F April 2020 ~ PEGAWAI JALANAN

Selasa, 21 April 2020

Umat Islam Seluruh Dunia Wajib Berterimakasih Kepada Bung Karno, Inilah 4 Jasa Bung Karno | Pegawai Jalanan

Bung Karno Sedang Berdoa

Setiap pemimpin pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, karena mereka adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Tak terkecuali Presiden Pertama Republik Indonesia Sekaligus Proklamator kemerdekaan negara tercinta ini. Akan tetapi kali ini kita akan membicarakan hal baik tentang beliau yang sudah sangat berjasa bagi negara ini, Umat Islam bahkan dunia.  Bung Karno tak hanya dikenal di dalam negeri, di masanya, beliau menjadi salah satu tokoh dunia yang disegani. Banyak peran dan kontribusinya untuk dunia, termasuk di dalamnya adalah KAA, Gerakan Non Blok, dan lain-lain, yang tak lain adalah bentuk keprihatinan beliau melihat kondisi dunia waktu itu. Tinta emas pun tertoreh untuk gagasan-gagasan cemerlang Putra Sang Fajar. 
Bung Karno juga salah satu pemimpin dunia saat itu yang begitu concern terhadap kemaslahatan umat islam. Berikut ini adalah beberapa peran beliau di dunia Islam yang patut kita kenang dan patut banggakan.
Menemukan Makam Imam Bukhari


Makam Imam Bukhari
Imam Bukhari merupakan sosok penting bagi umat Islam di dunia. Ya, ia adalah salah satu perawi hadits paling termasyhur selain Imam Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah maupun An Nasa'i. Ia berperan besar dalam mengisahkan jejak kehidupan Nabi Muhammad SAW. Namun, siapa sangka jika penemuan makam Imam Bukhari tak terlepas dari jasa Soekarno.
Penguasa tertinggi Uni Soviet (kini Rusia) kala itu, Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang Soekarno ke Moskow pada tahun 1961. Putra sang fajar mau datang, asalkan Khrushchev dapat menemukan makam Imam Bukhari. Tanpa pikir panjang, Khrushchev menyuruh pasukan elitenya untuk menemukan makam yang dimaksud Bung Karno.
Pencarian itu pun menemui jalan buntu sehingga membuat Khrushchev kalang kabut. Sementara Bung Karno tetap teguh dalam pendiriannya, di mana jika makam yang dia maksud gagal ditemukan, maka dirinya ogah menginjakkan kaki ke Moskow.
Soviet kala itu memang sedang membutuhkan dukungan Indonesia melawan Amerika Serikat (AS). Akhirnya, dengan segala daya dan upaya Khrushchev memerintahkan pasukannya mengumpulkan informasi dari para sesepuh beragama Islam di sekitar Samarkand. Khrushchev pun girang bukan kepalang saat makam Imam Bukhari berhasil ditemukan dalam keadaan sangat tidak terawat.
Pentolan negeri beruang merah itu kemudian memerintahkan pasukannya membersihkan dan memugar makam Imam Bukhari sehingga nampak indah. Setelah semua persiapan itu beres, Khrushchev lalu menghubungi Bung Karno. Bung Karno akhirnya memenuhi janjinya mengunjungi Moskow dan menyempatkan diri berkunjung ke Samarkand pada 12 Juni 1961.
Saat rombongan delegasi MPR RI menginjakkan kaki pertama kali di Bandar Udara Internasional Tashkent, Ibu Kota Uzbekistan, nama Soekarno lah yang pertama kali disebut ketika delegasi memperkenalkan diri dari Indonesia. Salah satunya adalah Elyas, seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang langsung menyebut nama Soekarno ketika berjumpa dengan delegasi yang akan menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada masyarakat Indonesia yang ada di Uzbekistan. Soekarno, kata Elyas, sangat melekat bagi masyarakat Uzbekistan karena dipandang memiliki jasa besar dalam menemukan makam Imam Bukhari. Elyas dan pemuda Uzbekistan mengetahui nama dan jasa Soekarno dari orang tua dan membaca buku-buku yang diterbitkan di Uzbekistan.
Menurut Israil, muazim Masjid Imam Bukhari, menjelang kedatangan Bung Karno pada tahun 1956, kondisi makam tidak terawat dengan baik dan berada di semak belukar, hingga akhirnya pemerintah Soviet membersihkan dan memugar makam tersebut untuk menyambut kedatangan Soekarno. Penghormatan Soekarno terhadap Imam Bukhari dilakukannya dengan cara melepas sepatu dan berjalan merangkak dari pintu depan menuju makam ketika turun dari mobil yang mengantarnya.
Menyelamatkan Universitas Al-Azhar
Universitas Al Azhar
Bung Karno pernah menyelamatkan Universitas Al-Azhar dari ancaman penutupan oleh Presiden Mesir kala itu, Gamal Abdel Nasser. Ancaman penutupan itu berawal ketika Nasser melihat gelagat kalangan ulama Al-Azhar yang bergabung dengan kelompok Ikhwanul Muslimin dalam rangka 'mengusik' kekuasaannya.
Nah, Bung Karno yang mendengar niatan Presiden Gamal lantas berkunjung ke Mesir dalam rangka kunjungan kenegaraan pada tahun 1955 sekaligus membawa misi mempertanyakan langsung niat Nasser bersikukuh ingin menutup universitas kebanggaan rakyat Mesir itu.
Setelah keduanya bertemu dan terlibat dialog, akhirnya Presiden Gamal langsung mengurungkan niatnya menutup Al-Azhar. Sejarah mencatat, hubungan kedua negara ini memang sangat mesra. Sulit agaknya bagi Gamal menolak permintaan Soekarno saat itu.
Menurut Syeikh Goumah, ketika Nasser berniat untuk menutup Al Azhar yang menghebohkan dunia Islam, Presiden Soekarno muncul untuk menyelamatkannya saat berkunjung ke Mesir.
"Presiden Ahmad Soekarno dari Indonesia mempertanyakan niat Nasser tesebut dan mengatakan, 'Ya Gamal, kenapa Anda mau menutup Al Azhar? Ya Gamal, Al Azhar itu terlalu penting untuk dunia Islam. Kami mengenal Mesir itu justru karena ada Al Azhar'," kutip Syeikh Goumah.
"Nasser menjawab, ya, mau bagaimana lagi? Lantas, Ahmad Soekarno menimpali, 'Ya Gamal, tidak ada itu istilah penutupan, Anda wajib menata kembali Al Azhar, mendukungnya dan mengembangkannya, bukannya menutup. "Mantan Mufti Nasional Mesir tersebut mengamini pandangan Bung Karno bahwa Al Azhar dan Mesir ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan, yakni Al Azhar adalah Mesir, dan Mesir adalah Al Azhar. Berkat jasa tersebut, Universitas Al Azhar menganugrahkan doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada Bung Karno dalam kunjungan ketiga ke Mesir pada bulan April 1960.  
Syiekh Agung Al Azhar Mahmoud Shaltut menyematkan gelar kehormatan akademis itu di Gedung Pertemuan Universitas Al Azhar pada Ahad, 24 April 1960, pukul 12.00 waktu setempat, demikian terekam dalam buku, "Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir". Dalam sambutannya, Syeikh Shaltut mengatakan, "Selamat datang di negeri yang damai, negeri Islam. Sesungguhnya Sultan Al Muiz Billah membangun Al Azhar dengan batu-batu, namun Presiden Gamal Abdel Nasser memberi sinar keagungan kepada Al Azhar dengan ilmu, kerja keras dan pertolongan." Bung Karno yang memakai baju kebesaran Al Azhar yang terbuat dari bulu domba menyampaikan terima kasih dan menyatakan kebahagiaannya bahwa kunjungan kedua ke kampus Al Azhar telah mendapatkan kemajuannya.

