F Desember 2020 ~ PEGAWAI JALANAN

Jumat, 25 Desember 2020

Catatan Sejarah Mengatakan Pernah Ada Suku Kanibal di Sumatra | Pegawai Jalanan

 

Ilustrasi


Catatan tentang Suku Kanibal di Pedalaman Sumatra


Pedalaman Sumatra pernah menjadi tempat yang menyeramkan. bagaimana tidak, karena dari catatan sejarah, Sumatra memiliki suku kanibal yaitu pemakan manusia. Kita sebagai manusia yang telah modern mungkin ada yang tidak percaya bahwa ada manusia yang memakan daging sesamanya. Namun kejadian ini benar-benar terjadi bahkan menjadi catatan penting penjelajah yang berhasil menemukan keberadaan mereka.

Marcopolo yang merupakan seorang penjelajah juga pernah menuliskan dalam catatannya ketika ia tiba di Sumatra. Ia tiba di Sumatra tahun 1292 dan sempat menyusuri pesisiran Sumatra (dalam catatannya ia menyebutnya jawa kecil). Di tengah perjalanannya ia sempat menyaksikan adanya masyarakat yang memakan daging manusia. Ketika berada di kerajaan Dagroian, daerah Pidie (Aceh), Marco Polo menyaksikan masyarakat kanibal di sana yang memakan daging kerabatnya yang sakit parah dan sudah tidak bisa diselamatkan. “Ketika salah satu kerabat mereka jatuh sakit, mereka akan memanggil penyihir untuk datang dan mencari tahu apakah si sakit bisa sembuh atau tidak. Jika penyihir itu berkata bahwa si sakit akan mati, kerabat si sakit akan memanggil orang tertentu yang secara khusus membunuh si sakit. Ketika dia sudah mati, mereka akan memasaknya. Kemudian para kerabat akan berkumpul dan menyantap seluruh badan orang itu. “Saya yakinkan Anda bahwa mereka bahkan menyantap semua sumsum dalam tulang-tulang orang itu,” tulis Marco Polo dalam “Para Kanibal dan Raja-Raja: Sumatra Utara Pada 1920-an” dimuat dalam Sumatra Tempo Doeloe karya Anthony Reid. (bangkapos.com)

Kanibalisme juga berlaku untuk seorang yang dituduh mata-mata dan tawanan perang. “Mereka dapat menangkap orang asing yang bukan berasal dari daerahnya, mereka akan menahan orang itu. Jika orang itu tidak sanggup menebus dirinya sendiri, mereka akan membunuhnya dan memakannya langsung di tempat,” tulis Marco Polo. Meski tak melihatnya secara langsung dia mendengar cerita itu dari pesisiran. Dimana mereka menyebutkan ada seorang pria yang dicekik dan kemudian dimasak. Marcopolo bercerita secara detil bagaimana cara orang itu dimakan. (historia.id)

Catatan lain tentang kanibalisme suku Batak juga dikeluarkan Sir Thomas Stamford Raffles pada 1820 ketika mempelajari Batak, ritual, dan hukum mereka tentang konsumsi daging manusia. Dia menuliskan secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan serta metode pembantaian. Raffles mengatakan, sudah biasa bagi orang-orang Batakmemakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja. Kanibalisme juga diberlakukan bagi penjahat yang melakukan kejahatan tertentu. Tubuh mereka dimakan mentah atau dipanggang menggunakan kapur, garam dan sedikit nasi. (tobatabo.com)

Pada tahun 1935 seorang arkeolog bernama Friedrich Schnitger menemukan sebuah fakta mengerikan terkait suku kanibal di masa lalu. Ia menemukan sebuah reruntuhan candi di Padang Lawas, Sumatra Selatan yang dipercaya sebagai sisa kerajaan Poli pada abad ke-12 masehi. Schnitger menduga jika kerajaan ini berasal dari sekte yang bernama Bhairawa. Orang-orang dari sekte ini memuja dewa-dewa yang memiliki wujud seperti setan. Ritual kanibalisme biasanya dilakukan saat senja sebelum matahari terbenam. Orang yang akan dikorbankan dibaringkan di altar. Lalu pendeta akan mengambil jantungnya, dan menaruh darah dalam sebuah wadah tengkorak lalu meminumnya sampai habis. (pemburuombak.com)

