F September 2019 ~ PEGAWAI JALANAN

Sabtu, 21 September 2019

Buya Hamka: Politikus dan Ulama Asal Sumatera, Tanpa Dendam Walau Pernah di Penjara | Pegawai Jalanan


Kata mutiara dari Buya Hamka

Sejak Indonesia merdeka, pergulatan politik kerap berlangsung amat keras. Begitu kerasnya, hingga kadang-kadang melibatkan penggunaan senjata. Salah satu momen keganasan pertarungan politik terjadi di pengujung masa pemerintahan Sukarno.


Rezim Sukarno di awal 1960-an mulai bersikap keras terhadap lawan-lawan politiknya. Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dipaksa membubarkan diri akibat keterlibatan tokoh-tokoh mereka dalam PRRI. Sementara itu PKI semakin akrab dengan kekuasaan.


Dalam suasana macam itu, ada seorang ulama dan cendekiawan Islam karismatik yang dianggap sebagai sosok meneduhkan. Namanya Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Orang-orang mengenalnya sebagai Buya Hamka.


Pada Senin, 12 Ramadan 1385, bertepatan dengan 27 Januari 1964, Hamka ditangkap di rumahnya dan kemudian dibawa ke Sukabumi untuk ditahan. Tuduhannya tak main-main: melanggar undang-undang Anti Subversif Pempres No. 11. Ia dituding merencanakan pembunuhan terhadap Sukarno—suatu prasangka yang lebih mudah dinalar sebagai aksi politik penguasa ketimbang murni keputusan hukum.

Buya Hamka Tengah



Dalam "Pendahuluan Pengarang" untuk cetakan ke-12 buku karyanya, Tasawuf Modern, Hamka memberi kesaksian bagaimana beratnya pemeriksaan ketika itu. Ia diperiksa selama 15 hari 15 malam. Tapi tak ada yang lebih memedihkan hatinya selain ucapan seorang pemeriksa: ”Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia!”



Selama 2 tahun 4 bulan Hamka ditahan rezim Sukarno. Dalam beberapa kesempatan, ia justru bersyukur dengan kejadian itu. “[...] saya merasa itu semua merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan kitab tafsir Alquran 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk menyelesaikan pekerjaan itu,” tutur Hamka.



Beberapa tahun kemudian, pemerintahan Sukarno tumbang. Hamka bebas, tapi ia tak mendendam. Ia tetap teduh sebagaimana biasanya.



Tak Ada Dendam dalam Politik


Irfan Hamka, anak ke-5 Hamka, mengisahkan tentang sang bapak yang tidak pernah menyimpan dendam dalam Ayah...: Kisah Buya Hamka (2013).


Pada pagi hari 16 Juni 1970 datang dua orang lelaki ke rumah Hamka. Mereka adalah Mayor Jenderal Suryo (Asisten Pribadi Presiden Soeharto) dan Kafrawi (Sekretaris Jenderal Departemen Agama). Keduanya membawa pesan dari keluarga Sukarno. Pesan itu adalah pesan terakhir sang mantan presiden. "Bila aku mati kelak," katanya, "minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam salat jenazahku." 



Lima hari setelah kunjungan itu Sukarno wafat di RSPAD dan jenazahnya disemayamkan di Wisma Yaso. Lawan politik yang telah memenjarakannya kini terbujur kaku tak lagi bernyawa. Tak ada dendam. Ia datang memenuhi permintaan terakhir Putra Sang Fajar. Hamka bukan hanya menyolatkan sebujur jenazah, tetapi ia telah membasuh luka-luka pertarungan politik masa lalu dengan sikapnya.



Hamka juga bersikap serupa kepada Mohamad Yamin, kolega sekaligus seterunya di Dewan Konstituante. Irfan Hamka mengisahkan pertentangan keduanya amat sengit. Yamin kemudian amat tersinggung oleh pandangan-pandangan Hamka soal Pancasila. Putus sudah hubungan kedua putra Minang itu. Perbedaan pandangan politik di antara keduanya tak lagi dapat disatukan.

Kata-Kata Bijak Buya Hamka



Pada 1962 Yamin jatuh sakit. Chaerul Saleh, ketika itu Menteri Perindustrian Dasar & Pertambangan, menyambangi Hamka di rumahnya untuk menyampaikan pesan Yamin. Ketiganya memang putra Minangkabau asli. Yamin rupanya hendak dimakamkan di Talawai, Sawahlunto, tanah lahir yang telah lama tak ia kunjungi. 


Tapi ada satu perkara yang mengganjal: masyarakat Sumatra Barat masih terluka oleh pernyataan Yamin. Ketika terjadi pergolakan PRRI, Yamin turut mengutuk aksi pemisahan wilayah dari RI. Pernyataan ini melukai masyarakat tanah kampungnya. Hanya dengan jaminan Hamka lah masyarakat di sana bisa menerima jenazah Yamin.



Hamka memperturutkan permintaan Yamin, orang yang amat benci padanya selama hidup. Bersama Chaerul Saleh, Hamka bersegera ke RSPAD, tempat Yamin dirawat. Melihat kedatangan Hamka, Yamin meneteskan air mata. Ia menggenggam tangan bekas seterunya di Konstituante itu. Hamka menalkinkan Yamin, hingga ia meninggal di pelukan Hamka. Tak ada lagi benci akibat pertentangan politik. Hamka kemudian mendampingi pemakaman Yamin di Talawai.



Dua cerita di atas bukan sekadar penghias sejarah bangsa. Keduanya ialah cermin dari pemikiran Hamka yang juga dapat kita telusuri lewat berbagai karyanya.


Tasawuf ala Modernis


Hamka adalah seorang modernis tulen. Ayahnya, Abdul Karim Amrullah, termasuk pembaharu agama di Minangkabau. Jalan juang Hamka diretas di Muhammadiyah dan Masyumi, dua lembaga yang merepresentasikan semangat modernisme Islam.


