F KISAH PERJALANAN HIDUP D.N. AIDIT DARI SANTRI MENJADI PKI!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Kamis, 28 Juli 2022

KISAH PERJALANAN HIDUP D.N. AIDIT DARI SANTRI MENJADI PKI!!!


Siapa yang tidak mengenal D.N. Aidit , seorang pemimpin PKI yang memberontak pada tahun 1965. Ia tewas secara tragis karena usaha pemberontakan yang ia lakukan gagal. Namun siapa yang menyangka, Ia adalah seorang santri dan telah khatam al-Quran sejak kecil. Namun karena terpengaruh oleh golongan kiri, ia kemudian menyebrang ke jalan yang salah. Padahal Aidit  pernah menjadi orang kesayangan Bung Hatta sebelum akhirnya berbeda haluan.

Dipa Nusantara Aidit atau Ahmad Aidit lahir di Belitung pada 30 Juli 1923. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah Aidit dan Mailan. Ayah dan ibunya sangat religius dan dihormati masyarakat Belitung. Ayah Aidit  berasal dari Minangkabau lalu hijrah ke Belitung. Abdullah aktif dalam kegiatan Islam dan dihormati oleh masyarakat Belitung. Ayah Aidit, yakni Abdullah bin Ismail, dikenal sebagai tokoh agama dan salah satu pelopor pendidikan Islam di Belitung yang disegani masyarakat. Abdullah juga seorang mantri kehutanan. Ayah Aidit yang muslim taat ini pernah menggagas dan memimpin gerakan kepemudaan untuk menentang kolonial Hindia Belanda. Selanjutnya, pada 10 November 1937, Abdullah menjadi salah satu pendiri organisasi keagamaan bernama “Nurul Islam di Belitung yang berpaham Muhammadiyah. Sejak kecil, Aidit dan adik-adiknya dididik secara islami. Setiap hari sepulang sekolah, mereka belajar mengaji di bawah bimbingan sang paman, Abdurrachim. Orang-orang sekampung mengenal Aidit sebagai anak yang alim, rajin ke masjid, dan juga pandai mengaji.

Bang Amat (Achmad Aidit) tamat mengaji, khatam Alquran. Kami semua khatam Alquran,” ungkap Sobron Aidit, adik tiri Achmad, yang dituliskannya dalam buku berjudul Aidit: Abang, Sahabat, dan Guru di Masa Pergolakan (2003). Aidit kecil juga kerap bertugas melantunkan azan di masjid. Diungkap Satriono Priyo Utomo dalam Aidit, Marxisme-Leninisme, dan Revolusi Indonesia (2016), ia sering diminta untuk mengumandangkan azan karena suaranya dianggap keras dan lafalnya jelas.

Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, dan ayahnya menyetujuinya nama tersebut. Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada tahun 1940, ia kemudian mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin. Aidit dengan mudah bergaul dengan orang-orang penting karena memiliki sifat yang sama yaitu memberontak pada penjajah. Paham Marhainisme milik Soekarno yang mirip komunis membuat Aidit semakin dekat dengan Soekarno. Demikian pula dengan Muhammad Hatta yang mendirikan Ekonomi Koperasi. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Aidit menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun pada akhirnya mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.

Pada awal September 1945, terbentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API), di mana Aidit ditunjuk menjadi ketua cabang Jakarta Raya. Pada 5 November 1945, DN Aidit bersama anggota API diserang oleh Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) atau tentara Hindia Belanda dan ditangkap. DN Aidit kemudian diasingkan ke Pulau Onrust selama tujuh bulan, sebelum akhirnya dibebaskan. Pada 1948, DN Aidit, Lukman, dan Njoto ditugaskan untuk menjadi penerjemah Manifesto Komunis ke dalam bahasa Indonesia.

Pergaulan Aidit terus meluas, Dia kemudian berusaha membangun kembali komunis setelah terpuruk akibat pemberontakan Madiun pada September 1948. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada PKI. Aidit membuat organisasi sayap seperti Pemuda Rakyat untuk pemuda, Gerwani untuk ibu-ibu, BTI untuk petani, Lekra untuk seniman, dan Dia juga mendukung Marhenisme untuk mengambil hati Bung Karno. Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok.

Selain itu, Salah satu kunci pentingnya adalah kampanye PKI soal isu kemiskinan. Meski PKI dibenci setengah mati oleh kelompok-kelompok politik mayoritas di Indonesia, tapi jurus jualan kemiskinannya diamalkan dengan baik. Tak hanya kemiskinan di kota, tapi juga kemiskinan di desa. Di kota ada buruh, sedangkan di desa ada para petani. Karena kemiskinan mereka, dua golongan itu potensial jadi pemilih PKI dalam pemilu. PKI sendiri punya lambang palu dan arit. Palu merepresentasikan buruh, dan arit mewakili petani.

Menurut Jafar Suryomenggolo dalam Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950an (2015), dengan mengutip Everett Hawkins di artikel "Labour in Developing Economics" (1962), kaum buruh adalah golongan miskin di Jakarta. Upah mereka sangat rendah. Sementara itu pada 1953 terjadi kenaikan harga bahan pokok. Tak heran jika pada era 1950-an Tunjangan Hari Raya (THR) sudah mulai diperjuangkan kaum buruh.

Sedangkan Kaum tani Indonesia yang merupakan 70 % daripada penduduk masih tetap berada dalam kedudukan budak, hidup melarat dan terbelakang di bawah tindasan tuan tanah dan lintah darat,” kata Ahmad alias Dipa Nusantara Aidit, Ketua CC PKI, dalam pidatonya yang berjudul Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia.

