F NASIB PENCIPTA LAGU GENJER-GENJER ~ PEGAWAI JALANAN

Jumat, 20 Januari 2023

NASIB PENCIPTA LAGU GENJER-GENJER

 


Lagu Genjer-genjer adalah lagu yang dikatakan identik dengan PKI walau sebenarnya lagu ini murni karya seni. Lagu itu sangat populer di Banyuwangi setelah kemerdekaan Indonesia. Apalagi setelah dinyanyikan Lilis Suryani dan Bing Slamet dan disiarkan di radio.
Pencipta lagu tersebut adalah Muhammad Arif, seorang seniman asal Banyuwangi. Dia mengambil inspirasi dari dolanan anak 'Tong Alak Gentak'. Syair yang ditulis dalam bahasa Using — bahasa rakyat Banyuwangi — dimaksudkan untuk menyindir Jepang yang membuat rakyat menderita sehingga hanya bisa makan genjer, tanaman gulma yang biasa dimakan itik. Sejarawan menyebut lagu itu dikarang pada tahun 1943.

Muhammad Arief diperkirakan lahir pada tahun 1904 atau 1905 dan dia merupakan seorang petani dan seniman angklung. Pascakemerdekaan Indonesia, Muhammad Arief bergabung dalam organisasi Pesindo. Muhammad Arief juga bergabung dengan Lekra dan menjabat sebagai ketua bidang kesenian pada tahun 1950-an. Saat Muhammad Arief bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), lagu "Genjer-Genjer" diusung menjadi salah satu bukti karyanya yang berkonsep pada "seni untuk rakyat" ke publik dan kalangan politik. Sejak menjadi anggota Lekra, ia kemudian mendirikan sebuah grup angklung yang diberi nama Seni Rakyat Indonesia Muda.

Grup Srimuda ini kerap tampil dengan lagu "Genjer-Genjer" saat tampil pada acara PKI di Jakarta, Surabaya, Semarang dan Banyuwangi setiap Njoto dan D.N Aidit berkunjung. Selain Srimuda, Muhammad Arief juga mendirikan kelompok kesenian angklung di hampir setiap desa di Banyuwangi. Muhammad Arief pun diangkat menjadi anggota DPRD Banyuwangi dari perwakilan seniman tahun 1955.

Kepopuleran lagu Genjer-genjer dimanfaatkan PKI untuk alat propaganda masa Demokrasi Terpimpin pada periode 1959-1966. Para petinggi PKI yang datang ke Banyuwangi tertarik kepada lagu tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 1964, D.N Aidit mengklaim bahwa lagu "Genjer-Genjer" sebagai lagu Mars PKI. Lirik lagu diubah, kemudian dinyanyikan di berbagai kampanye. Alhasil, lagu itu seolah-olah milik partai berlambang palu arit.
Saat pemberontakan PKI pecah pada tahun 1965, seluruh unsur partai dihabisi. PKI dinilai makar dan menjadi partai terlarang.

 lagu “Genjer-Genjer”menjadi identik dengan PKI karena andil Pemerintah Orde Baru. Menurut Pemerintah Orba, para anggota Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan Pemuda Rakyat yang dianggap sebagai organisasi dibawah PKI, menyanyikan lagu “Genjer-Genjer” ketika para jendral diculik, diinterogasi dan "disiksa" di Lubang Buaya Jakarta. Sehingga ‘seolah-olah' semakin memperjelas bahwa lagu ini mempunyai hubungan dekat dengan PKI. Peristiwa ini juga digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI karya Arifin C. Noer, pada masa Pemerintah rezim Orde Baru.

Lagu genjer-genjer yang populer kala itu liriknya di ubah oleh para anggota PKI. “Genjer-Genjer” menjadi “Jendral-Jendral” pun menambah satu alasan yang menguatkan lagu ini memang identik dengan PKI. Khusunya ketika peristiwa G 30 S tahun 1965 terjadi, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, diduga juga memplesetkan lagu "Genjer-Genjer" menjadi "jendral-jendral", sehingga maknanya menjadi berbeda dengan versi aslinya.

Setelah peristiwa G30S PKI pencipta lagu genjer-genjer Muhammad Arief tak lepas dari incaran operasi pembersihan anggota atau organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Segala yang berbau PKI saat itu menjadi target operasi pemerintah RI. Lagu ciptaannya diasosiasikan dengan tewasnya para jenderal TNI. Saat Arief pamit pergi keluar kepada anak dan istrinya. Muhammad Arief lalu ditangkap oleh Corps Polisi Militer atau yang biasa disebut CPM.