Dikisahkan pula ada dua orang misionaris yang berusaha mengkristenisasi suku Batak pada tahun 1834. Kedua orang itu adalah Samuel Munson dan Henry Lyman. Peristiwa itu terjadi 28 Juni 1834 di Sisangkak, Lobupinang, sekitar 20 km sebelah barat kota Tarutung, Sumatra Utara. Jauh sebelumnya, Raja Panggalamei Lumbantobing memerintahkan pasukannya membunuh setiap sibontar mata (orang Barat) yang memasuki daerah ini. Atas perintah itu tidak ada ampun bagi Munson dan Lyman. "Mayatnya dipertontonkan di pasar. Kemudian dicincang dan sebagian lagi direbus. Setelah itu dimakan beramai-ramai dan tulang belulangnya dibuang ke tempat sampah. (lokadata.id)

Seorang peneliti bernama Oscar von Kessel, melakukan penelitian tentang masyarakat Batak pada tahun 1844. Ia adalah orang Eropa pertama yang pernah mengamati ritual kanibalisme di Silindung. Menurutnya, masyarakat Batak menganggap kanibalisme sebagai perbuatan hukum bagi pelanggaran seperti pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, merica merah dan lemon harus disediakan oleh keluarga korban sebagai tanda menerima keputusan hukuman itu dan tidak lagi memikirkan balas dendam.


Catatan Menakutkan Pelancong Wanita Pertama di Suku Batak

        

Pada tahun 1852, seorang pelancong wanita dari Austria memiliki keinginan untuk bertemu dengan suku kanibal tersebut. Wanita ini adalah Ida Laura Reyer Pfeiffer seorang pelancong wanita bergaya tomboy. Kisah tentang Ida Pfeiffer ini merupakan cuplikan dari A Lady's Second Journey Round the World: From London to the Cape of Good Hope, Borneo, Java, Sumatra, Celebes, Ceram, the Moluccas, Etc., California, Panama, Peru, Ecuador, and the United States, Volume 1. Buku tersebut merupakan catatan perjalanan Ida yang terbit di London pada 1855. Para tawanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus. Darah mereka diawetkan untuk minum, dan kadang dibuat menjadi semacam puding yang disajikan dengan nasi. Bagian tubuh kemudian dibagikan. Telinga, hidung, dan telapak kaki adalah bagian milik Raja, yang juga memiliki klaim atas bagian lain. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, dan hati yang semuanya adalah hidangan aneh dan semua daging dipanggang dan disantap dengan garam. Ida tidak menyaksikan kengerian itu dengan mata kepalanya. Dia mendapat informasi tersebut dari beberapa pejabat pribumi setingkat bupati di Muara-Sipongie,” tulis Ida Laura Reyer Pfeiffer dalam catatan perjalaannya di Sumatra.

Ketika berada di Padang, keinginan Ida Pfeiffer untuk bertemu dengan bertemu suku ini semakin kuat karena pejabat setempat meyakinkan bahwa wanita tidak diizinkan mengambil bagian dalam makan malam utama. Walaupun banyak pula warga setempat yang mencegah perjalanan Ida untuk menemui suku Kanibal liar dari batak. Karena sebelumnya dua orang misionaris asal Amerika, Henry Lyman dan Samuel Munson telah dibunuh dan disantap pada tahun 1835. Namun perjalanan tetap Ida lakukan dengan membawa seorang pemandu dengan cara menunggang kuda ke pedalaman Sumatra.

Pada pertengahan Agustus 1852, keduanya menuruni bukit di Silindong, dekat Danau Toba. Namun, sebelum menuju lembah, pemandunya menyarankan supaya  Ida untuk tak menjauh darinya.  Mereka menyaksikan prosesi yang dilakukan enam lelaki bersenjata tombak. Ketika kedua orang itu mendekat, mereka justru disambut dengan tombak dan parang. Setelah si pemandu menjelaskan, Ida boleh melewati kawasan itu. “Di suatu tempat, kejadiaannya bahkan lebih serius,” demikian Ida berkisah. “Lebih dari 80 lelaki berdiri di jalanan setapak dan menghalangi perjalanan kami”. Kemudian dia melanjutkan, “Sebelum saya menyadarinya, sekawanan lelaki telah melingkari saya seraya menodongkan tombak mereka, dengan tatapan ngeri dan liar. Ida melukiskan sosok lelaki Batak yang mengepungnya. Mereka berbadan tegap dan kuat, tingginya hampir dua meter, penampilannya beringas dan militan. “Mulut lebar mereka dengan geligi yang menonjol, tampaknya lebih mirip dengan binatang buas ketimbang manusia manapun”.

Suasana kian mencekam, para lelaki itu merubungi Ida sembari bersorak-sorai. “Saya tidak mengerti apa yang terjadi selanjutnya”, ungkapnya. “Saya merasa sudah pasti bahwa ini adalah akhir hidup saya”. Ida gelisah, demikian dalam catatannya, lantaran suasana kian menakutkan. Namun, tampaknya dia tidak kehilangan kendali. Dalam situasi teror, perempuan itu duduk di sebongkah batu. Lalu, sekonyong-konyong mereka mendatanginya sembari menunjukkan gerakan-gerakan yang mengancam.

Ida bangkit dan mencoba berbicara kepada lelaki beringas di dekatnya dengan bahasa separuh Melayu dan separuh Batak. Sembari tersenyum Ida berkata, “Mengapa Anda tidak berkata saja bahwa Anda akan membunuh dan memakan seorang perempuan tua seperti saya. Saya pastilah sangat sulit dimakan dan alot”. Ida, dengan gaya pantomimnya, berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya tidak takut apapun. Bahkan, apabila mereka menginginkannya, dia rela dibawa oleh mereka asalkan mereka mengantarnya ke Eier Tau, Danau Toba.  

Kemudian para lelaki beringas dan bertombak itu melepaskan tawa mereka. Barangkali, kepercayaan diri yang Ida tunjukkan telah membuat suatu kesan bersahabat kepada mereka. Pada akhirnya, mereka menyambut Ida dengan uluran tangan, dan lelaki bertombak yang melingkari perlahan membuka jalan untuk dirinya. Ida bersuka cita lantaran terlepas dari bahaya di pedalaman Sumatra. Dia pun berhasil berjejak di tepian Danau Toba dengan selamat.

Ketika peristiwa itu telah dua tahun berlalu, Ida telah kembali ke kampung halamannya di Wina, Austria. Dia terkejut pada satu pemberitaan dari Hindia Belanda. “Saya membaca surat kabar yang mewartakan bahwa tiga misionaris asal Prancis  di pedalaman Tappanolla, Batak; telah terbunuh dan dimangsa oleh para kanibal ditengah perayaan dengan tarian dan musik”.(nationalgeographic.grid.id)

 

Itulah gambaran singkat rekaman jejak suku kanibal dan keberanian seorang wanita yang berani mendatangi daerah yang belum dia kenal dan penuh dengan catatan menyeramkan. Dimana dari catatan-catatan para penjelajah, arkeolog dan peneliti mengindikasikan bahwa di Sumatra pernah memiliki suku kanibal. Suku yang sering disebutkan dalam catatan-catatan itu adalah suku Batak. Hal tersebut adalah wajar karena ketika itu masyarakat di pedalaman belum mengenal Agama. Suku yang memakan manusia berangsur berkurang karena kebijakan pemerintah Belanda yang melarang Kanibalisme. Selain itu juga karena proses Kristenisasi yang di lakukan pemerintah Belanda dalam upaya menjatuhkan kerajaan yang dipimpin Sisinga Mangaraja XII. Walau mungkin suku ini masih ada, namun di zaman yang semakin modern ini sudah semakin sedikit manusia kanibal bahkan mungkin sudah tidak ada. Jika saja mereka tidak memasukan dalam buku-buku dan juga catatannya mungkin kita masih tidak percaya bahwa keberadaan mereka memang pernah ada. Namun kita masih dapat melihat sisa-sisa peninggalan mereka seperti Batu Parsidangan, Desa Siallagan, Pulau Samosir, Sumatra Utara yang kini menjadi objek wisata.