Aidit mengatakan bahwa kaum komunis harus mengikis sumber-sumber penderitaan petani. “Kewajiban yang terdekat daripada kaum Komunis Indonesia ialah melenyapkan sisa-sisa feodalisme, mengembangkan revolusi agraria antifeodal, menyita tanah tuan tanah dan memberikan dengan cuma-cuma tanah tuan tanah kepada kaum tani, terutama kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin, sebagai milik perseorangan mereka.


Layaknya pahlawan robinhood yang mencuri uang-uang para orang kaya lalu dibagikan kepada orang melarat. Para PKI melakukkan hal yang sama layaknya Robinhood. Mereka melakukan perampasan tanah-tanah milik tuan tanah untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin. Pada saat itu, para kyai dan ulama merupakan orang-orang terpandang yang juga memiliki banyak tanah. Dari perampasan tanah-tanah milik para ulama, maka mulai timbul dua masyarakat yang saling bergesekkan. Mereka yang membela para ulama dan partai PKI yang merampas tanah-tanah milik tuan tanah. Gesekan kedua kubu tersebut terus terjadi hingga akhirnya menimbulkan dendam pasca peristiwa pemberontakan PKI.

Kampanye Anti Asing juga dilakukan, Lewat mulut Aidit dalam pidato Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia, menyebut: “Salah satu bentuk pertentangan dan permusuhan antara negara-negara imperialis ialah perang imperialis yang membawa kemiskinan, kesengsaraan, dan kematian berjuta-juta manusia.” Seperti umumnya partai jelang pemilu, PKI juga memberi janji-janji manis. Ideologi bukan jaminan utama kemenangan dalam pemilu. Lewat koran andalannya, Harian Rakjat (28 September 1955), sehari sebelum pemilu DPR pada 29 September 1955, PKI melempar banyak janji. Tak tanggung-tanggung, PKI saat itu memaparkan 19 janji.

Karena Janji-Janji manis tersebut, dalam pemilu tahun 1955 PKI berhasil menjadi partai empat besar, setelah PNI, Masyumi, dan NU. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.

Aidit semakin dekat Bung Karno, Dia kemudian diangkat menjadi Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS. Dia juga berhasil mendorong Bung Karno membubarkan Masyumi dan PSI. Kedudukan PKI semakin kokoh ketika Bung Karno mencetuskan Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis) sebagai tiang utama pembangunan Indonesia yang revolusioner. saat Soekarno menyerukan Ganyang Malaysia, Aidit dan PKI menjadi garda terdepan mendukung Soekarno. Hal ini membuat Soekarno pun semakin percaya dengan Aidit dan PKI. Disisi lain, Aidit memiliki tujuannya tersendiri. Ia berharap soekarno mengirimkan angkatan darat untuk pergi ke perbatasan Malaysia dan berperang. Jika angkatan darat berperang, maka hal ini memudahkan PKI menguasai Indonesia. PKI yang telah menjadi partai besar, tentu mudah mengambil alih jika angkatan darat berperang dengan Malaysia. Karena pada saat itu, Angkatan darat adalah batu sandungan bagi PKI.

Rencana tersebut tak berjalan mulus, Namun karena Aidit merasa telah berada di atas angin, akhirnya melakukan pemberontakan untuk berusaha mengambil alih Indonesia. Aidit berusaha menerapkan Ideologi komunis dengan cara menyingkirkan petinggi-petinggi yang menolak ideology tersebut. Walau telah menyingkirkan petinggi-petinggi yang menolak ideology komunis, namun usaha menjadikan Indonesia negara komunis tersebut gagal. Gerakan PKI berhasil dihentikan oleh angkatan darat di bawah komando Soeharto. Aidit akhirnya menjadi incaran angkatan darat karena dianggap sebagai dalang pemberontakan.

Ketika menjadi pihak tertuduh, DN Aidit kemudian pergi dari Jakarta menuju ke Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang menjadi basis PKI. Aidit akhirmya tewas setelah pergi ke Jawa Tengah. Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum "diberesi". Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya dengan AK-47 hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Namun sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya dimakamkan.

Itulah kisah tentang D.N. Aidit, seorang santri yang kemudian berubah menjadi pemimpin PKI. Murad Aidit menduga ada pengkhianat dalam tubuh PKI yang mengorbankan sang kakak. Walaupun menjadi PKI, Aidit tidak pernah menjadi seorang Atheis. Aidit pernah mengatakan bahwa hanya orang gila yang mengatakan agama adalah candu. Hingga saat ini, tidak pernah ada kejelasan yang mutlak dan absolut terkait peran DN Aidit dan PKI dalam peristiwa G30S, yang ada hanya teori-teori yang jumlahnya cukup banyak. Saat ditemukannya rekaman yang diduga berisi dokumen politik penting, ternyata isinya hanya pengajian islam yang dimulai dari pembacaan ayat al-Quran. Dari Aidit kita dapat belajar bahwa kita bisa saja tersesat ke jalan yang salah. Ayah Aidit yang seorang Ulama besar menangis saat anak-anaknya ditangkap oleh tentara padahal tidak terlibat dengan Aidit. Ayahnya meninggal 3 tahun kemudian setelah Aidit di eksekusi.

Sumber Referensi : hajinews.id

id.wikipedia.org

kompas.com

pwmu.co

tirto.id

0 komentar:

Posting Komentar