Sebagaimana para modernis lain, Hamka melihat ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang netral (bebas nilai). Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk dari dunia Barat) dianggap dapat bersesuaian dengan ajaran Islam. 
Buya Hamka



Pandangan Hamka ini terlihat di antaranya dalam buku Pelajaran Agama Islam. Di dalam buku tersebut Hamka menggunakan banyak teori dan hasil penemuan para pemikir Barat untuk mengukuhkan keyakinan kepada Rukun Iman. Teori-teori psikologi, sosial, hingga penemuan sains digunakan Hamka sebagai penambah argumen bagi keimanan. Hamka berusaha menampilkan Islam yang siap berdialog dan terbuka terhadap penemuan-penemuan ilmu pengetahuan terbaru—satu ciri umum kalangan modernis.



Tapi, menyangkut spiritualitas, ada yang berbeda pada diri pengarang Tenggelamnya Kapal Van der Wijk ini. Hal tersebut di antaranya dapat ditelusuri dari bukunya yang ditulis pada 1939, Tasawuf Modern. Buku ini lah yang Hamka baca semasa berada dalam tahanan Orde Lama. Dalam pengakuannya ia menyatakan, “Hamka sedang memberi nasihat kepada dirinya sendiri... Dia hendak mencari ketenangan jiwa dengan membaca buku ini.”



Tasawuf kerap menjadi polemik di kalangan modernis yang berslogan kembali kepada Alquran dan sunah. Sementara ajaran tasawuf dianggap mengandung banyak penyimpangan dari sunah Rasul. Hamka pun melihatnya demikian. Pada kalimat-kalimat awal Tasawuf Modern ia menyatakan memang banyak percampuran Islam dan ajaran agama lain, khususnya di dalam tarekat-tarekat tertentu. Karena itu Hamka hendak menyuguhkan tasawuf yang berbeda, tasawuf yang dipadukan dengan kata modernitas. 


Ia merujuk tasawuf kepada pemaknaan dari al-Junaid—“keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang terpuji”—dengan keterangan modern. Tak ada penjelasan yang memadai mengenai kata “modern” yang ia maksud. Tapi yang terang, tak ada pembahasan falsafah wujud yang rumit dalam buku ini, sebagaimana umum ditemui dalam kitab-kitab tasawuf klasik. Buku ini berisi semacam panduan akhlak mulia bagi orang modern.
Buya Hamka dan Istri



Pokok bahasan buku ini ialah tentang kebahagiaan. Hamka banyak mengutip pendapat Imam al-Ghazali. Ia mengutip pula pendapat Aristoteles, Leo Tolstoy, dan Hendrik Ibsen mengenai makna bahagia. Namun pada akhirnya, agama pula yang menjadi jalan bagi kebahagiaan. Tak ada jalan lain, kata Hamka, keimanan lah yang akan membuat manusia bahagia.



Segala persoalan hidup, kesengsaraan, penderitaan, dan rasa terasing dapat terobati dengan keyakinan yang kukuh. Artinya Islam dalam pandangan Hamka ialah agama yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan modern. Islam pula yang bisa menjadi pengobat luka-luka modernitas.



Dunia modern menuntut sikap yang dinamis, kebersediaan untuk bersaing secara utuh sebagai manusia dan kesiapan untuk menerima perkembangan ilmu pengetahuan. Hal-hal tersebut boleh jadi menghadirkan persengketaan, kesunyian diri, kegersangan batin, dan ketakbermaknaan diri. Persoalan itu bermula dari merajalelanya hawa nafsu pada diri manusia. Dan agama adalah pembina jiwa paling tepat guna mengatasi berkuasanya hawa nafsu itu.


Sikap teguh Hamka dalam berpolitik yang berpadu dengan kelembutan sikapnya sebagai manusia boleh jadi berasal dari pandangan semacam itu. Sebagai manusia modern, Hamka mahir bergelut dalam organisasi; pandai pula bersastra dengan semangat Indonesia modern; dan meskipun tak menempuh pendidikan formal, ia amat mahir mengutip berbagai unsur falsafah dan sains dari peradaban Barat. Pendeknya, ia orang yang terbuka terhadap perkembangan. Tapi segala dinamika kemodernan itu ia padukan dengan semangat batin Islam.



Dan dengan bekal itu, Hamka tampil sebagai cendekiawan yang dihormati.

Penyunting : Admin PJ

Penulis : Shubhi Abdillah dari tirto.id
Sumber Link : https://tirto.id/buya-hamka-politikus-tanpa-dendam-modernis-yang-serius-bertasawuf-d7pD

Sabtu, 14 September 2019

Sejarah Fasisme Ibrani: Para Yahudi Pecinta Hitler & Mussolini | Pegawai Jalanan

Anak-anak yahudi eropa 

Ketika Eropa dikuasai fasisme hingga berakhirnya Perang Dunia II, sebanyak enam juta orang Yahudi dibantai. Namun, ada cerita lain tentang salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad ke-20 ini. Sejumlah intelektual dan kelompok Yahudi menyambut ideologi fasisme sebagai ideologi pembebasan. Bagaimana bisa?

Dalam satu bagian koran Doar Hayom terbitan musim panas tahun 1932, redaktur surat kabar tersebut, Itamar Ben Avi, menyampaikan sebuah komentar. Dia mengatakan bahwa kenaikan Adolf Hitler ke puncak kekuasaan di Jerman tidak dapat dicegah. Selain itu, Ben Avi juga menyatakan solusi fasis ala Benito Mussolini di Italia seperti ragi dalam adonan dan solusi itu cocok diterapkan di Yishuv, daerah pemukim Yahudi di Palestina.
koran Doar Hayom

"Apa yang Italia dapat capai, juga [dapat dicapai] Yehuda!" seru Ben Avi.

Setahun setelahnya, beberapa minggu tak lama selepas Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) alias Nazi besutan Hitler menang pemilihan umum parlemen Jerman, koran Hazit Ha'am menyatakan bahwa tidak seperti kaum sosialis dan demokrat yang meyakini gerakan Hitler sebagai "kulit kosong" belaka. "Kami percaya ada kulit dan biji. Kulit anti-Semit ada untuk dibuang, tetapi tidak untuk biji anti-Marxis."


Tiga pendiri koran ini ialah Abba Ahimeir, Yehoshua Heschel Yeivin, dan Uri Zvi Greenberg. Mereka juga mendirikan organisasi Brit Habiryonim.