Penulis : Rizky Arisandi

Penyunting : Argha Sena

Sumber: nationalgeographic.grid.id, lokadata.id, pemburuombak.com, 

tobatabo.com, historia.id, bangkapos.com

Minggu, 13 Desember 2020

Tempat Bersejarah yang Wajib Kalian Kunjungi Jika Berkunjung ke Kota BATAM | Pegawai Jalanan

           

Batam

            Kota Batam merupakan kota strategis yang berbatasan dengan negara Singapura dan Malaysia. Sebagai kota strategis dalam jalur pelayaran, kota Batam menjadi kota yang berkembang pesat. Banyak destinasi wisata yang menambah indahnya kota yang dapat kita kunjungi. Di Batam juga memiliki tempat-tempat bersejarah yang dapat kita kunjungi untuk dapat menambah wawasan kita tentang sejarah di kota Batam. Tempat-tempat inilah yang yang dapat kita jadikan tujuan ketika kita pergi ke kota ini. Berikut ini adalah tempat-tempat bersejarah di kota Batam yang telah kami dirangkum dari berbagai sumber.

I.  Jembatan Barelang

Jembatan Barelang merupakan Maskot atau ikon dari kota Batam. Karena merupakan ikon kota Batam maka tidak lengkap rasanya jika kita tidak mengunjungi jembatan Barelang. Jembatan Barelang adalah singkatan dari Batam, Rempang dan Galang yang merupakan pulau-pulau yang dihubungkan oleh jembatan ini. Adapula yang menyebutnya jembatan Habibie, karena pembangunan jembatan ini di inspirasi oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Jembatan Barelang menghubungkan tujuh pulau yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setoko, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Karena menghubungkan tujuh pulau, jembatan Barelang memiliki enam buah jembatan dan memiliki nama jembatan yang di ambil dari nama raja-raja melayu yang pernah berkuasa di Riau sekitar abad 15-18 Masehi. (batamogura.com)

Adapun nama-nama ke enam jembatan ini adalah:

1.      Jembatan Tengku Fisabilillah (jembatan I), merupakan terbesar dan terpanjang di antara jembatan Barelang lainnya. Jembatan inilah yang sering dikunjungi dan dijadikan tempat untuk berfoto-foto. Jembatan ini menghubungkan pulau Batam dan pulau Tonton. Jembatan ini memiliki panjang 642 meter, dengan panjang bentang utama 350 meter.(batampos.co.id)

2.     Jembatan Nara Singa (jembatan II), jembatan ini menghubungkan pulau Tonton dan pulau Nipah. Jembatan ini juga sering dikunjungi karena pemandangan indahnya. Dari jembatan ini kita dapat melihat jembatan I. selain itu tempat ini juga sering dijadikan tempat untuk memancing warga lokal. Jembatan ini memiliki panjang 420 meter dan lebar 18 meter. (batamnews.co.id)

3.      Jembatan Raja Ali Haji (jembatan III), jembatan ini menghubungkan pulau Nipah dan pulau Setoko. Di jembatan ini kita dapat melihat pemandangan laut dan pulau-pulau kecil. Tak jauh dari jembatan ini kita dapat menikmati pantai pasir putih di pulau Setoko dan juga restoran makanan hasil laut (seafood). Jembatan ini memiliki panjang 270 meter dengan bentang 45 meter dan lebar 18 meter. (batamnews.co.id)

4.     Jembatan Sultan Zainal Abidin (jembatan IV), jembatan ini menghubungkan pulau Setoko dan pulau Rempang. Di pulau rempang rencanya akan dikembangkan sebagai daerah buru, daerah industri, pariwisata, perdagangan dan jasa. Keunikan dari tempat ini adalah jembatan ini dapat dijadikan landasan pesawat tempur karena jalannya sengaja dibuat dengan struktur pondasi, lebar dan kekuatan yang dapat digunakan pesawat tempur. Panjang dari jembatan ini adalah 365 meter dengan bentang 145 meter dan lebar dek 18 meter.(haluankepri.com)

5.      Jembatan Tuanku Tambusai (jembatan V), jembatan yang memiliki panjang 385 meter dengan bentang 245 meter dan lebar 18 meter ini menghubungkan pulau Rempang dan pulau Galang. Di jembatan kita juga dapat melihat pemandangan laut dan juga pulau-pulau kecil disekitarnya. Di jembatan V kita juga dapat menikmati wisata alam dengan berbagai wisata pantai andalan di Kota Batam, hingga wisata sejarah. (batamnews.co.id)

6.      Jembatan Raja Kecik (jembatan VI), jembatan ini menghubungkan pulau Galang dan pulau Galang baru. Jembatan ini adalah jembatan terpendek dari jembatan Barelang lainnya. Panjang jembatan ini adalah 180 meter dan lebar 18 meter. Pulau Galang Baru adalah tempat yang akan dijadikan kawasan suaka alam, cagar alam, perdagangan, dan jasa.

Itulah ke enam jembatan Barelang yang terkenal di kota Batam. Jembatan Barelang dibangun dalam waktu 6 tahun hingga peresmiannya, yaitu di tahun 1992-1998 dengan Anggaran sebesar Rp. 400 miliar dan panjang total jembatan ini adalah 2.264 meter. Jembatan Barelang dibangun dengan mempekerjakan orang-orang Indonesia tanpa bantuan tenaga kerja asing. Jembatan Barelang juga menggunakan metode kontruksi yang berbeda dalam pengerjaannya.

II.           Kampung Camp. Vietnam

Kampong Vietnam berada di Desa Sijantung, Pulau Galang Baru, sekitar 50 km dari kota Batam. Asal mula dinamakan kampung Vietnam karena ketika perang saudara di Vietnam tahun 1975 antara Vietnam Selatan dan Utara. Karena perang yang terjadi, banyak penduduk yang meninggalkan negaranya dan pergi mengarungi lautan untuk menyelamatkan diri. Setelah sekian lama berlayar, mereka berhasil sampai di pulau Galang yang saat itu masih menjadi pulau tak berpenghuni. Dalam buku Troubled Transit: Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka karya Antje Missbach, dijelaskan bahwa manusia perahu Vietnam datang ke Indonesia akibat situasi politik di Vietnam kala itu. Usai kemenangan Komunis dan kejatuhan Saigon April 1975, puluhan ribu orang Vietnam keluar dari negaranya untuk mencari suaka. Berdasarkan laporan pertama, 19 Mei 1975, sekitar 97 orang manusia perahu Vietnam tiba di Indonesia. Sedangkan menurut laporan PBB tahun 1979, ada 43.000 manusia perahu sudah masuk Indonesia. Mekanisme penyaringan pencari suaka kala itu belum ada. Tetapi secara otomatis, status para manusia perahu masuk sebagai pengungsi prima facie (pertama kali) dan beberapa bentuk perlindungan. (detiktravel.com)

Mereka membangun pemukiman-pemukian, lengkap dengan fasilitas hidup bersosial seperti Sekolah Restoran, Rumah Sakit, Vihara dan Gereja sebagai tempat ibadahnya. Kapal pengungsi yang dulu digunakan untuk berlayar juga masih bisa kita temukan disana. Para pengungsi ini tinggal di pulau Galang selama bertahun-tahun, hingga pada suatu saat sebagian dari para pengungsi tersebut terjangkit sebuah virus yang terkenal dengan Vietnam Rose. Virus tersebut menyebabkan ratusan para pengungsi meninggal dunia. Hingga mereka juga membuat taman pemakaman di Kamp Vietnam.(batamogura.com)

Pada Mei 1979, diselenggarakan Pertemuan para Menlu seluruh ASEAN. Dari kesepakatan itu, semua biaya akomodasi pengungsi di Indonesia menjadi tanggunan UNHCR. Maka setelahnya, dibangunlah kamp-kamp pengungsian di Pulau Galang. Hingga beberapa tahun setelahnya, jumlah manusia perahu di Pulau Galang terus bertambah. Apalagi, kala itu manusia perahu yang ke Malaysia ditolak karena kebijakan pengalihan jurusan, sehingga jumlah manusia perahu di Pulau Galang meningkat hingga 16.500. Manusia perahu di Pulau Galang pun hidup hampir dua dekade. (detiktravel.com)

Hingga pada tahun 1994, pemerintah berupaya untuk kembali mengosongkan pulau tersebut. Pengosongan pulau tersebut dilakukan secara bertahap. Mereka dikembalikan melewati jalur udara dan laut, namun ada juga yang pergi merantau ke Negara lain. Setelah kepergian mereka, tempat ini menjadi kosong selama bertahun-tahun. Masih banyak sisa-sisa kamp orang-orang Vietnam yang masih berdiri kokoh. Dengan bangunan-bangunan tempat ibadah seperti mushola, vihara dan gereja yang masih ada hingga sekarang. Selain tempat ibadah, di kampung Vietnam juga terdapat pemakaman yang digunakan para pengungsi untuk menguburkan orang-orang yang telah meninggal. Ada juga penjara yang bangun untuk memenjarakan orang-orang yang bertindak kriminal.