Merimbunkan Padang Tandus Arafah
Pohon Sukarno
Kiprah spektakuler Bung Karno seakan tak pernah habis dilekang waktu. Ia juga dianggap telah berjasa menghijaukan Padang Arafah yang sangat tandus. Penanaman pohon di Padang Arafah, Arab Saudi berawal dari ide Bung Karno agar umat Islam tidak kepanasan saat menunaikan ibadah haji. Raja Fahd yang begitu menghormati Soekarno lantas mengabulkan permintaannya dan "menyulap" padang tandus nan gersang menjadi pepohonan hijau.
Atas jasa Bung Karno, Raja Fahd kemudian mengabadikan nama "Pohon Soekarno" untuk jejeran pohon yang hingga kini terlihat menghijaukan areal Arafah tersebut. Adapun jenis pohon yang ditanam ialah jenis mimba yang daunnya konon berkhasiat mengobati penyakit diare.
Kondisi Arafah yang hijau royo-royo, tak terlepas dari peran dan gagasan Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno. Ide penghijauan Arafah muncul ketika Bung Karno melaksanakan ibadah haji pada 1955. Saat itu Bung Karno mengutarakan gagasannya melakukan penghijauan kepada Pemerintah Arab Saudi yang dipimpin Raja Fahd bin Abdul Aziz. Ide tersebut pun ditindaklanjuti. Bung karno membuat tim yang diisi orang ahli kehutanan untuk mencari pohon yang cocok ditanam di padang yang terletak 22 km sebelah tenggara Masjidil Haram ini. Kemudian dibawalah bibit pohon yang sanggup tumbuh di lahan tandus langsung dari Indonesia. 
Nama pohon tersebut adalah mindi (melia azedarach) dan mimba (azadirachta indica).  Namun generasi tua Arab Saudi lebih mengenalnya dengan nama Syajarah Karno atau Pohon Karno (Soekarno).  Hal ini mengacu pada sang penyumbang benih yakni Bung Karno.  Untuk mendukung pertumbuhan pohon itu, dibawa pula tanah subur dari Indonesia dan Thailand. Untuk penyiraman, di bawah tanah dipasang pipa air dan setiap pohon mendapatkan satu keran air sendiri. Upaya itu membuahkan hasil. Sejak bertahun-tahun lalu, Arafah hijau royo-royo. Kelestarian pohon itu diharapkan tetap terjaga meskipun 3,5 juta lebih jemaah akan datang, baik saat menunggu maupun saat wukuf berlangsung. Di kawasan tertentu, Syariq Mansyur Makah misalnya, puluhan pohon mimba tumbuh kokoh dengan tinggi sekitar 10 meter. 
Selain itu, Bung Karno juga berjasa atas pembuatan tiga jalur tempat sa’i. Seperti diketahui, tempat sa’i antara Bukit Safa dan Marwa kini terbagi menjadi tiga jalur. Di mana jalur pertama adalah dari Bukit Safa ke Bukit Marwa. Kedua, dari Bukit Marwa ke bukit Safa. Sedangkan jalur ketiga berada di tengah-tengah antara jalur pertama dan kedua yang khusus diperuntukkan bagi mereka yang sudah lanjut usia ataupun cacat fisik yang menggunakan kursi roda.
Kisah Soekarno dan Masjid Biru di Rusia
Masjid Biru
Keberadaan Masjid Biru yang terletak di Kota Saint Petersburg juga tak terlepas dari jasa Soekarno. Bung Karno pernah berkunjung ke masjid tersebut pada tahun 1956 silam. Di era Uni Soviet (kini Rusia), seluruh masjid dan gereja saat itu beralih fungsi menjadi gudang. Masjid itu merupakan satu-satunya masjid yang tidak ditutup.
Bung Karno dianggap berjasa dalam membuka kembali fungsi Masjid Biru yang semula dijadikan gudang. Bung Karno meminta pada pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev, guna mengembalikan fungsi masjid itu. Sebelumnya, masjid itu difungsikan sebagai gudang untuk menyimpan obat-obatan dan senjata.
Dalam kunjungannya ke Uni Soviet pada 1956, presiden pertama Indonesia tersebut menyempatkan diri mampir ke Kota Leningrad (nama Kota Sankt Peterburg kala itu). Kota ini sangat cantik, memiliki arsitektur yang mempesona, dan terletak di delta Sungai Neva. Tak heran, kota ini pernah menjadi rebutan banyak negara.
Di kota ini pula berdiri istana-istana terkenal, seperti Istana Musim Panas Petergof, Istana Musim Dingin Hermitage, serta Benteng Petropavlovskaya. Saat melintasi jembatan Troitskiy yang berdiri di atas Sungai Neva, pandangan Soekarno saat itu tertuju pada bangunan berbentuk masjid yang berada di kejauhan.
Bangunan itu memiliki kubah biru dengan gaya arsitektur Asia Tengah. Dua menara kembarnya yang menjulang tinggi berhadapan dengan beberapa gereja di sekitarnya. Saat itu, Soekarno mengkalkulasi, jika bangunan itu sebuah masjid, pasti mampu menampung lebih dari tiga ribu jamaah Muslim untuk beribadah. Soekarno pun mengajak rombongan mendatangi bangunan itu.
“Sejumlah jadwal kunjungan Presiden Soekarno yang telah disusun ke Leningrad dibatalkan,” cerita Mufti Besar Sankt Peterburg Zhafar Ponchaev seperti dilansir Russia Beyond beberapa waktu lalu.
Setelah tiba, ternyata bangunan tersebut memang secara fisik adalah sebuah masjid, tapi telah beralih fungsi menjadi sebuah gudang.  Di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, seluruh masjid dan gereja di seluruh negeri beralih fungsi menjadi gudang dan beragam kegunaan lain. Masjid Biru, salah satunya, dijadikan gudang sejak Perang Dunia II.  
Setelah kunjungannya ke masjid tersebut, Soekarno kemudian bertemu Nikita Khrushchev, sang pemimpin Soviet. Saat Khrushchev bertanya bagaimana kesan Soekarno mengenai Leningrad, Sang Presiden malah membahas kondisi Masjid Biru yang baru ia kunjungi.  
“Soekarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya sebagai tempat ibadah umat Muslim. Sepuluh hari setelah kunjungan Presiden Soekarno, bangunan ini kembali menjadi masjid,” kata Ponchaev. 
Ini merupakan jasa Soekarno bagi Muslim di Rusia yang mendapatkan kembali tempat ibadahnya. Masjid Biru mulai dibangun pada 1910 ketika umat Islam di Rusia saat itu hanya berjumlah sekitar delapan ribu orang.  Sebagian besar para pekerja yang membangun masjid ini adalah pekerja yang membangun kapal di galangan Sungai Neva. Para pekerja muslim ini berasal dari kawasan selatan Soviet seperti Dagestan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Turkmenistan. 
Izin pembangunan masjid ini diberikan langsung oleh Tsar Nikolay II pada 3 Juli 1907 di Petergof. Sang arsitek masjid, Nikolay Vasilyev, memadukan ornamen ketimuran dan mosaik biru toska pada kubah, gerbang masjid, menara, serta mihrab imam. Tak heran, masjid ini pun lebih dikenal dengan nama Masjid Biru. 
Pembangunan masjid dilakukan setelah dibentuk komite khusus pada 1906 yang diketuai Ahun Ataulla Bayazitov. Emir Bukhara Said Abdoul Ahad tercatat sebagai penyumbang terbesar pembangunan masjid ini.  Said Abdul Ahad membiayai semua biaya pembangunan masjid. Saat resmi dibuka pada 1913, Masjid Biru adalah masjid terbesar di Eropa. Masjid ini memiliki kubah biru setinggi 39 meter dan menara kembar setinggi 49 meter.
Argha Sena
Sumber :  okezone.com, kompas.com, boombastis.com