Sejak saat itu, Muhammad Arief dipindahkan dari satu kota ke kota lainnya. Sempat terdengar, kabar bahwa Arif dipindah ke Kalibaru, dan kemudian dipindah ke Malang. Istri dan anaknya sempat mengunjungi Muhammad Arif, namun setelah itu tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Namun dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian komunis oleh TNI dan pendukung Orde Baru tahun 1965 - 1966 di Indonesia, dikatakan bahwa Muhammad Ariefpencipta lagu "Genjer-genjer" meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.

Sejak kejadian itu, rumah Muhammad Arif di kawasan Temenggungan, Banyuwangi, dirusak massa. Keluarga tercerai berai karena keluarganya diasingkan oleh penduduk sekitar karena di cap sebagai PKI. Hingga pada akhirnya rumah itu dijual  karena sering dilempari batu. Keluarga pindah ke luar Banyuwangi, namun penderitaannya berlanjut kepada anaknya yang dianggap sebagai anak pencipta lagu tersebut. Anak arif yang bernama Syamsi itu kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Bahkan Ketika ia telah mendapat pekerjaan ia sering di PHK oleh tempatnya bekerja.

Isu-isu yang beredar di kalangan umum, baik yang dibangun pemerintah maupun masyarakat luas. Lagu Genjer-Genjer diasumsikam sebagai lagu yang mengandung stigma komunis, semakin menguatkan jalan pemerintah dan masyarakat untuk menghilangkan lagu tersebut dari kancah hiburan nasional.

Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara bebas melalui media internet. Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut.

Lagu Genjer-Genjer juga digunakan sebagai lagu pembuka dan penutup dalam serial dokumenter 40 Years of Silence yang memuat sejumlah kesaksian mengenai tahun 1965-1966. Pada tanggal 9 Mei 2016, grup musik reggae asal Mojokerto, Mesin Sampink, ditangkap polisi akibat membawakan lagu berjudul "Genjer-Genjer". Namun, pihaknya sendiri menegaskan bahwa penampilan mereka sama sekali tidak berniat untuk menyebarkan komunisme di Indonesia.

Adapun lirik lagu genjer-genjer yang sempat popular kala itu adalah sebagai berikut:

Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér,

Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér,

Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér,

Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér,

Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih,

Génjér-génjér saiki wis digawa mulih.

Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar,

Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar,

Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar,

Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar,

Emaké jebeng padha tuku nggawa welasah,

Génjér-génjér saiki wis arep diolah.

Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak,

Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak,

Setengah mateng dientas ya dienggo iwak,

Setengah mateng dientas ya dienggo iwak,

Sega sak piring sambel jeruk ring pelanca,

Genjer-genjer dipangan musuhe sega.

 

Berikut ini adalah terjemahannya dalam bahasa Indonesia:

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan

Ibu si bocah datang mencabuti genjer

Ibu si bocah datang mencabuti genjer

Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat

Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang

Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar

Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar

Ditata berjajar diikat dijajakan

Ditata berjajar diikat dijajakan

Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu

Genjer-genjer sekarang akan dimasak

Genjer-genjer masuk periuk air mendidih

Genjer-genjer masuk periuk air mendidih

Setengah matang ditiriskan untuk lauk

Setengah matang ditiriskan untuk lauk

Nasi sepiring sambal jeruk di dipan

Genjer-genjer dimakan bersama nasi

Padahal jika dilihat dari lirik lagu tersebut menggambarkan tentang penderitaan rakyat Indonesia di zaman penjajahan Jepang. Keadaan dimana masyarakat hanya dapat menikmati makanan dari sayur genjer yang biasanya untuk makanan bebek. Melihat bagaimana masih ada orang-orang yang ketakutan pada lagu "Genjer-Genjer" membuktikan setidaknya dua hal. Pertama, propaganda puluhan tahun Orde Baru masih kuat menancap di sebagian orang. Kedua, jalan menuju sejarah Indonesia yang terang masih amat panjang, dan tentu saja melelahkan. Lagu "Genjer-Genjer" menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia masih belum bisa bebas dari masa lalu.

Itulah nasib tragis pencipta lagu genjer-genjer yang dikatakan sebagai lagu mars PKI. Terkadang manusia dapat berbeda pendapat menurut pandangan yang mereka yakini benar. Hanya karena tuba setetes maka rusaklah susu sebelanga. Lagu yang dimaksudkan untuk menyindir penjajahan jepang malah digunakan oleh PKI untuk mengkudeta pemerintah akhirnya menjadi petaka untuk penciptanya.


 

Sumber Referensi      

adzalmaking.info

detik.com

grid.id

kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar