Lagu Genjer-genjer
adalah lagu yang dikatakan identik dengan PKI walau sebenarnya lagu ini murni
karya seni. Lagu itu sangat populer di Banyuwangi setelah kemerdekaan
Indonesia. Apalagi setelah dinyanyikan Lilis Suryani dan Bing Slamet dan
disiarkan di radio.
Pencipta
lagu tersebut adalah Muhammad Arif, seorang seniman asal Banyuwangi. Dia
mengambil inspirasi dari dolanan anak 'Tong Alak Gentak'. Syair yang ditulis
dalam bahasa Using — bahasa rakyat Banyuwangi — dimaksudkan untuk menyindir
Jepang yang membuat rakyat menderita sehingga hanya bisa makan genjer, tanaman
gulma yang biasa dimakan itik. Sejarawan menyebut lagu itu dikarang pada tahun
1943.
Muhammad Arief
diperkirakan lahir pada tahun 1904 atau 1905 dan dia merupakan seorang petani
dan seniman angklung. Pascakemerdekaan Indonesia, Muhammad Arief bergabung
dalam organisasi Pesindo. Muhammad Arief juga bergabung dengan Lekra dan
menjabat sebagai ketua bidang kesenian pada tahun 1950-an. Saat Muhammad Arief bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat
(Lekra), lagu "Genjer-Genjer" diusung menjadi salah satu bukti
karyanya yang berkonsep pada "seni untuk rakyat" ke publik dan
kalangan politik. Sejak menjadi anggota Lekra, ia kemudian mendirikan
sebuah grup angklung yang diberi nama Seni Rakyat Indonesia Muda.
Grup
Srimuda ini kerap tampil dengan lagu "Genjer-Genjer" saat tampil pada
acara PKI di
Jakarta, Surabaya, Semarang dan Banyuwangi setiap Njoto dan D.N Aidit
berkunjung. Selain Srimuda, Muhammad Arief juga
mendirikan kelompok kesenian angklung di hampir setiap desa di Banyuwangi.
Muhammad Arief pun diangkat menjadi anggota DPRD Banyuwangi dari perwakilan
seniman tahun 1955.
Kepopuleran lagu Genjer-genjer
dimanfaatkan PKI untuk alat propaganda masa Demokrasi Terpimpin pada periode
1959-1966. Para petinggi PKI yang datang
ke Banyuwangi tertarik kepada lagu tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 1964,
D.N Aidit mengklaim bahwa lagu "Genjer-Genjer" sebagai lagu
Mars PKI.
Lirik lagu
diubah, kemudian dinyanyikan di berbagai kampanye. Alhasil, lagu itu
seolah-olah milik partai berlambang palu arit.
Saat
pemberontakan PKI pecah pada tahun 1965, seluruh unsur partai dihabisi. PKI
dinilai makar dan menjadi partai terlarang.
lagu
“Genjer-Genjer”menjadi identik dengan PKI karena andil Pemerintah Orde Baru.
Menurut Pemerintah Orba, para anggota Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan
Pemuda Rakyat yang dianggap sebagai organisasi dibawah PKI, menyanyikan lagu
“Genjer-Genjer” ketika para jendral diculik, diinterogasi dan
"disiksa" di Lubang Buaya Jakarta. Sehingga ‘seolah-olah' semakin
memperjelas bahwa lagu ini mempunyai hubungan dekat dengan PKI. Peristiwa ini
juga digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI karya Arifin C. Noer, pada
masa Pemerintah rezim Orde Baru.
Lagu genjer-genjer yang
populer kala itu liriknya di ubah oleh para anggota PKI. “Genjer-Genjer”
menjadi “Jendral-Jendral” pun menambah satu alasan yang menguatkan lagu ini
memang identik dengan PKI. Khusunya ketika peristiwa G 30 S tahun 1965 terjadi,
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, diduga juga memplesetkan lagu
"Genjer-Genjer" menjadi "jendral-jendral", sehingga
maknanya menjadi berbeda dengan versi aslinya.
Setelah
peristiwa G30S PKI pencipta lagu genjer-genjer Muhammad Arief tak lepas dari
incaran operasi pembersihan anggota atau organisasi yang berafiliasi dengan
PKI. Segala yang berbau PKI saat itu menjadi target operasi pemerintah
RI. Lagu
ciptaannya diasosiasikan dengan tewasnya para jenderal TNI. Saat Arief pamit
pergi keluar kepada anak dan istrinya. Muhammad Arief lalu ditangkap
oleh Corps Polisi Militer atau yang biasa disebut CPM.
Sejak
saat itu, Muhammad Arief dipindahkan dari satu kota ke kota lainnya. Sempat
terdengar, kabar bahwa Arif dipindah ke Kalibaru, dan kemudian dipindah ke
Malang. Istri dan anaknya sempat mengunjungi Muhammad Arif, namun setelah itu
tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Namun dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian
komunis oleh TNI dan pendukung Orde Baru tahun 1965 - 1966 di
Indonesia, dikatakan bahwa Muhammad Arief, pencipta lagu "Genjer-genjer"
meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.
Sejak kejadian itu, rumah
Muhammad Arif di kawasan Temenggungan, Banyuwangi, dirusak massa. Keluarga
tercerai berai karena keluarganya diasingkan oleh penduduk sekitar karena di
cap sebagai PKI. Hingga pada akhirnya rumah itu dijual karena sering dilempari batu. Keluarga pindah
ke luar Banyuwangi, namun penderitaannya berlanjut kepada anaknya yang dianggap
sebagai anak pencipta lagu tersebut. Anak arif yang bernama Syamsi itu
kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Bahkan Ketika ia telah mendapat pekerjaan
ia sering di PHK oleh tempatnya bekerja.
Isu-isu yang beredar di
kalangan umum, baik yang dibangun pemerintah maupun masyarakat luas. Lagu
Genjer-Genjer diasumsikam sebagai lagu yang mengandung stigma komunis, semakin menguatkan
jalan pemerintah dan masyarakat untuk menghilangkan lagu tersebut dari kancah
hiburan nasional.
Setelah
berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998,
larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal
telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara
bebas melalui media internet.
Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang
melibatkan stigmatisasi lagu
ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio
di Solo akibat mengudarakan lagu
tersebut.
Lagu
Genjer-Genjer juga digunakan sebagai lagu pembuka dan penutup dalam serial dokumenter 40 Years of Silence yang
memuat sejumlah kesaksian mengenai tahun 1965-1966. Pada tanggal 9 Mei 2016,
grup musik reggae asal
Mojokerto, Mesin Sampink, ditangkap polisi akibat membawakan lagu berjudul
"Genjer-Genjer". Namun, pihaknya sendiri menegaskan bahwa penampilan
mereka sama sekali tidak berniat untuk menyebarkan komunisme di Indonesia.
Adapun lirik lagu genjer-genjer yang sempat popular kala itu adalah sebagai berikut:
Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér,
Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér,
Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér,
Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér,
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih,
Génjér-génjér saiki wis digawa mulih.
Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar,
Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar,
Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar,
Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar,
Emaké jebeng padha tuku nggawa welasah,
Génjér-génjér saiki wis arep diolah.
Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak,
Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak,
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak,
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak,
Sega sak piring sambel jeruk ring pelanca,
Genjer-genjer dipangan musuhe sega.
Berikut ini adalah terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi
Padahal
jika dilihat dari lirik lagu tersebut menggambarkan tentang penderitaan rakyat Indonesia
di zaman penjajahan Jepang. Keadaan dimana masyarakat hanya dapat menikmati
makanan dari sayur genjer yang biasanya untuk makanan bebek. Melihat bagaimana
masih ada orang-orang yang ketakutan pada lagu "Genjer-Genjer"
membuktikan setidaknya dua hal. Pertama, propaganda puluhan tahun Orde Baru masih
kuat menancap di sebagian orang. Kedua, jalan menuju sejarah Indonesia yang
terang masih amat panjang, dan tentu saja melelahkan. Lagu "Genjer-Genjer"
menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia masih belum bisa bebas dari masa lalu.
Itulah
nasib tragis pencipta lagu genjer-genjer yang dikatakan sebagai lagu mars PKI.
Terkadang manusia dapat berbeda pendapat menurut pandangan yang mereka yakini
benar. Hanya karena tuba setetes maka rusaklah susu sebelanga. Lagu yang
dimaksudkan untuk menyindir penjajahan jepang malah digunakan oleh PKI untuk
mengkudeta pemerintah akhirnya menjadi petaka untuk penciptanya.
Sumber Referensi :
adzalmaking.info
detik.com
grid.id
kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar