catatan para
pelaut portugis Ketika pertama kali sampai di tanjung harapan, mereka melihat
orang-orang berkulit coklat yang mengatakan bahwa mereka berasal dari Jawa. Dengan
kapal-kapal yang tidak hanya satu buah, orang jawa telah sampai ke tanjung
harapan yang merupakan pusat transaksi saat itu. Dan Ketika para pelaut
portugis sampai di Indonesia mereka banyak melihat kapal-kapal yang pernah
mereka lihat di tanjung harapan.
Kapal-kapal
orang jawa saat itu begitu besar dan kuat. Bahasa Melayu menyebutnya sebagai "jong", orang
Jawa menyebutnya sebagai "jung", orang Portugis menulisnya sebagai
"junco", sedangkan orang Arab menyebutnya sebagai "j-n-k"
yang diucapkan mirip cara orang Iberia atau Portugis mengucapkannya. (nationalgeographic.grid.id)
Pedagang Italia, Giovanni da Empoli, dalam
surat-suratnya (1970) menulis bahwa di tanah Jawa, jung tidak berbeda dibanding
benteng, karena memiliki tiga dan empat lapis papan, satu di atas yang lain,
yang tidak dapat dirusak dengan artileri. Mereka berlayar bersama dengan
wanita, anak-anak, dan keluarga mereka, dan semua orang menjaga kamarnya
sendiri. Besarnya kapal Jong Jawa sekitar 4-5 kali kapal Flor de La Mar, kapal
Portugis terbesar tahun 1513. Kekaisaran China mengijinkan semua kapal berlabuh
dipelabuhan-pelabuhannya kecuali kapal Jong Jawa, karena besar dan kuatnya
kapal itu. Dikatakan juga bahwa kapal Jong jawa jika berlabuh dapat menaklukkan
sebuah kota, bahkan satu buah kapal Jong jawa dapat menghabisi 20 buah kapal
Jong China. Dari kapal Jong Jawa, kekaisaran China terinspirasi membuatnya
walaupun tidak sebaik kapal Jong Jawa.
Indonesia kita katakan sebagai pelaut yang Tangguh
karena memang medan yang hadapi adalah lautan. Untuk dapat pergi ke pulau
lainnya orang-orang Indonesia harus berlayar melewati ombak lautan, sehingga
orang-orang Indonesia memang terbiasa dengan dahsyatnya ombak laut. Bahkan suku
Bajo (Bajau) yang merupakan salah satu armada laut Sriwijaya dikatakan sebagai
suku yang tidak pernah mendarat, jikapun mendarat itu mereka lakukan untuk
berinteraksi dengan suku-suku lain.
Dari penjelasan itu, maka kita sebagai orang
Indonesia harus banggga karena nenek moyang kita merupakan pelaut-pelaut hebat.
Namun saat ini kapal-kapal kita tidak sebesar dan setangguh dahulu. Anthony Reid berpendapat bahwa kegagalan Pati Unus di Malaka
membawa pengaruh yang besar bagi hilangnya kapal-kapal besar dari
galangan-galangan kapal di pesisir utara Jawa. Bergesernya kekuasaan Mataram ke
pedalaman adalah salah satu yang membuat galangan-galangan kapal yang tersebar
di pesisir ditinggalkan. Salah satu pukulan terbesar adalah saat penguasa
Mataram menghancurkan sendiri kota-kota pesisir yang menyimpan
peninggalan-peninggalan galangan.
Selain itu, Perintah Amangkurat I pada 1655, dicatat Rendra F
Kurniawan (2009) sebagai kebijakan represif Mataram yang paling memukul
kota-kota pesisir. Perintah dia untuk menutup pelabuhan dan menghancurkan
kapal-kapal agar tidak memicu pemberontakan membuat punahnya lapisan ahli-ahli
pembuat kapal yang sejak masa Demak sendiri sudah tinggal sisa-sisa.
Kondisi itu semakin diperburuk ketika VOC mulai menguasai
pelabuhan-pelabuhan pesisir di pertengahan abad 18. Pada saat itu VOC melarang
galangan kapal membuat kapal dengan tonase melebihi 50 ton dan menempatkan
pengawas di masing-masing kota pelabuhan. (indonesia.go.id)
Suku-suku Makassar yang juga sebagai pelaut handal, pernah menjalin
hubungan baik dengan suku Aborigin. Suku Makassar datang ke Australia dengan
maksud damai, Bertolak belakang dengan interaksi destruktif
antara orang-orang Aborigin dengan orang-orang kulit putih setelahnya.
Orang-orang suku Makassar datang untuk membeli teripang dari suku Aborigin
dengan cara barter untuk di jual ke China. Teripang yang ternyata dihargai
tinggi di China sebagai makanan dan obat-obatan, membuat pedagang-pedagang
Makassar, berperan sebagai pedagang perantara, mulai rutin berlayar ke
pantai-pantai pesisir utara Australia untuk mengumpulkannya. (kompas.com)
Beberapa
nama yang memimpin armada Makassar tersebut tercatat, seperti Pobasso (1803)
dan Using Daeng Rangka (1883). Jejak kontak dagang yang telah diteliti secara
intensif sejauh ini terdapat di Arnhem Land, tempat tinggal orang-orang Yolngu. Interaksi Makassar-Abogirin ini mulai terganggu ketika
orang-orang Eropa datang ke Australia. Inggris, yang menganggap dirinya sebagai
penguasa, menerapkan tarif cukai dan lisensi bagi pedagang-pedagang teripang
Makassar pada akhir abad ke-19. Using adalah salah satu dari sekian pedagang
terakhir yang memegang lisensi tersebut, dan kebijakan ini membatasi kedatangan
perahu-perahu Makassar ke Australia. Andaikan Inggris tidak mengintervensi,
mungkin saja lebih banyak pedagang-pedagang Makassar yang akan datang,
membangun pos dagang permanen seperti di Papua Barat, atau bahkan seterusnya
bisa hidup bercampur baur dengan penduduk setempat seperti halnya di
Madagaskar.
Itulah penjelasan tentang nenek moyang kita yang telah menjelajah dunia, bahkan menjalin hubungan baik dengan banyak suku dari berbagai negara. Lagu yang mengatakan bahwa nenek moyang kita seorang pelaut bisa jadi adalah fakta. Walaupun sekarang kejayaan itu hanya tinggal cerita, namun kita harus tetap bangsa menjadi bangsa yang merdeka. Memang sulit untuk membuktikan teori yang ada karena banyak sejarah-sejarah bangsa kita yang telah hilang. Namun saat ini banyak orang yang mulai mencari fakta-fakta sejarah tentang bangsa kita. Dalam buku karya Bernard H. M. Vlekke mengatakan bahwa tidak diragukan bahwa jawa harus dianggap tempat tinggal salah satu ras manusia yang paling awal. Semoga artikel kali ini bisa membangkitkan semangat kita dalam meningkatkan kemampuan kita dalam segala hal, kerna kita semua adalah keturunan dari bangsa penguasa lautan.
Sumber :
- Bernard H. M. Vlekke, Nusantara
- George F. Hourani, Arab Seafaring: Expanded Edition
- guru gembul channel
- id.Wikipedia.org
- indonesia.go.id
- kompas.com
- nationalgeographic.grid.id
- Prof. Oliver Molter, Kemaharajaan Maritim Sriwijaya
0 komentar:
Posting Komentar