Ahimeir, Yeivin, dan Greenberg merupakan pengikut gerakan Zionisme Revisionis yang dicetuskan Ze'ev Jabotinsky. Namun, Ahimeir mengampanyekan pandangan politik baru yang kemudian disebut Revisionis Maksimalis.
zionisme

Peneliti kajian Israel Eran Kaplan menyebutkan perbedaan dua gerakan tersebut dalam "The Jewish Radical Right: Revisionist Zionism and It's Ideological Legacy" (2005). Ahimeir melancarkan banyak kritik ke sosialisme dan liberalisme sembari mendukung fasisme, sementara Jabotinsky justru menyatakan dukungannya terhadap demokrasi, parlementarisme, dan liberalisme klasik.

Di Antara Hitler dan Mussolini

Ahimeir memang mengagumi Vladimir Lenin sebagai pembawa panji Revolusi Bolshevik di Russia. Dia juga memulai karirinya di koran sayap kiri Hapoel Hatza'ir. Namun, bagi Ahimeir, kediktatoran komunis telah gagal di Jerman dan Cina. Uni Soviet di bawah Stalin, pengganti Lenin, malah mengadopsi "Sosialisme di satu negara".

Yang justru dikagumi Ahimeir adalah Mussolini. Sebagaimana ditulis Colin Shindler dalam The Rise of the Israeli Right (2015), pada September 1928, beberapa tahun setelah Mussolini dilantik sebagai perdana menteri Italia, Ahimeir menulis kolom mingguan bertajuk "Dari buku catatan seorang fasis" di Doar Hayom.

Hitler dan Mussolini


Salah satu artikelnya berjudul "Kedatangan Duce Kita". Duce merupakan julukan Mussolini yang berarti pemimpin. Di situ, Ahimeir menyertakan penggalan ayat Kitab Eksodus "Kami akan melakukan [apapun yang Tuhan perintahkan] dan [kemudian] kami akan mendengarkan" sembari menyampaikan pendapatnya bahwa pengikut Jabotinsky akan patuh secara buta.

Tanpa tedeng aling-aling mengungkapkan keinginannya memiliki seorang pemimpin tunggal kharismatik memang ciri gerakan Revisionis Maksimalis. "Dalam sebuah pertemuan gerakan Revisionis di Wina pada musim panas 1932, seorang anggota kelompok lain, Wolfgang von Weisl, mengusulkan agar Jabotinsky dinyatakan sebagai pemimpin tertinggi gerakan dan diberi hak otoritas tanpa batas (Jabotinsky menolak gagasan itu)," sebut Dan Tamir, sejarawan penulis Hebrew Fascism in Palestine, 1922-1942, di Haaretz.
Kampanye Zionisme di Palestina


Apapun itu, Italia dipandang sebagai model terbaik bagi negara-negara di Eropa dan Israel. Ahimeir menyatakan bahwa negara semacam Yugoslavia tidak menemukan jalan selain menerapkan model kediktatoran ala Italia. "Di Yugoslavia, kediktatoran kita lihat terbukti. Parlementarisme tidak berdaya menyelesaikan banyaknya masalah dalam negeri."


Sementara itu, Yeivin telah menyatakan Nazisme sebagai suatu gerakan pembebasan nasional. Shindler juga menunjukkan pembelaan Ahimeir kepada rasisme yang dilakukan Nazi. Bagi Ahimeir, rasisme yang ditemui dalam Nazi Jerman juga ada di Amerika Serikat (AS) dan Afrika Selatan.

Menyusul dilantiknya Hitler sebagai kanselir Jerman pada 1933, para Maksimalis yakin bahwa ada pelajaran yang dapat diambil dari bangkitnya Nazi menuju kekuasaan. Sedangkan koran Hazit HaAm menyatakan bahwa pers Yahudi telah bereaksi berlebihan terhadap Hitler dan Nazisme, padahal "Perbedaan antara Hitler dan Thaelmann [pemimpin Komunis Jerman] bahwa yang satu anti-Semit secara subjektif dan satu lagi secara objektif."

Para Fasis dari Israel

Dalam "From a Fascist's Notebook to The Priciples of Rebirth: The Desire for Social Integration in Hebrew Fascism, 1928-1942" (2014), Dan Tamir menelaah bahwa pelbagai artikel yang ditulis tokoh-tokoh Revisionis Maksimalis selama 1920-an hingga 1930-an mencerminkan ciri kelima fasisme yang dibedah Robert O. Paxton dalam The Anatomy of Fascism (2004), sebuah buku yang diterjemahkan ke bahasa Ibrani oleh Tamir. Ciri yang dimaksud ialah kebutuhan untuk pengintegrasian lebih erat masyarakat yang lebih murni, baik secara sukarela maupun melalui paksaan.

zionisme 

Dalam artikelnya di Haaretz, Tamir menceritakan bahwa trio Ahimeir, Yeivin, dan Greenberg memandang orang Yahudi secara keseluruhan dan Zionis secara khusus sebagai korban dalam sejarah Eropa dan Palestina. Mereka memuja kekerasan politik, terutama yang ditujukan kepada kelompok liberal secara khusus dan lawan secara umum.


Meski demikian, gerakan ini tidak berumur panjang. Ahimeir, Zvi Rosenblatt dan Avraham Stavsky dituding membunuh Chaim Arlosoroff, pemimpin buruh Zionis pada Juni 1933. Ahimeir lepas dari tudingan itu, namun dihukum karena memimpin organisasi ilegal dan dipidana dua tahun penjara. Tak lama, Doar Hayom berhenti terbit.


Tamir juga mencatat bahwa pemujaan Brit Habiryonim terhadap Hitler juga berumur pendek. Beberapa anggota organisasi ini bahkan memprotes pemerintahan Nazi dan mencuti bendera Swastika di konsultan Jerman di Tel Aviv. Sementara itu, kebersamaan Brit Habiryonim dengan Mussolini berlangsung hingga 1938, tahun ketika Il Duce mengesahkan hukum ras seperti yang diterapkan Nazi. Dua tahun sebelum itu, terbit sebuah buku berjudul Mussolini, His Personality and His Doctrine di Tel Aviv. Buku itu ditulis Zvi Kullitz.

Kullitz menempuh studi pelayaran di Italia pada era fasis Mussolini sejak 1933 hingga 1936. Selain dia, ada juga Avraham Stern, seorang alumni University of Florence. Sesampainya di Palestina, Stern gabung Irgun Tzvai Leumi, organisasi militer nasional Revisionis. Setelah Perang Dunia II, Stern keluar dan mendirikan organisasi Lehi, pejuang kemerderkaan Israel.

Pandangan Stern terangkum dalam buku Principles of Birth yang ditulisnya. Stern, sebagaimana para penganut Revisionis, menolak kebijakan Mandat Inggris atas Palestina. Untuk melawan Inggris, Stern berusaha menghubungi perwakilan Italia di Palestina dan Jerman di Beirut. Pada Februari 1942, Stern ditangkap dan dibunuh polisi Inggris. November tahun itu, pasukan koalisi Poros Jerman, Italia, Jepang kalah.


Sejarah Tragis George Eastman, Pencipta Kodak yang Mati Bunuh Diri | Pegawai Jalanan


Pada 1878 seorang pemuda asal Amerika Serikat bernama George Eastman hendak pergi berpetualang. Santo Domingo, Republik Dominika, adalah tujuannya. Sesuai saran teman kerja, Eastman kemudian membawa peralatan fotografi guna mengabadikan perjalanannya.


Jangan membayangkan peralatan fotografi pada zaman Eastman hidup sudah praktis seperti saat ini. Kamera sebesar microwave, tripod besar, plat kaca untuk memproses emulsi fotografis, serta beberapa bahan kimia, harus ikut diangkut. Perlu seekor kuda untuk mengangkut satu paket peralatan fotografi kala itu.
kamera pertama didunia

Eastman seakan harus memilih: melakukan perjalanan tanpa beban tapi tak menghasilkan dokumentasi atau menghasilkan dokumentasi tapi harus bersusah payah.


Dalam jurnal berjudul “Technology and the Market: George Eastman and the Origins of Mass Amateur” yang ditulis Reese V. Jenkins, menyatakan bahwa kesengsaraan membawa peralatan fotografi seperti yang dialami Eastman sudah lazim terjadi. Sejak kali pertama fotografi komersial diperkenalkan pada 1839 hingga akhir 1870-an, fotografi merupakan "mainan" yang tak praktis dan barang mewah. Selain itu, membutuhkan teknik yang rumit dalam menciptakan foto.


Kamera yang dibawa Eastman saat melancong ke Santo Domingo saja membutuhkan biaya setara dengan $118,7 pada hari ini. Biaya yang dikeluarkan sebesar itu hanya untuk mempelajari bagaimana memotret menggunakan kamera seukuran microwave, belum sampai pada biaya produksi. Segala kesulitan semacam ini hanya mau dilakoni oleh mereka dari kalangan profesional di bidang fotografi.


Pada zaman Eastman hidup, fotografi lebih serupa kerja sebagai laboratorium kimia. Pada 1850-an misalnya, untuk menghasilkan foto, dibutuhkan proses fotografi yang menggunakan teknik wet-collodion, teknik yang mencampurkan soluble iodide dan larutan collodion guna melapisi plat kaca. Teknik ini kali pertama dikembangkan oleh Frederick Scott Archer.


Namun, pengalaman susahnya berpetualang sambil membawa peralatan fotografi malah mendorong Eastman memutar otak untuk menciptakan teknik dan peralatan fotografi yang mudah dan praktis.

Kelahiran Kodak


Artikel pada British Journal of Photography yang terbit di akhir dekade 1870-an kemudian mengubah hidup Eastman. Dalam artikel itu, ditulis bagaimana membuat campuran kimia emulsi gelatin sensitif. Suatu bahan untuk menciptakan foto. Dalam “George Eastman: Founder of Kodak and the Photography Business” yang ditulis Carl W. Ackerman, disebutkan bahwa bahan untuk menciptakan formula itu ialah: Gel 40 grs, Bro Am 23¼ grs,Water ¾ oz, dan Silver 40 grs.

Eastman bersama kameranya

“Artikel berbahasa Inggris ini mengarahkan saya pada arah yang benar. Saya mulai mempelajari teknik ini di waktu luang—yang pada saat itu saya masih berstatus pegawai bank—untuk menyusun racikan emulsi yang dapat melapisi dan kemudian kering pada plat kaca,” kata Eastman sebagaimana yang dikisahkan Ackerman.

Ia rupanya tak ingin hanya sebagai orang yang mampu meniru sebuah teknik, Eastman kemudian menyempurnakan ramuan pada artikel itu dengan bereksperimen lebih lanjut. Tiga tahun berselang, dengan mengorbankan waktu luangnya, plat kering untuk melakukan proses fotografi akhirnya ia ciptakan.

Dengan memanfaatkan plat kering ciptaan Eastman, fotografer tak harus memikirkan bahan kimia atau kamar gelap—tempat untuk melakukan proses kimiawi fotografi. Pada 1880, tak hanya plat kering saja yang ia ciptakan, tapi mesin untuk memproduksi massal gambar pun ia ciptakan.

“Tidak akan ada orang yang akan melakukan proses pelapisan plat dengan tangannya selepas mereka melihat mesin (yang saya ciptakan),” ucap Eastman.

Paten berkode US226503 dengan judul “Method and Apparatus for Coating Plate” kemudian menjadi miliknya. Temuannya itu membawa Eastman masuk ke dunia bisnis fotografi. Namun, Eastman masih tak memutus statusnya sebagai pegawai bank.

Plat kering ciptaan Eastman laku di pasaran. Guna meningkatkan bisnisnya, mau tak mau Eastman harus menambah modal. Pada 1881, ia kemudian bermitra dengan Henry A. Strong, seorang pebisnis lokal. Mereka berdua selanjutnya mendirikan perusahaan bernama Eastman Dry Plate Company.

Selanjutnya, pada 1884 Eastman kemudian bermitra dengan William Hall Walker. Selain mengembangkan bisnis, kolaborasi itu juga dilakukan untuk mengembangkan dunia fotografi. Fotografi dengan gulungan film pengganti fotografi plat kaca, salah satunya diinisiasi oleh mereka. Selain film, kolaborasi antara Eastman dengan Walker pun melahirkan salah satu yang fenomenal di dunia fotografi: Kodak.

kamera dari masa ke masa

Eastman kemudian mendaftarkan Kodak sebagai merek resmi pada 4 September 1888, tepat hari ini 131 tahun lalu. Tanggal itu lalu dijadikan patokan sebagai tanggal berdirinya perusahaan Kodak.

Mengutip laman Metropolitan Museum of Art, Kodak berarti “teman kamera”. Istilah kodaking, kodakers, dan kodakery kemudian muncul untuk memiliki arti seperti istilah googling pada masa kini.

“You press the button, we do the rest” adalah moto Kodak kala itu. The Kodak, kamera yang diluncurkan pada 1888 merupakan salah satu tonggak sejarah fotografi modern. Kamera ini, mengubah kesulitan-kesulitan orang yang hendak membuat foto menjadi mudah.

Kala itu, kemampuan kamera yang bisa digunakan untuk 100 pengambilan gambar seharga US$25. Pemakai hanya perlu mengembalikan kamera ke Kodak untuk diproses dengan biaya cetak sebesar US$10. Hingga 1898, ada 1,5 juta roll film yang dihasilkan para fotografer amatiran.

Kisah Hidup Eastman yang Tragis

Eastman lahir pada 12 Juli 1854 di Waterville, New York, AS. Ia putra dari Maria Kilbourn dan George Washington Eastman. Dalam buku berjudul “George Eastman: A Biography” oleh Elizabeth Brayer, disebutkan bahwa keluarganya berasal dari daratan Inggris. Thomas Kilbourn, leluhur sang ibu berlayar menggunakan perahu kayu bernama “Increase” dari Inggris ke Connecticut pada 1635. Sementara Roger Eastman, leluhur sang ayah, merantau dari Wales ke New Hampshire memanfaatkan kapal layar bernama “Confidence” pada 1638.

George Eastman

Sebagai imigran, dua keluarga itu hidup dalam kesederhanaan. Trah Eastman, memulai hidup di tanah Amerika dengan bekerja sebagai tukang kayu. Meskipun keluarga sederhana, cita-cita tinggi tersemat di anak-cucu keluarga ini. Ayah Eastman, George Washington, ingin menciptakan lembaga pendidikan.


Ketika Eastman berumur 5 tahun, keluarganya pindah ke daerah bernama Rochester. Sang ayah memulai lembaga pendidikannya bernama Eastman Commercial College. Sayangnya, nasib mujur tak menyertai keluarga ini. Tak berselang lama, George Washington meninggal. Eastman Commercial Collage kemudian menghadapi masalah finansial. Keluarga kecil itu tak luput dari masalah ekonomi.

Eastman tak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Di umur 14 tahun ia mesti bekerja membantu keuangan keluarganya berikut juga membantu pembiayaan saudara perempuan Eastman yang terkena polio. Pekerjaan pertamanya ialah sebagai pembawa pesan di perusahaan asuransi. Uang sebesar US$3 sepekan jadi imbalan. Kemudian, di perusahaan asuransi lainnya, Eastman memperoleh kerja baru, sebagai office boy.

Posisi yang rendah dan bergaji kecil tak mematahkan semangat Eastman. Selepas bekerja, ia mempelajari ilmu akuntansi. Setelah 5 tahun kemudian ia naik pangkat. Eastman bekerja di bank lokal di tempat tinggalnya sebagai staf junior. Uang sebesar US$15 per pekan mampu ia kantongi.

Artikel tentang ramuan emulsi fotografi yang ia baca di akhir dekade 1870-an dan kelahiran Kodak mengubah hidup Eastman. Sayangnya, kejayaan itu tak hidup selamanya. Pada masa tua Eastman, justru penuh dengan masalah. Robert I. Simon dalam bukunya berjudul “Suicide Assessment and Management” mengatakan bahwa masalah yang diderita Eastman bercabang. Mulai dari kesehatan, kehilangan anggota keluarga, isolasi sosial, hingga depresi.

Pada 14 Maret 1932 atau saat ia berusia 78 tahun, bersama hisapan rokoknya dan selepas dikunjungi beberapa orang mulai dari asisten pribadi hingga eksekutif Kodak, Eastman mengakhiri hidupnya. Ia mati dengan menembak diri di kamarnya. Pesan terakhir berbunyi: “Kepada teman-temanku. Pekerjaanku telah usai. Kenapa harus menunggu? George Eastman”.
G. Eastman 

Beberapa dekade setelah kematian Eastman, nyatanya dunia fotografi tak pernah usai berinovasi. Kehadiran kamera digital yang menggantikan teknologi konvensional telah mengubah segalanya termasuk bisnis perusahaan-perusahaan fotografi seperti Kodak. Kemunculan smartphone dengan fitur kamera juga menegaskan perubahan seabad lebih sejak Eastman sempat berjaya dengan temuan yang revolusioner pada zamannya.

Penyunting : Admin PJ
Sumber Literasi : https://tirto.id/sejarah-tragis-george-eastman-pencipta-kodak-yang-mati-bunuh-diri-cDRV

Mengenal Badarawuhi, Sosok Penguasa Hutan yang Ada dalam Cerita KKN Mistis Desa Penari | Pegawai Jalanan

bingung mau nulis apa
Masih ingat kah kalian dengan cerita KKN Desa Penari? pasti tentunya masih ingat. Cerita ini adalah kisah horror yang sempat memuncaki trending selama kurang lebih satu pekan di berbagai media sosial. Pengalaman mistis dan mengerikan yang dialami oleh 6 orang mahasiswa ini turut dirasakan oleh para pembaca. Pegawai Jalanan yang sebenarnya kurang tertarik untuk membaca ceritanya, ternyata tamat juga membaca cerita KKN tersebut, bahkan malah ketagihan dan penasarannya makin menjadi-jadi.
Ada banyak sekali hal yang terjadi setelah cerita ini viral. Mulai dari netizen yang melakukan investigasi ke tempat kejadian, orang-orang yang meminta agar dibuatkan versi filmnya, hingga sang penulis yang kemudian menerbitkan cerita ini dalam versi novel –yang tentunya lebih detail dan lengkap.
Namun, selain Bima dan Ayu yang menjadi pemeran utama, sekaligus tokoh yang terkena kutukan hingga meninggal dunia, ada lagi satu sosok yang tak kalah penting, yaitu Badarawuhi. Sebelum ini, ia bukanlah sosok terkenal dan tak banyak diulas. Pasca kisah KKN ini viral, Badarawuhi menjadi misteri lain yang berhasil dikuak oleh netizen. Siapakah dia? Mari kita simak dalam ulasan berikut ini.

Badarawuhi adalah penguasa hutan di desa yang menjadi latar KKN

Di desa di mana Bima dkk melaksanakan KKN, penduduknya tidak menyebut nama langsung untuk merujuk Barawuhi. Ibaratnya Voldemort dalam Harry Potter yang lebih dikenal dengan ‘you know who’. 
ilusterasi

Namun, tetua kampung itu kemudian menjelaskan setelah salah satu dari anak KKN ternyata telah bertemu dan mengetahui namanya. Badarawuhi adalah ratu penguasa hutan di desa di mana KKN tersebut dilaksanakan. Ia adalah salah satu pemilik sinden (tempat mandi para penari) di hutan tersebut sebelum mereka manggung dan disaksikan oleh para lelembut yang ada di sana. untuk cerita yang lebih detail, kalian bisa membaca sendiri ceritanya yang sudah betaburan di jagat maya ini.


Badarawuhi yang marah karena tempat suci mereka yang dipakai untuk perbuatan terlarang

ilusterasi
Selain menjabat sebagai ratu dan pemilik sinden, Badarawuhi juga punya tugas menari dan menyenangkan para penjaga (makhluk halus lain) hutan. Tempat yang dikunjungi oleh Bima dan Ayu dalam KKN Desa Penari adalah lokasi keramat yang sebenarnya tak boleh dimasuki oleh manusia. Sialnya, tak hanya masuk saja, Ayu dan Bima juga melakukan hubungan intim atau dalam bahasa pasarnya tidak bisa kami sebutkan disini, perbuatan tersebut membuat sang Badarawuhi murka dan mengutuk mereka berdua. Ayu dalam hal ini harus menjadi seorang penari dan menggantikan posisi Badarawuhi selama ini. Sementara Bima, harus mengawini Badarawuhi –yang kemudian melahirkan ribuan anak yang berwujud ular.

Badarawuhi yang berwujud separuh ular separuh manusia

ilusterasi badarawuhi

Ada banyak tanggapan mengenai cerita ini. Sebagian netizen percaya, lalu sebagian lagi menganggap bahwa hal itu hanyalah fiktif belaka alias karangan penulis saja. Namun, dari beberapa sumber yang betebaran di youtube, seperti contohnya, Om Hao dari tim Kisah Tanah Jawa menjelaskan bahwa memang yang diceritakan adalah kisah nyata. “Ini sebenernya ceritanya apa adanya, bener, nyata. Cuman secara packagingnya, pengemasannya itu untuk cerita pake ditambahi fiktif karena berkaitan dengan penyajian,” seperti yang dia ungkap pada media online Om Hao juga mengatakan bahwa Badarawuhi adalah salah satu primadona, sosok penari yang digambarkan memiliki kecantikan yang luar biasa, wujudnya separuh ular dan separuh manusia atau siluman. Om Hao juga mengatakan bahwa dirinya sempat diseret sebentar ke Desa Penari ini saat ia mengunjungi daerah tersebut. 

Setiap daerah, hutan, desa, mereka punya adat tersendiri yang harus dipatuhi –apalagi oleh para pendatang. Melakukan hal yang di luar batas kewajaran tentu akan mengganggu kenyamanan, termasuk makhluk selain manusia. Jika Bima dan Ayu tidak melanggar apa yang sudah diberitahukan kepada mereka oleh Pak Prabu, mungkin KKN ini tak akan seseram ini ceritanya. Dan yang pasti, Badarawuhi tak akan pernah marah dan memberi kutukan kepada dua anak manusia itu.

Bagaimana? Apakah kalian sudah ada gambaran siapa itu Badarawuhi? Ingat seperti yang sudah kami tuliskan dalam setiap deskripsi video kami, "JANGAN TELAN MENTAH-MENTAH INFORMASI DARI KAMI. CROSS CHECK TERLEBIH DAHULU" yang kami tulis menggunakan huruf kapital. Itu mengindikasikan bahwa informasi yang kami sajikan bisa salah atau malah mungkin benar, percaya atau tidak kami serahkan sepenuhnya kepada kalian semua sebagai pendengar dan penonton setia pegawai jalanan. Ambil yang baik buang yang buruk, setan, dedemit, jin, dan iblis itu ada tetapi kita tidak diperkenankan untuk takut dan tunduk pada makhluk yang jelas-jelas sama dengan kita, sama-sama ciptaan Tuhan. Apalagi sampai harus berhubungan dengan mereka, sungguh hal yang sangat dilarang oleh agama, terutama kita yang beragama Islam. Semoga artikel ini ada manfaatnya.

Penulis : Admin PJ
Sumber Literasi : Hasil karangan otak sendiri

Sejarah Revolusi Rusia: Lahirnya Republik Sosialis Pertama di Dunia | Pegawai Jalanan

Ketika pertama berkunjung ke Uni Soviet pada awal 1960-an, ahli sejarah kulit hitam asal Guyana Walter Rodney terkejut menyaksikan buruh dan tani memadati bandara. Mereka menanti penerbangan dengan pesawat Tupolev 104. Seingat Rodney, yang sampai hari itu masih membayangkan bandara sebagai “institusi yang sangat borjuis”, hanya orang-orang tertentu (kelas atas) yang enteng bepergian dengan pesawat—dan Rodney bukan salah satunya.

Walter Rodney kiri

Begitu ke luar dari pintu bandara, ia makin tercengang saking banyaknya penjual buku di trotoar. “Bahkan di Amerika, orang bisa beli hotdog dan hamburger di trotoar, tapi tidak buku,” catat Rodney sebagaimana dikutip dalam Walter Rodney Speaks: The Making of an African Intellectual (1990).

Bagi Rodney dan banyak intelektual dunia terjajah lainnya, Uni Soviet adalah panutan: sebuah anti-tesis untuk bangsa-bangsa Eropa lainnya yang telah mengobrak-abrik, memiskinkan, dan memperbudak Afrika. Seperti halnya spirit Revolusi Perancis mendorong para budak Haiti untuk membebaskan diri dari bos-bos perkebunan kulit putih dan mendirikan republik pertama (1804) di luar Eropa dan Amerika, pendirian Uni Soviet mengilhami rakyat terjajah untuk menghabisi feodalisme, kapitalisme, dan imperialisme sekaligus—entah itu di Tiongkok, Kuba, Vietnam, Kongo, atau Tanzania.

propaganda unisoviet


Pada 7 November 1917 (atau 25 Oktober menurut kalender Rusia lama), tepat hari ini 101 tahun lalu, Revolusi Bolshevik mulai meletus. Para buruh dan tentara yang lelah berperang menduduki kantor-kantor pemerintahan di Petrograd (kini Saint Petersburg) dan malam keesokan harinya merebut Istana Musim Dingin, benteng terakhir Pemerintahan Provisional yang delapan bulan sebelumnya menggulingkan Tsar.


Hingga 1917, belum genap abad ke-20 berusia dua dasawarsa, Imperium Rusia telah diguncang tiga revolusi. Revolusi pertama, pada 1905, berhasil memaksa Tsar mendirikan Parlemen Duma, parlemen pertama sejak Imperium Rusia diproklamirkan oleh Tsar Ivan VI pada 1721—itu pun sempat dibekukan Tsar untuk mengusir anasir-anasir radikal. Revolusi kedua, Februari 1917, sukses menggulingkan monarki dan menggantikannya dengan republik. Revolusi ketiga—sering disebut “Revolusi Komunis”, “Revolusi Bolshevik”, atau “Revolusi Oktober”—yang meletus beberapa bulan setelah revolusi kedua, berhasil menyelamatkan Rusia dari ancaman kediktatoran militer, memadamkan Perang Dunia I, dan mendirikan republik sosialis pertama di dunia.

Revolusi Bolshevik

Revolusi Oktober tak hanya mengejutkan tatanan dunia kapitalis, tapi juga kaum Marxis yang ingin menggulingkannya. Mereka bertanya-tanya: bagaimana mungkin sebuah revolusi sosialis terjadi di tempat yang masih setengah feodal dan kapitalismenya belum sempurna? Haruskah tesis Marx—yang diikuti mayoritas kaum sosialis Rusia—tentang transisi dari masyarakat kapitalis ke sosialis direvisi? Mengapa revolusi justru tidak terjadi di negeri dengan kapitalisme lebih matang seperti Jerman?

Proletariat Industri adalah Kunci

Rusia di bawah Tsar memang sering disebut sebagai teladan buruk Eropa: terbelakang, feodal, dan telat mengalami industrialisasi. Praktik perhambaan (serfdom) yang mulai ditinggalkan sejak abad 14 di Eropa Barat masih bertahan di negeri Beruang Merah hingga 1865. Industrialisasi baru efektif berjalan hampir dua dekade kemudian, kalah 50 tahun dari Jerman dan Perancis, dan hampir seratus tahun dari Inggris.

“Sementara orang-orang barbar dari barat bermukim di puing-puing kebudayaan Romawi yang menyediakan bongkahan batu-batu tua untuk dibangun kembali, orang-orang Slav di timur cuma bisa menatap hamparan tanah yang kosong: jenjang kebudayaan nenek moyang orang-orang Slav itu bahkan lebih rendah dari mereka sendiri,” tulis protagonis Revolusi Oktober 1917 Leon Trotsky dalam The History of The Russian Revolution (1962: 3).

Tak ada parlemen, tak ada kelas kapitalis yang kuat, dan selama berabad-abad tak ada pangeran yang cukup mampu menentang sentralisasi kekuasaan di bawah Tsar di Moskow.
Tsar Alexander II

Tapi Rusia punya kaum tani yang radikal. Di bawah Tsar Alexander II, penghapusan praktik perhambaan (1861) gagal mengemansipasi petani. Dibebaskan tapi tak diberi tanah, sebagian besar dari mereka dipaksa jadi buruh atau tentara. Bertahun-tahun kemudian, catat sejarawan Sheila Fitzpatrick dalam The Russian Revolution (1994), industrialisasi serba mendadak di bawah Perdana Menteri Sergei Witte tak berhasil mendorong buruh-buruh kota menyesuaikan diri dengan disiplin pabrik dan gagal memutus koneksi mereka dengan kaum tani tradisional.


Radikalisasi petani sejak paruh kedua abad ke-19 berlangsung seiring mekarnya gagasan-gagasan sosialisme agraria yang salah satunya diwujudkan dengan aksi-aksi terorisme anti-Tsar yang akhirnya membunuh Alexander II dan justru memperkuat represi negara. Pada 1887, Alexander Ulyanov, abang Lenin, protagonis utama dalam Revolusi Bolshevik, digantung lantaran terlibat konspirasi pembunuhan terhadap Tsar Alexander III, suksesor Alexander II.

Alexander Ulyanov

Selama puluhan tahun, kaum tani radikal menghendaki bubarnya monarki dan mampusnya industri modern. Kelahiran Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (1898)—kelak terbelah jadi Menshevik dan Bolshevik—menggeser wacana populisme agraria sebagai ideologi dominan gerakan kiri Rusia dan menggantikan kaum tani dengan buruh sebagai agen revolusi.

Bahkan lebih dari itu, faksi Bolshevik meyakini bahwa tahap revolusi borjuis—yang diharapkan kaum Marxis ortodoks bakal mendatangkan demokrasi liberal—mesti dilompati. Ini bisa terjadi lantaran kondisi objektif Rusia praktis mendudukkan negara—yang dibantu segelintir bisnis asing—sebagai pemain utama dalam kapitalisme dengan birokrasi yang jauh dari efektif. Walhasil, agenda penghancuran monarki, revolusi politik, modernisasi ekonomi, dan penghapusan masyarakat kelas terletak di pundak proletariat industri.