Senin, 13 April 2020

Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Makanan Khas Nusantara Khususnya Jawa | Pegawai Jalanan


Tidak terasa lebaran akan segera tiba setelah kita selesai melaksanakan ibadah puasa wajib Ramadhan. Ingin sekali rasanya cepat-cepat kembali ke masa di mana semua orang saling memaafkan dan senyum anak-anak yang merekah gara-gara kebanyakan uang. Hal yang paling diingat juga tentu saja adalah jajanan khas lebaran yang membuat kita rindu. Mulai dari ketupat, lontong, lemper dan sebagainya. Sebisa mungkin kita tetap mempertahankan penganan tradisional ini ditengah serbuan produk jajanan ekstrime penuh pengawet seperti yang berserakan di supermarket-supermarket seleuruh negeri. Bukan hanya karena budaya tapi juga makna yang terkandung di dalam jajanan tradisional tersebut. Kebanyakan dari kita hanya tahu majoh atau makan saja, tapi banyak yang tidak tau makna filosofis yang terkandung di setiap sajian makanan tradisional tersebut. Nenek moyang kita memang sungguh sangat luar biasa, karena telah menciptakan jajanan tradisional yang mengandung pesan moral yang sangat dalam pada setiap jajanannya.

Dalam artikel ini kami sajikan 6 jajanan Khas nusantara beserta makna filosofisnya, agar kita semua faham dan tahu maksud dan tujuannya makanan-makanan tersebut di ciptakan. mari kita simak ulasan berikut ini.

1. Lontong


Siapa yang tak kenal dengan makanan satu ini? Ia bisa disajikan dengan berbagai cara. Mulai dikombinasikan dengan rujak, bakso, soto dan sebagainya. Teksturnya yang lembut membuatnya jadi bahan pengganti nasi yang tak kalah lezatnya. Kalau dilihat dari sejarahnya, lontong sudah dibuat oleh orang-orang tua kita sejak zaman dulu. Uniknya, tak hanya berkreasi saja dengan membungkus beras dengan daun pisang, mereka juga menyematkan satu filosofi yang dalam di makanan ini.
Lontong menurut orang Jawa punya filosofi “olo e dadi kotong” atau dalam bahasa Indonesianya, kejelekannya sudah tidak ada atau hilang. Filosofi ini erat kaitannya dengan bulan Ramadhan. Seperti yang kita tahu, selama di bulan suci itu umat islam akan dilebur dosa-dosanya setelah sebulan berpuasa. Hingga akhirnya kembali suci dan fitrah, sehingga dijuluki dengan “olo e dadi kotong”. Lontong tidak harus dimakan setelah bulan puasa, lontong bisa dinikmati kapan saja jika kita mau. Namun kali ini jangan sampai lupa, jika lontong tersebut adalah representasi dari dosa yang telah dihilangkan. Jadi, mudah-mudahan bisa jadi pengingat yang baik agar kita selalu bertaubat agar terampuni semua dosa-dosa.

2. Lepet 


Lepet memang marak di hari lebaran meskipun kita juga bisa menemui makanan ini di kedai kue tradisional. Lepet adalah jajanan yang terbuat dari beras ketan yang bagian dalamnya biasanya terdapat kacang merahnya. Lepet bisa dibungkus dengan daun pisang atau bisa dengan janur muda. Sama seperti lontong, lepet juga punya filosofinya sendiri, yakni “elek e disimpen sing rapet” atau bisa diartikan kejelekannya sendiri disimpan rapat-rapat. Kejelekan adalah aib yang sebisa mungkin jangan pernah diumbar. Namun di zaman sekarang ini yang semuanya serba terbalik, orang-orang malah bangga dengan kejelekannya. Misalnya bangga ketika menang judi, lotre dan sebagainya bahkan ada yang menjual tubuhnya demi se buah like dari netizen. Ketika mengunyah ketan dan kacangnya yang lembut, lepet akan terus menerus mengingatkanmu agar selalu bisa menjaga kejelekan sendiri.

3. Lemper 


Lemper adalah jajanan primadona yang selalu ada dalam setiap acara besar. Mulai dari khitanan, resepsi nikah, sampai bungkusan pengajian. Rasanya memang tiada duanya dan kalau boleh meminjam kata-kata gaul anak zaman sekarang adalah "Indonesia banget". Lemper terbuat dari ketan yang di dalamnya terdapat isiannya, mulai dari abon sampai daging ayam. Penyajiannya biasanya menggunakan daun pisang muda yang warnanya hijau terang.
Lemper juga punya filosofi yang sangat bagus, yaitu “yen dilem atimu ojo memper” yang artinya ketika dipuji maka hatimu jangan sombong atau berbangga diri. Kadang memang demikianlah yang terjadi sekarang. Ketika pujian malah bukan jadi suatu pelajaran justru menumbuhkan rasa kebanggaan berlebihan. Merasa sombong dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Ketika memakan kudapan satu ini kamu juga bisa mengartikan jika di atas dirimu yang sudah hebat itu, masih ada lainnya yang lebih hebat lagi. Lemper memang kue sederhana dan gampang dibuat tapi esensi di dalamnya sangat luas sekali maknanya.

4. Ketupat/Kupat


Kupat atau ketupat ini adalah makanan yang ikonik dengan selebrasi lebaran. Meskipun sebenarnya tak jauh beda dari lontong, namun bentuk kupat yang unik membuatnya tetap berbeda. Seperti yang kita tahu, kupat dibuat dengan cara memasukkan beras ke dalam anyaman janur yang dibuat seperti keranjang bujur sangkar dan kemudian dikukus. Meskipun bisa dimakan dengan apa pun, tapi pasangan sejati ketupat yang paling pas adalah opor ayam dan gulai.
Apakah kalian tahu mengapa kupat umumnya hanya ada di hari lebaran saja? Hari raya Idul Fitri identik dengan maaf memaafkan dan makanan yang paling representatif untuk menggambarkan hal tersebut adalah kupat. “Ngaku lepat” adalah filosofi yang ada di balik makanan tradisional ini yang bisa diartikan mengakui kesalahan. Makanya, ketupat hanya afdol dimakan ketika satu sama lain saling meminta maaf dan mengakui kesalahan.

5. Apem


Apem sangat sering dijumpai dalam acara-acara tradisional dan biasanya jadi salah satu pengisi kotak-kota kue yang dihantarkan. Makanan ini bisa dibilang mirip surabi namun bentuknya lebih bulat serta padat. Rasanya manis dan kadang ditambahkan beberapa buah-buahan seperti nangka. Cara membuatnya dengan menuangkan adonan apem ke semacam cetakan yang berisi bulatan-bulatan. Hal ini menyebabkan apem putih bagian atasnya namun agak hitam dan crispy di bawah.
Apem juga jajanan lawas yang mungkin sudah dibuat beratus-ratus tahun lalu. Apem sendiri mengandung arti “Afwun” dalam bahasa Arab yang bisa diartikan sebagai maaf. Jadi, dulu orang-orang tua sengaja memberi tetangga mereka apem ini dengan tujuan meminta maaf. Makanya apem rasanya manis karena mengandung arti manisnya kata-kata maaf itu sendiri.

6. Kolak 


Ngabuburit paling pas berburu kolak untuk dinikmati saat berbuka puasa setelah adzan magrib. Kolak biasanya terdiri dari umbi-umbian, mulai dari singkong sampai ketela. Kadang juga ditambah kacang hijau, labu dan buah manis seperti nangka atau pisang. Satu lagi bahan yang juga tidak boleh ketinggalan ketika membuat kolak yakni santan. Setelah bahan tercampur maka tinggal ditambahkan gula pasir atau gula merah.
Sama seperti deretan makanan yang sudah kita bahas sebelumnya, makanan ini juga mengandung filosofi bahkan dua arti sekaligus. Kolak biasanya terdiri dari umbi-umbian pendam yang bahasa Jawanya disebut “polo pendem”. Hal ini mengingatkan kita kalau pada akhirnya setiap manusia akan dipendam atau dikubur. Maka sebelum hal tersebut terjadi, kita harus berbuat baik, lakukan kewajiban dan juga pahami filosofi santan. Santan atau biasanya disebut santen mengandung arti “sing salah nyuwun ngapunten” yang artinya adalah siapa pun yang bersalah haruslah meminta maaf. Selain amal, maaf adalah hal yang kita butuhkan saat mati. Ketika seseorang ikhlas memaafkan kita, maka kematian pun akan jauh lebih mudah. Seperti sudah tidak ada beban lagi, lebih-lebih ketika menjalani kehidupan setelah kematian.


Itulah 6 Makanan Khas Nusantara yang mengandung makna filosofis sangat mendalam, Siapa yang menyangka jika deretan makanan di atas tidak hanya menjadi sajian lezat menggugah selera saja, tapi juga mengandung arti yang sangat dalam. Mungkin ini salah satu cara orang-orang tua untuk mengingatkan kepada anak turunannya agar selalu berbuat baik. Ini juga jadi bukti jika orang tua dulu adalah pemikir yang hebat. Bahkan kita mungkin tidak terfikirkan sedikit pun untuk menamai makanan yang lengkap dengan filosofinya seperti ini. Bagimana di daerah kalian masing-masing? apakah makanan khas tradisional tersebut mempunyai makna filosofi yang berbeda? Silahkan ceritakan di kolom komentar.

Argha Sena

Sabtu, 11 April 2020

Wabah Mengerikan Yang Pernah Membunuh Jutaan Manusia Dimasa Lalu Lebih Parah Dari Saat Ini | Pegawai Jalanan


Saat ini kita sedang menghadapi wabah yang tidak pernah kita duga-duga sebelumnya bahkan banyak negara yang tidak siap menghadapi wabah ini termasuk Indonesia. Wabah coronavirus deseases 19 ini kami perkirakan akan yang akan mengubah ekonomi dunia di masa yang akan datang. Dampak yang ditimbulkan dari wabah ini sangatlah mengerikan, karena menyebabkan ribuan orang meninggal setiap harinya. 
Ternyata wabah mengerikan juga pernah terjadi di dunia ini pada masa lalu, dan sudah mengakibatkan kematian yang sangat dasyat lebih parah dari wabah virus yang sedang kita hadapi saat ini. Wabah yang di maksud adalah wabah hitam atau dikenal dengan Maut hitam.
Maut Hitam, disebut juga Wabah Hitam atau Black Death, adalah suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi multiregional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Maut Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga kembali melanda Eropa pada setiap generasi dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa 1700-an. Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia (1629 – 1631), Wabah Besar London (1665 – 1666), Wabah Besar Wina (1679), Wabah Besar Marseille (1720 – 1722), serta wabah pada tahun 1771 di Moscow. Penyakit ini berhasil dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi masih berlanjut pada bagian lain dunia (Afrika Tengah dan Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika Selatan).
Maut Hitam menimbulkan akibat drastis terhadap populasi Eropa, serta mengubah struktur sosial Eropa. Wabah ini mengakibatkan perburuan dan pembunuhan terhadap kaum minoritas seperti Yahudi, pendatang, pengemis, serta penderita lepra. Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan suatu kecenderungan yang tak sehat pada masyarakat untuk hidup hanya untuk hari ini, seperti digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada The Decameron (1353).
Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama "Maut Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, di mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan oleh lalat dengan bantuan hewan seperti tikus rumah, walaupun ada juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.
Selama ribuan tahun, tidak ada penyakit epidemi. Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota, infeksi bisa menyebar dengan lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari kota ke kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi ke populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan belas, 50% anak meninggal sebelum usia lima tahun.
Terdapat beberapa teori mengenai asal dari wabah ini. Salah satu teori yang paling tua adalah bahwa maut hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Wabah ini menyebar di Asia dan merebak di Provinsi Hubei, Cina. Pada tahun 1334. Maut Hitam di Eropa pertama kali dilaporkan berada di Kota Caffa yang berada di Krimea pada tahun 1347.
Antara 1346 dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes atau wabah hitam ini.
Wabah penyakit ini muncul melalui tiga varian penularan. Paling umum merupakan Varian Pes berasal dari pembengkakan kelenjar getah bening, yang muncul di leher korban, ketiak ataupun pangkal paha. Penyakit ini tumbuh dengan berbagai ukuran, dimulai dari sebesar telur hingga sebesar apel. Meskipun beberapa orang selamat dari penderitaan, wabah penyakit ini biasanya hanya memberikan harapan hidup satu minggu pada korban. Penyebaran wabah Pes bermula dari serangga (umumnya kutu) yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat termasuk di antaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah. Setelah tikus tersebut mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya kepada manusia.
Varian kedua merupakan wabah Pneumonia yang menyerang sistem pernapasan dan disebarkan hanya dengan menghirup udara yang dihembuskan melalui korban. Mirip seperti yang sedang terjadi saat ini, yaitu wabah virus korona jenis  baru yang menginfeksi saluran pernapasan manusia. Wabah penyakit ini jauh lebih mematikan dibanding wabah Pes, harapan hidup hanya dapat diukur dalam satu atau dua hari. Varian ketiga merupakan penularan wabah Septicemia, wabah ini menyerang sistem darah. Berbeda dengan kedua wabah lainnya, varian ini dapat menyebar melalui gigitan serangga atau hewan pengerat yang telah terinfeksi, atau melalui kontak dengan manusia yang telah terinfeksi lainnya.


Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta orang pada abad ke-14.
Wabah ini membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu. Setengah populasi penduduk Paris meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu orang pada tahun 1338, menjadi sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351. 60% penduduk Hamburg dan Bremen meninggal. Sebelum tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan angka ini berkurang hampir 40.000 pada 1450. Pada tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasi Eropa telah berkurang sepertiganya. Pada kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah. Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian separah yang di kota. Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi adalah rahib dan biarawan, karena biasanya mereka yang merawat korban Maut Hitam.
Di Kawasan Asia Tenggara termasuk di antaranya Indonesia dan Malaysia, belum ditemukan bukti terutama bukti tertulis mengenai keberadan Maut Hitam dan akibatnya kepada populasi penduduk. Hal ini cukup mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama Indonesia dan Malaysia, termasuk kedalam jalur laut pada Jalur Sutra. Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Nusantara sangat berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Maut Hitam yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum dapat dibuktikan secara pasti.
Penelitian Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru dalam mempelajari wabah Maut Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan perempuan dan anak-anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Maut Hitam jarang terjadi karena sampel yang digunakan sangat jarang, hanya beberapa sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat Maut Hitam terjadi. Menurut analisis Sharon Dewitte, Maut Hitam yang terjadi pada abad ke-14 bukan wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari segala sisi termasuk usia dan fisik. 
Orang yang selamat dari Maut Hitam mengalami masa perbaikan kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup usia berkisar 70 hingga 80 tahun dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan hidup pasca Maut Hitam, dimana kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya tahan tubuh bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun tidak langsung, wabah Maut Hitam sangat kuat membentuk pola kematian berkelanjutan selama beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.
Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Maut Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti orang Yahudi, biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah. Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.
Karena para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya, masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai penyebab dan cara penyebarannya.Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.
Ada banyak serangan terhadap masyarakat Yahudi. Pada bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan Februari, penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk alasan yang sama. Hingga tahun 1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.
Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia hidup melalui wabah yang melanda kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘, kisah tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan melarikan diri ke sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat menggambarkan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu.
Masing-masing warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah mengunjungi satu sama lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak untuk menjenguk anak-anak mereka yang terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.
Banyak pria dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa sosial teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan upah tinggi tetapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.
Nasib yang sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan kemiskinan dan harapan keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir semua penderita wabah penyakit meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam hari dan siang hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama akan menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka membawa mayat (yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya di pintu. Itulah wabah mengerikan yang pernah melanda bumi kita ribuan tahun yang lalu, yang jika kita bandingkan dengan keadaan saat ini sangat mirip sekali peristiwanya. Semoga wabah mengerikan-mengerikan tersebut tidak pernah terjadi lagi dan pastinya kita sebagai manusia dapat mengambil pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa dimasa lalu. Terimakasih.

Argha Sena

http://wikipedia.org

Kamis, 09 April 2020

Pemberontakan Komunis Di Semenanjung Malaya | Pegawai Jalanan


Partai Komunis Malaya

Malaysia adalah nama yang pastinya tidak asing bagi orang Indonesia apalagi bagi subscriber Pegawai jalanan. Malaysia adalah nama dari negara tetangga terdekat Indonesia di sebelah utara. Ada 2 wilayah utama yang menyusun Malaysia, yaitu Semenanjung Malaya & Kalimantan bagian utara. Dalam perjalanan sejarahnya, ternyata Malaya nyaris menjadi negara komunis kalau saja Darurat Malaya berakhir dengan kemenangan pihak pemberontak yang berhaluan komunis. Ternyata kurang lebih dengan sejarah perpolitikan negara kita, sama-sama tidak cocok dengan idiologi kiri tersebut. Apa itu Darurat Malaya & mengapa Darurat Malaya berpotensi melahirkan negara komunis di Semenanjung Malaya? 

Darurat Malaya / Darurat Tanah Melayu (Malayan Emergency) adalah konflik bersenjata di Malaya yang terjadi antara kelompok pemberontak Parti Komunis Malaya (PKM) melawan militer Inggris yang dibantu oleh militer daerah-daerah Persemakmurannya. Konflik tersebut berlangsung pada tahun 1948 hingga 1960 di mana asal-muasal konfliknya bermula dari perbedaan pendapat mengenai sistem pemerintahan di Malaya. Pasca berakhirnya konflik, Malaya sempat memasuki periode damai sebelum kemudian pemberontakan komunis meletus kembali pada tahun 1968.


LATAR BELAKANG

Malaya adalah sebutan untuk daerah di Semenanjung Malaka yang hampir seluruh penduduknya berasal dari etnis Melayu. Sejak abad ke-19, wilayah Malaya berada di bawah kendali Inggris. Untuk memudahkan kontrol Inggris atas Malaya, Inggris membiarkan sultan-sultan Melayu berkuasa selama mereka mau bekerja sama dengan Inggris. Tujuan Inggris menguasai Malaya sendiri adalah untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya alamnya, terutama karet & timah.  
Supaya Inggris bisa memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup untuk menggarap perkebunan karet & pertambangan timahnya, Inggris lalu mengimpor orang-orang beretnis Cina & India ke wilayah Malaya. Sebagai akibatnya, terjadi perubahan komposisi kependudukan yang signifikan di Malaya. Jika pada tahun 1800 etnis Melayu menyusun 90% dari total penduduk Malaya, maka pada tahun 1911 persentasenya menurun menjadi tinggal 60%. Masing-masing etnis cenderung hidup terkotak-kotak sehingga muncullah benih-benih fanatisme etnis sekaligus rasa antipati kepada etnis lainnya. 

Tahun 1941, Malaya diserbu & dikuasai oleh Jepang. Sebagai respon atas gaya penjajahan Jepang yang terkesan brutal, perlawanan pun muncul dari penduduk setempat. Salah satu kelompok perlawanan tersebut adalah Malayan Peoples' Anti-Japanese Army (MPAJA; Tentara Anti-Jepang Rakyat Melaya) yang memiliki hubungan dekat dengan Parti Komunis Malaya (PKM), organisasi politik berhaluan sayap kiri yang mayoritas anggotanya berasal dari etnis Cina.

Tahun 1945, Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang & Malaya pun kembali dikuasai oleh Inggris. Inggris lalu mengubah sistem pemerintahan Malaya menjadi daerah serikat (union) sekaligus mengebiri status politik dari kesultanan-kesultanan lokal. Inggris juga memberikan status kewarganegaraan & hak politik yang setara untuk semua orang kelahiran Malaya tanpa memandang latar belakang etnisnya.

Pendirian Serikat Malaya lantas mengundang rasa tidak suka dari komunitas Melayu setempat yang merasa hak-hak istimewanya diusik & khawatir akan berada di bawah bayang-bayang etnis Cina serta India di tanah airnya sendiri. Maka, pada tahun 1946 komunitas Melayu setempat lalu mendirikan organisasi politik bernama United Malays National Organization (UMNO; Organisasi Nasional Melayu Bersatu) sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan mereka.  Berkat lobi & tekanan yang dilancarkan oleh UMNO, pada tahun 1948 Inggris pun mengubah Serikat Malaya menjadi Federasi Malaya di mana etnis Melayu - khususnya para sultan - diberikan hak-hak istimewa dalam federasi. Tindakan Inggris tersebut ganti menuai rasa tidak suka dari PKM yang menginginkan negara merdeka dengan hak politik setara untuk semua penghuninya. Dengan bermodalkan sisa-sisa anggota MPAJA, PKM pun memulai perlawanan bersenjatanya. Tindakan yang direspon Inggris dengan memberlakukan status darurat militer atas Malaya pada tanggal 18 Juni 1948.

BERJALANNYA PERANG

PKM memiliki 3 fase utama dalam perjuangan bersenjatanya : menyerang sektor ekonomi di daerah terpencil untuk memaksa para penghuninya melarikan diri ke kota, menjadikan daerah terpencil tersebut sebagai markas sekaligus arena perekrutan anggota baru, & melakukan serangan ke kawasan padat penduduk serta jalur rel kereta api. Pemimpin utama perlawanan PKM adalah Chin Peng, bekas anggota MPAJA yang sempat menerima pelatihan militer dari Inggris.

Inggris awalnya hanya merespon perlawanan bersenjata dari PKM dengan menambah jumlah polisinya. Namun pasca ditunjuknya Sir Harold Briggs sebagai pemimpin operasi militer di tahun 1949, militer Inggris melakukan perubahan taktik yang signifikan. Briggs sadar kalau PKM menjadikan para petani miskin dari etnis Cina sebagai sasaran utama perekrutan anggota baru & sumber logistik utamanya. Maka, Briggs lalu merelokasi para petani tersebut ke kawasan pedesaan yang dilindungi oleh pagar berduri & pos polisi.  Terobosan Briggs belum sampai di situ. Ia juga memerintahkan pembentukan Komite Eksekutif Perang mulai dari level daerah kecil (distrik) hingga level nasional. Kebijakan yang membuat tingkat komunikasi antara warga sipil, polisi, & militer mengalami peningkatan pesat sehingga ruang gerak para milisi PKM menjadi semakin terbatas. Namun PKM tidak tinggal diam. 
Chin Pheng Pemimpin PKM

Mereka juga ikut melakukan perubahan taktik. Sejak tahun 1941, PKM mengalihkan fokusnya untuk mendukung unit kelompok tempur yang jumlah personil per unitnya lebih sedikit, namun lebih fleksibel pergerakannya.  Tahun 1951, PKM sukses menewaskan Sir Henry Gurney yang menjabat sebagai komisaris tinggi setempat. Posisi Gurney lalu digantikan oleh Sir Gerald Templer. Sebagai sosok yang sangat lihai dalam menjalankan pemerintahan sipil & militer, Templer menelurkan beberapa terobosan baru sebagai bagian dari upaya meredam perlawanan PKM. Penduduk lokal - khususnya yang mendiami kawasan pedalaman - dipikat simpatinya dengan cara diberikan bantuan makanan & pelayanan kesehatan. Patroli di kawasan hutan ditingkatkan. Tentara dari persemakmuran-persemakmuran Inggris seperti Australia & Fiji didatangkan.  

Kebijakan-kebijakan baru militer Inggris tersebut terbukti sukses memojokkan pasukan PKM sehingga mereka terpaksa mengungsi ke delam hutan. Bukan hanya itu, tindakan PKM menyerang desa-desa di kawasan pedalaman untuk mendapatkan suplai logistik juga membuat penduduk setempat menjadi semakin antipati terhadap PKM sehingga PKM kekurangan basis dukungan. Tahun 1955, PKM akhirnya bersedia melakukan perundingan dengan Inggris, namun perundingan tersebut gagal membawa kesepakatan bersama & konflik tetap berlanjut.  Tahun 1957, Inggris memerdekakan Malaya sebagai negara federasi kesultanan. Kemerdekaan Malaya membuat PKM semakin kehilangan momentum karena mereka selama ini mencitrakan perlawanan bersenjatanya sebagai perang kemerdekaan. Tahun 1960, menyusul semakin berkurangnya intensitas kekerasan bersenjata, pemerintah Malaya menyatakan kalau status darurat militer di wilayahnya secara resmi sudah berakhir. Pasukan PKM yang masih tersisa bersembunyi di perbatasan Malaya & Thailand, sementara Chin Peng selaku pemimpin PKM melarikan diri ke Cina.

KONDISI PASCA PERANG

Darurat Malaya membawa kerugian yang tidak sedikit bagi pihak Inggris & Malaya. Tercatat antara tahun 1948 hingga 1955, pemerintah Malaya harus menanggung kerugian sebesar 200 juta dollar per tahun, sementara Inggris harus menanggung kerugian 500 juta dollar setiap tahunnya. Jumlah korban tewas di pihak Malaya & Inggris adalah sekitar 1.346 jiwa. Sementara itu di pihak yang berseberangan, jumlah korban tewas dari kubu PKM mencapai 6.710 jiwa.

Walaupun status darurat militer sudah tidak lagi diberlakukan, hal tersebut tidak lantas menunjukkan kalau PKM sudah kehilangan taji sepenuhnya. Tahun 1968, PKM memulai kembali pemberontakan bersenjatanya dalam skala yang lebih kecil. Periode pemberontakan tersebut dikenal dengan sebutan "Darurat Kedua" & diwarnai dengan perpecahan internal dalam tubuh PKM. Baru pada tahun 1989, pemberontakan PKM berakhir sepenuhnya & kelompok tersebut dibubarkan setelah para anggotanya mendapat pengampunan hukum serta bantuan uang dari pemerintah Malaysia.

Darurat Malaya kerap dibandingkan dengan Perang Vietnam karena kedua konflik tersebut sama-sama diikuti oleh pihak komunis & mengambil tempat di Asia Tenggara, namun dengan hasil akhir yang jauh berbeda. Jika Darurat Malaya berakhir dengan kemenangan pihak anti-komunis, maka Perang Vietnam berakhir dengan kemenangan pihak komunis. Salah satu alasan yang kerap diapungkan mengenai berbedanya hasil akhir dari kedua peperangan tersebut adalah karena kubu anti-komunis terlalu fokus mencoba mengalahkan musuhnya lewat jalur militer tanpa mencoba menarik simpati penduduk lokal. 


Penyunting : Admin PJ

Rabu, 08 April 2020

Keris Melayu Pada Awalnya Dibuat Seorang Empu dari Tanah Jawa | Pegawai Jalanan


Keris Melayu

Keris pada masanya dulu merupakan senjata pendek yang paling terkenal. Bahkan di masanya dulu juga keris diyakini dipandang sebagai senjata pusaka yang memiliki kekuatan tertentu. Pada sebagian masyarakat di Nusantara, terutama di Jawa, juga sampai di Semenanjung Melayu, Malaysia, keyakinan itu masih tertanam hingga hari ini.
Sampai hari ini para ahli berpendapat bahwa keris berasal dari Pulau Jawa, Indonesia. Karena itulah sampai hari ini eksistensi keris masih sangat terjaga di Jawa, dan bagi masyarakat Jawa keris telah dipandang sebagai salah satu bentuk peninggalan budaya yang adiluhung. Sehingga keris tak bisa dipisahkan dengan perilaku dan aktivitas budaya masyarakat Jawa.
Bagaimana dengan masyarakat Melayu? Tak begitu jauh berbeda dengan masyarakat Jawa, sebagian masyarakat Melayu juga memandang bahwa keris merupakan salah satu peninggalan budaya yang sampai hari ini masih dihargai keberadaannya. Keris masih tetap dipandang sebagai bagian dari bentuk budaya yang sangat berharga, dan mendapat tempat yang istimewa. Karena itulah hingga hari ini masyarakat Melayu masih sangat mengenal apa yang disebut dengan Keris Melayu.
Di Semenanjung Melayu, Malaysia, misalnya. Seorang pakar dan pemerhati keris di Malaysia, Mohd Ramli Raman, dalam makalahnya tentang Keris Melayu Semenanjung yang pernah disampaikan dalam diskusi di Bentara Budaya Jakarta, Agustus tahun lalu (2008), mengatakan bahwa peranan keris dalam masyarakat Melayu begitu besar. Menurutnya, keris bukan hanya senjata tempur tetapi juga meliputi segala aspek kehidupan yakni antara yang terpenting sebagai regalia kekuasaan di tiga belas propinsi dan sebuah daerah nasional (sentral) yaitu Wilayah Persekutuan yang meliputi tiga bagian seperti Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan di Sabah (Pemerintah Pusat atau Kerajaan Persekutuan).
Ramli Raman yang pakar dari Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya, Kuala Lumpur ini sempat pula menguraikan bahwa pada setiap negeri di Malaysia mempunyai keris-keris kebesaran atau keris kerajaan (keris diraja). Keris kebesaran itu terdiri dari sebuah keris pendek, sebuah keris panjang (keris penyalang atau gabus ataupun disebut keris alang, juga dipanggil keris terapang). Keris-keris itu semuanya menjadi simbol kekuasaan Melayu. Dan, salah satu keris kerajaan yang sangat terkenal di Malaysia adalah keris Yang Dipertuan Agong.
Sejak kapan keris yang berasal dari Jawa itu kemudian bisa dimiliki juga oleh masyarakat Melayu? Bila meminjam pendapat Ramli Raman, akan terlihat jelas bahwa sejarah keris Melayu itu telah melalui liku perjalanan sejarah yang panjang. Seperti diakui oleh Ramli Raman, keris Melayu itu permulaannya berasal dari Tanah Jawa yakni sejak zaman kegemilangan Majapahit. Sejarah mencatat, seorang Empu (ahli pembuat keris) dari Jawa telah datang ke daerah Pattani (Thailand Selatan) sekitar penghujung abad ke 15 dan awal abad ke 16.
Pada awalnya dulu, Pattani merupakan wilayah kerajaan Melayu. Dari Pattani itulah, sang Empu yang kemudian dikenal dengan nama Empu Pandai Sarah (Pande Sarah) mengembangkan bentuk keris yang dibawanya dari Jawa. Empu Pandai Sarah memang seorang Empu yang sangat kreatif. Ia tidak terpaku pada keris dari tanah kelahirannya di Jawa. Ia membuat kreasi baru yang berbeda dengan keris di bumi kelahirannya. Bentuk keris yang dibuat Empu Pandai Sarah itulah yang hingga hari ini dikenal dengan sebutan keris Melayu. Bentuk keris yang awalnya dibuat oleh Empu Sarah itu pun kemudian melebar ke seluruh Tanah Melayu. Dan, nama Keris Pandai Sarah hingga hari ini masih sangat dikenal di Semenanjung Melayu.
Ragam Bentuk Keris Melayu
Sejak pertama kali dikenalkan oleh Empu Pandai Sarah, bentuk-bentuk keris Melayu pun terus berkembang dari masa ke masa. Seperti halnya di Jawa, keris Melayu pun penuh dengan nilai-nilai estetika. Seperti mempunyai dua belah mata, yang melebar di pangkal dan tirus di ujungnya serta tajam. Mata kerisnya lurus dan berlok-lok dengan keindahan pamor serta hulu yang indah dan menarik. Demikian pula sarung keris, juga penuh dengan nilai estetika.
Para pewaris Empu Pandai Sarah pun bermunculan. Salah seorang di antaranya Sang Guna, yang merupakan empu pertama di zaman Sultan Muhammad Syah Melaka. Sang Guna telah membuat keris tempa panjang, berukuran tiga jengkal.
Hulu keris Melayu berukuran sekitar 15 cm. Bentuknya membengkok di bagian tengahnya. Kebanyakan hulu keris Melayu diukir dengan ukiran tangan penuh nilai estetika Melayu. Hulu keris itu biasanya dibuat dari kayu atau akar pohon kayu seperti pohon kemuning, tegor, tempinis, petai belalang, lebang, kayu hitam dan lainnya. Selain dari kayu atau akar pohon, hulu keris Melayu juga ada yang dibuat dari gading gajah, tanduk, gigi ikan paus, emas, perak, besi dan lainnya.
Hulu keris Melayu juga punya berbagai nama, seperti hulu Anak Ayam Teleng, Anak Ayam Sejuk, Jawa Demam, Kakaktua, Tapak Kuda dan Pekaka. Kemudian motif ragam hias di hulu keris Melayu juga beraneka-macam seperti bermotifkan bunga timbul, awan larat, bunga tebuk, ketam guri, bentuk fauna dan lainnya.
Bilah keris Melayu juga penuh daya tarik. Keris Melayu mempunyai beragam bentuk dan ukuran. Sebagian besar keris Melayu memiliki jenis yang berlok, samada tiga, lima, tujuh atau sembilan dan lurus. Keris Melayu juga ada yang memiliki panjang sampai 61 cm, dan berlok sampai 29 lok. Di samping itu ada keris Melayu yang ujungnya seperti mata pedang. Keris jenis itu misalnya Keris Sundang.
Seperti halnya di Jawa, selain mempunyai beragam jenis dan bentuknya, keris Melayu juga mempunyai sejumlah nama. Nama-nama keris itu sesuai dengan bentuk dan kegunaannya, bahkan ada yang meyakini sesuai dengan ‘kekuatan’ yang ada di dalamnya. Perlu diketahui, keyakinan bahwa keris itu memiliki semacam ‘kekuatan’ atau ‘tuah’ tak hanya terdapat di masyarakat Jawa, tapi juga di kalangan masyarakat Melayu, baik di Semenanjung Melayu, Malaysia, maupun di ranah Nusantara Melayu lainnya.
Beragam nama keris Melayu, khususnya di Semenanjung Melayu, Malaysia, yang masih dikenal hingga hari ini di antaranya: Keris Sepukal, Keris Sempena, Keris Cerita, Keris Picit, Keris Tajung, Keris Sulok Belingkong (lok tiga), Keris Apit Liang (lok lima), Keris Jenoya (lok tujuh), Keris Rantai (lok hingga 21 lok), Keris Andus (23 sampai 29 lok), Keris Melela, Keris Tok Chu, Keris Beko, Keris Beko Debek, Keris lepeng Terengganu, Keris Tajung, Keris Pekaka dan Keris Coteng.
Bila dalam khasanah Melayu dikenal kata-kara masyhur yang dulu pernah diucapkan Laksamana Hang Tuah „Tak Kan Melayu Hilang di Bumi“, maka bagi kita di Bumi Nusantara ini yang ingin menjaga dan mempertahankan eksistensi keris sebagai warisan budaya adiluhung sudah sepantasnya juga kita menggelorakan semangat dan tekad „Tak Kan Keris Hilang di Bumi“.

Senin, 06 April 2020

Kisah Letkol Untung Pasca Gerakan 30 September 1965 Yang Tidak Seberuntung Namanya | Pegawai Jalanan



Ini adalah kisah perjalanan akhir hidup seorang Letnan Kolonel yang ikut terhasud dalam peristiwa kelam dinegeri tercinta ini. Peristiwa bersejarah yang tercatat sebagai sejarah kelam dalam perjalanan bangsa ini. Dia adalah Letkol Untung yang akhir hidupnya tidak seberuntung namanya, peristiwa-peristiwa dalam masa-masa terakhir hidupnya patut menjadi pelajaran untuk kita semua. Beginilah kisahnya.

Sersan Mayor Bungkus masih ingat apa yang dialaminya pada 30 September 1965. Seperti diakuinya dalam artikel The World of Sergeant-Major Bungkus: Two Interviews with Benedict Anderson and Arief Djati—yang dimuat di jurnal Indonesia edisi Oktober 2004 volume 78 terbitan Universitas Cornell, “Sore hari tanggal 30 September (1965), saya diberi pengarahan oleh komandan kompi saya.”

Sang komandan kompi C dari Batalyon Kawal Kehormatan (KK) I Cakrabirawa, yang sangat dikenal Bungkus itu, adalah Letnan Satu Dul Arif. Dalam apel malam, Dul Arif hanya bisa memperoleh 60 anggota. Pasukan itu lalu bergerak ke kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

“Komandan Batalyon kita (Letnan Kolonel Untung) telah menugaskan saya memegang unit Cakra berangkat dalam sebuah misi. Ada kelompok jenderal yang disebut Dewan Jenderal yang hendak mengkudeta Presiden Sukarno,” kata Dul Arif seperti ditirukan Bungkus.

Tugas Cakrabirawa tak lain melindungi Presiden Sukarno. Dari ucapan Dul Arif itu, para pasukan tentu merasa bahwa para jenderal itu musuh besar mereka. Sehingga tak heran saat dalam penculikan, yang dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S). Pasukan Cakrabirawa tidak ragu menembak jenderal yang mereka bawa.

Pada malam 30 September 1965 itu, Letnan Kolonel Untung sang komandan Batalyon KK I Cakrabirawa ikut mengawal Presiden Sukarno di acara musyawarah nasional ahli teknik di Senayan. Presiden berada di Senayan hingga pukul 23.00 malam. Setelah itu, Untung berangkat ke Lubang Buaya, dekat Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk melihat pasukan.


Dini hari 1 Oktober 1965, pasukan pun berangkat menculik jenderal-jenderal Angkatan Darat yang dianggap sebagai Dewan Jenderal. Ada enam jenderal dan satu Letnan berhasil ditangkap hingga berakhir di sebuah sumur tua di Lubang Buaya.

Paginya, pada 1 Oktober 1965, Letnan Kolonel Untung yang pendiam dan dianggap buta politik itu, dalam siaran Radio Republik Indonesia (RRI, tersebut sebagai Ketua Dewan Revolusi. Di mana anggota-anggota Dewan Revolusi itu adalah orang-orang terkemuka yang tak semuanya komunis. Untung menjadi satu-satunya penandatangan dokumen Dewan Revolusi itu. Aksinya tak hanya soal malam jahanam itu, karena sebelumnya Untung menorehkan sejarah soal dirinya.

Letnan Kolonel Untung adalah pemegang Bintang Sakti, seperti juga Benny Moerdani, atas aksinya pada 1962 dalam Operasi Trikora melawan tentara Belanda di Papua Barat. Intinya, Untung sempat punya nama baik sebelum 30 September 1965.



Untung memang tak seberuntung namanya, ia jadi pemimpin gerakan kudeta yang gagal. “Untung bertubuh pendek kekar dan berleher gemuk, memperlihatkan stereotip seorang prajurit,” tulis John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal (2008).

Ia hanya bisa diandalkan bertempur seperti di Sumatera waktu menghajar PRRI dan di Papua Barat dalam Trikora, tapi tidak untuk berpolitik. Audrey Kahin dalam karyanya Dari Pemberontakan ke Integrasi (2005) menyebut orang-orang di Sumatera Barat, heran mengetahui Untung yang pendiam dan tidak populer memimpin sebuah kudeta G30S itu.

Untung memang dilahirkan untuk menjadi tentara. Laki-laki bernama asli Kusman ini, seperti ditulis Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang (2010), pernah jadi pembantu tentara Jepang (Heiho) di zaman Jepang, waktu umurnya belum 20 tahun.

Ketika Peristiwa Madiun 1948, ia masih berpangkat Sersan Mayor. Pada 1950-an, ia pernah jadi bawahan Suharto sebagai Letnan dalam Batalyon Sudigdo di Kleco, Solo. Pangkatnya naik bertahap sejalan jam tugasnya sebagai prajurit. Waktu penumpasan PRRI, sekitar 1958, pangkatnya masih Letnan Satu. Ia langsung naik jadi Kapten usai tugas pulang dari Sumatera. Ia kemudian jadi Mayor pada 1962 dan jelang 1965 sudah berpangkat Letnan Kolonel.

Saat bertugas ke Irian Barat, ia memimpin pasukan Banteng Raider dari Batalyon 454 Srondol Kodam Diponegoro Jawa Tengah. Untung sempat jadi Komandan Batalyon di sana, menggantikan Letnan Kolonel Ali Ebram, yang dianggap pengetik Supersemar. Sebagian pasukan Raider dari Srondol ada yang ditarik sebagai Resimen Cakrabirawa.

Pasukan yang sempat di Banteng Raider masuk dalam Batalyon KK I Cakrabirawa yang dipimpin Untung. Banteng Raider adalah pasukan elit yang didirikan Ahmad Yani yang juga menjadi korban penculikan G30S. Di antara pasukan penculik G30S sebagian berasal dari Banteng Raider.



Bintang kehidupan Untung mulai suram sejak 1 Oktober 1965. Sebagai sosok yang sangar secara militer, Untung tergolong apes terkait peristiwa penangkapannya. Untung yang menghilang setidaknya sejak 2 Oktober 1965. Pada 11 Oktober 1965 berusaha kabur ke sekitar Jawa Tengah dan dia berada dalam sebuah bus. Di Tegal, bus yang ditumpangi rupanya dimasuki tentara yang tak dikenal olehnya.

Namun, ia tak mau kena ciduk oleh tentara yang naik, ia memutuskan melompat dari bus. Sialnya tubuhnya menghantam sebuah tiang listrik. Kesialannya makin bertambah, saat orang-orang di sekitar tempat mengira dirinya adalah copet. Untung sempat digebuki massa. Menurut Misbach Yusa Biran dalam Kenang-kenangan Orang Bandel (2009), Untung tetap mencoba menunjukkan gengsi sebagai perwira. Untung memposisikan diri sebagai orang yang tak takut pada siksaan yang akan menimpanya.

Awal 1966, Untung diadili oleh sebuah pengadilan luar biasa dalam sejarah Indonesia, Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Ruang sidangnya pun bukan di gedung pengadilan Kementerian Kehakiman melainkan Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di dekat Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam pengadilan Untung, Gumuljo Wreksoatmodjo SH bertindak sebagai pembela. Ketua Mahmilub yang mengadili Untung adalah Letnan Kolonel CHK Soedjono Wirjohatmodjo SH dengan hakim anggota: Letnan Kolonel Udara Zaidun Bakti; Ajun Komisaris Besar Drs Kemal Mahisa SH; Mayor AL Hasan Basjari SH; Mayor tituler Sugondo Kartanegara. Oditur yang menuntut perkara itu adalah Letnan Kolonel Iskandar SH. Mitzi Tendean, kakak dari Kapten Pierre Tendean hadir dalam persidangan.

Berkas-berkas pengadilan dibukukan dan jadi sebuah karya yang berjudul Gerakan 30 September di hadapan Mahmilub: Perkara Untung (1966). Dalam laporan ini, pekerjaan Untung adalah Letnan Kolonel Infanteri (Angkatan Darat) Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa dan berdasar Keputusan Presiden/Pangti ABRI/KOTI/nomor 171/KOTI/1965 per 4 Desember 1965 diberhentikan tidak hormat dari pangkat dan jabatannya dalam dinas ketentaraan terhitung mulai 30 September 1965.

Dalam persidangannya, Untung sempat menyebut: “Kolonel Latief yang menyatakan tentang kesulitan daripada ekonomi prajurit, dan pada umumnya keterangan-keterangan itu dibenarkan oleh yang hadir yakni saya sendiri (Untung), Kapten Wahjudi dan juga Mayor Udara Sujono termasuk Sjam (Kamaruzaman) dan Pono.” Itu yang diingat Untung dalam rapat terkait G30S pada 19 Agustus 1965.

Semula, menurut Subandrio dalam buku Kesaksianku tentang G-30-S (2000), Untung yang sempat ditahan di Instalasi Rehabilitasi (Inrehab) Cimahi, punya keyakinan dia tak bakal dihukum mati. Ia yakin Soeharto bakal membebaskannya.

Namun, pada 6 Maret 1966, Mahmilub memberi vonis: Hukuman Mati kepada Untung. Esoknya dibuat surat keputusan dari Menteri Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Soeharto, menyetujui keputusan dan eksekusi mati terhadap Untung. Pembelanya sempat minta grasi agar tak dihukum mati. Grasi tak datang padanya tapi hukuman mati yang menghampirinya.

Menurut Subandrio, “Saat itu dia sudah selesai ditanya permintaan terakhirnya, seperti lazimnya orang-orang yang akan menjalani eksekusi mati. Mungkin karena sedang panik, dia malah tidak minta apa-apa.”


Begitulah nasib Letnal Kolonel Untung yang nasib akhir hidupnya tidak seberuntung namanya karena ikut terlibat dalam gerakan 30 September tahun 1965, bahkan dia sendiri yang menjadi pemimpin gerakan tersebut. Semoga kisah sejarah ini bisa menjadi pelaran berharga bagi kita sebagai ge nerasi penerus bangsa ini.


Penyunting : Argha Sena

Sumber : tirto.id