Menurut cerita, ada seorang wanita bernama Tinh Nham Laoi  yang bunuh diri karena tak kuat menahan malu. Hal ini dikarenakan ia di perkosa oleh 7 orang pengungsi secara brutal. Sehingga dibuatlah tugu bernama Humanity Statue yang didirikan pengungsi lainnya untuk mengingat musibah yang memilukan. Konon sering terjadi hal-hal menyeramkan di tempat terjadinya bunuh diri tersebut, diganggunya pengunjung oleh hantu wanita dan mendengar rintihan , tangisan dan tawa. Sesuatu yang kelam pernah terjadi di kampung Vietnam, mulai dari pemerkosaan, penyiksaan, bunuh diri, dan juga karena pernah terjadi wabah Vietnam Rose. Tidak semua tempat wisata disini menyeramkan, karena kita dapat menikmati keindahan pantai melur. Pantai melur adalah pantai dengan pasir yang halus, dan kini telah tersedia wahana permainan air seperti speed boat dan banana boat.

Demikianlah gambaran singkat tentang kampung Vietnam yang ada di pulau Galang kota Batam. Kita dapat menambah wawasan kita ketika pergi kesana, dimana terdapat sejarah bahwa kita adalah bangsa yang mengedepankan kemanusiaan. Tentunya kita juga akan mendapatkan informasi-informasi bersejarah lainnya yang dapat kita ceritakan. Dan katanya disini akan dijadikan Rumah Sakit untuk menampung pasien yang terkena Covid-19.

III.           Rumah Limas Potong

Rumah limas potong berada di Kampung Melayu Kelurahan Batu Besar Kecamatan Nongsa Kota Batam. Disebut rumah limas potong karena bentuk atap rumasnya yang berbentuk limas seperti dipotong. Rumah ini dibangun oleh Haji Abdul Karim atas permintaan Haji Sain pada bulan November tahun 1959. Rumah ini merupakan rumah adat melayu yang masih bertahan hingga sekarang di kota Batam. Rumah limas potong ini diresmikan sebagai peninggalan Raja Nong Isa pada tanggal 10 November 2011 oleh walikota Batam Ahmad Dahlan ketika peringatan Hari Pahlawan.(batamtoday.com)

Ketika kita memasuki rumah ini kita akan sejumlah foto bertajuk sejarah yang memamerkan aktivitas masyarakat Melayu di daerah tersebut puluhan tahun lalu. Ada pula sebuah foto beberapa pria menggenggam sejumlah dokumen sambil berjalan tersenyum di atas sebuah jembatan. Itulah foto yang diambil ketika pusat pemerintahan kecamatan pertama di Batam pindah dari Pulau Buluh ke Belakang Padang. Foto lainnya bercerita tentang warga yang bermain-main di tanah lapang. Ada pula foto wajah seorang guru agama bernama Haji Muhammad Nur, yang sangat dihormati masyarakat setempat. Guru agama ini berkontribusi besar dalam membangun akhlak anak-anak sekitar. Seluruh foto hitam putih itu merupakan memori sejarah yang tak terlupakan.(sindonews.com)

Itulah beberapa yang menjadi tempat bersejarah di kota Batam yang dapat kunjungi sebagai tempat untuk menambah wawasan tentang sejarah yang ada di kota Batam. Jika kita berbicara tentang tempat wisata di kota Batam maka kita akan banyak tempat-tempat indah yang dapat kita kunjungi. Tapi jika kita ingin berwisata sekaligus menambah wawasan maka tempat-tempat tersebut dapat dijadikan tujuan ketika kita pergi kesana. 

Penulis : Rizky Arisandi

Penyunting : Argha Sena

Sumber :  sindonews.com, batamtoday.com, batamogura.com, detiktravel.com,