Dari Krisis ke Revolusi

Jika kekalahan Rusia melawan Jepang pada 1905 memicu krisis politik di dalam negeri dan memaksa Tsar untuk membuat konsesi dengan kaum liberal, kekalahan pasukan Rusia di sejumlah front Perang Dunia I memicu demoralisasi di kalangan tentara, menguras sumber daya domestik, dan akhirnya menyeret Dinasti Romanov sejengkal lebih dekat ke regu tembak.
keluarga romanov tsar terakhir

Revolusi Februari 1917 (atau Maret dalam kalender Rusia lawas) meletus setelah serangkaian protes dan pemogokan buruh di Petrograd sejak minggu-minggu terakhir 1916. Pada 23 Februari, para buruh perempuan dari pabrik-pabrik tekstil turun ke jalan memperingati Hari Perempuan Internasional. Hanya seminggu setelahnya, Tsar turun takhta dan digantikan oleh Pemerintahan Provisional, yang sejak pertengahan tahun diisi kader-kader Partai Sosialis Revolusioner—pewaris gerakan populis agraria dari abad sebelumnya—dan kaum Menshevik.

Selama beberapa bulan, meski sukses mengeluarkan sejumlah kebijakan progresif seperti penjaminan atas kebebasan pers, hak berserikat, dan hak pilih untuk perempuan, Pemerintahan Provisional yang menggulingkan Tsar terus ditekan oleh Soviet Petrograd (dewan perwakilan kota yang terdiri dari buruh dan tentara) lantaran gagal menghentikan perang dan memastikan kesediaan stok pangan.

Di sisi lain, seperti dicatat Sheila Fitzpatrick (hlm. 42), delapan bulan penuh ketidakstabilan di bawah Pemerintahan Provisional justru memberikan kesempatan bagi Partai Bolshevik untuk berubah dari organisasi bawah tanah menjadi partai massa, dengan anggota yang membengkak dari puluhan ribu ke ratusan ribu.
spanduk bertuliskan komunism

Pada September 1917, Perdana Menteri Pemerintahan Provisional Alexander Kerensky terpaksa mengoper ribuan pucuk senjata ke buruh dan tentara Petrograd yang telah berada di bawah pengaruh Bolshevik untuk menggagalkan kudeta yang diluncurkan panglima militer Rusia Jenderal Lavr Kornilov.

Dengan bedil di tangan Bolshevik, selebihnya adalah sejarah: tak genap dua bulan kemudian, meletuslah Revolusi Oktober.


Namun, tak lama setelah Rusia meneken Traktat Brest-Litovsk yang menandai penarikan mundur Rusia dari Perang Dunia I, elemen-elemen kontra-revolusioner langsung berbaris untuk membabat Moskow. “Jika Bolshevik-Bolshevik bajingan ini diizinkan mengendalikan Rusia]” tulis Dubes AS untuk Rusia David Francis sebagaimana dicatat China Mieville dalam October: The Story if the Russian Revolution (2017), “mereka bakal mengacaukan pemerintahan di seluruh dunia dan menjadi ancaman bagi masyarakat” (hlm. 310).


Sejak itu, sekutu-sekutu Rusia selama Perang Dunia I—Perancis, Inggris, dan AS—hingga musuh seperti Jerman bersatu mengganyang revolusi dan menduduki sebagian wilayah Rusia. Di sejumlah negeri inilah kelak sentimen anti-komunis merebak dan menemukan wujudnya yang paling ekstrem dalam fasisme Jerman. Perang Sipil pun pecah dan berlangsung selama empat tahun sampai akhirnya dimenangkan kubu komunis yang secara resmi memproklamirkan berdirinya Uni Soviet pada 22 Desember 1922.

Ada anekdot yang beredar kala itu bahwa pada Januari 1918, Lenin menari di tengah hamparan salju merayakan usia revolusi yang telah bertahan lima hari lebih lama dari Komune Paris, pemerintahan buruh pertama di Perancis yang bertahan sekitar tiga bulan pada 1871. Kekhawatiran Lenin akan tumpasnya revolusi berakhir seiring kemenangan Rusia di Perang Sipil pada 1922.

komunis menduduki paris

Namun, nasib yang tak lebih baik dari Komune Paris rupanya benar-benar terjadi bagi gerakan-gerakan kiri radikal di seluruh dunia yang menggencarkan pemberontakan bersenjata setelah Revolusi Oktober. Sepanjang 1918 hingga 1920-an awal, republik merah diproklamasikan dari Bavaria di Jerman, Finlandia, Hungaria, sampai Iran. Mayoritas hanya bertahan seumur jagung akibat kurang persiapan, dihajar elemen-elemen militer sayap kanan, pengkhianatan kubu kiri moderat, atau kombinasi ketiganya.

Dari pengalaman tragis itulah lahir pemahaman bahwa mustahil revolusi proletariat hanya berlangsung di satu negara; ia harus diperjuangkan serempak di berbagai belahan dunia.

Pada 1920, Bolshevik menyelenggarakan Kongres Bangsa-Bangsa Timur di kota Baku, Azerbaijan. Dikenal sebagai Kongres Baku, pertemuan yang dihadiri wakil dari Persia, Turki, Asia Tengah, hingga negeri-negeri Arab itu menghasilkan keputusan krusial: kaum komunis mendukung penuh kaum nasionalis radikal di negeri-negeri terjajah untuk merdeka dari belenggu tuan-tuan Eropa mereka.

Pada kongres itu pula Partai Komunis Belanda menyerukan “penghancuran kapitalisme Belanda” dan menyatakan bergabungnya “Sarekat Islam untuk perjuangan bersama melawan para penindas Belanda”.

Penyunting : Admin PJ

Sumber Literasi :


https://tirto.id/sejarah-revolusi-rusia-lahirnya-republik-sosialis-pertama-di-dunia-c9n4