F PIETER ERBERVELD PAHLAWAN BATAVIA!!! KULIT PUTIH YANG DIBUNUH SECARA SADIS OLEH VOC BELANDA!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Senin, 27 Juni 2022

PIETER ERBERVELD PAHLAWAN BATAVIA!!! KULIT PUTIH YANG DIBUNUH SECARA SADIS OLEH VOC BELANDA!!!

 


Pemerintahan belanda tidak hanya kejam terhadap pribumi, tetapi juga kepada siapa saja yang berusaha melakukan pemberontakan terhadap kekuasaannya. Kejadian tragis yang dialami oleh orang kulit putih pernah terjadi di Jakarta yang dulu disebut Batavia. Bahkan, mereka membangun monumennya untuk mengatakan bahwa Belanda tidak segan-segan menghukum siapapun yang memberontak.

Salah satu orang kulit yang menjadi korban kekejaman belanda adalah Pieter Erberveld. Pieter Erberveld ditangkap bersama 17 orang pribumi lainnya termasuk Raden Kartadriya. Pieter dikatakan memimpin konspirasi dan sejumlah kekacauan yang bertujuan menentang kekuasaaan VOC. Maka tidak heran jika orang jepang mengatakannya sebagai simbol perlawanan terhadap kolonial, sedangkan orang Batavia menganggapnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun ia dianggap sebagai pengkhianat bagi orang belanda seperti yang tertulis dalam monumennya.

Pieter Erberveld adalah seorang keturunan Jerman-Siam yang bekerja di Batavia. Ayah Pieter adalah seorang pengusaha kulit dari kota Elberfeld, Jerman. Sedangkan ibunya konon dari Siam (Thailand). Namun sejarawan Betawi, Alwi Shihab berpendapat bahwa ibu Pieter adalah seorang Jawa. Ayahnya saat itu datang ke Batavia sebagai penyamak kulit. Setelah ayahnya diangkat sebagai anggota Heemraad untuk mengurusi kepemilikan tanah di daerah Ancol, ayahnya kemudian menjadi tuan tanah. Kekayaan ini kemudian diwariskan kepada Pieter.

Pieter Erberveld adalah pemuda yang gigih dan rajin membantu usaha-usaha orang tuanya dalam bidang penyamakan kulit dan pabrik sepatu. Pada tahun 1708, pemerintah VOC menyita ratusan hektare tanah milik keluarga Pieter. Pihak VOC beralasan, tanah Pieter tersebut tidak memiliki akta yang disahkan oleh pejabat VOC. Dikatakan, ketika penyitaan berlangsung banyak kaum pribumi yang memihak kepada Pieter. Tetapi bukan melemah, pemerintah VOC malah lebih garang. Gubernur Joan van Hoorn menambah hukuman Pieter dengan menyuruhnya menyerahkan 3.300 ikat padi.

Bersamaan dengan itu, Pieter semakin mendekat dengan kaum pribumi. Konon, dirinya kemudian menjadi seorang Muslim yang taat. Bahkan masyarakat Betawi memiliki panggilan hormat kepadanya, yaitu Tuan Gusti. Pieter cukup berjasa terhadap penduduk Batavia, yakni memberikan bantuan untuk pembelian senjata, mengkoordinasi serta memberi semangat kepada orang-orang pribumi dalam menentang dan melawan penindasan Belanda dan VOC-nya. Pada awalnya, gerakan Pieter yang berkulit putih tidak pernah dicurigai meski dia sering keluar-masuk benteng VOC. Kesempatan ini dimanfaatkannya sebaik-baiknya untuk memperkuat gerakannya.

Pieter bersahabat dengan Raden Kartadriya, seorang keturunan ningrat dari Banten. Bersama Raden Kartadriya serta beberapa tokoh lainnya seperta Karta Singa, Karta Naya, Sara Pada, Singa Ita, Tumbar, dan lainnya, Pieter mengadakan pertemuan-pertemuan rahasia untuk membicarakan gerakan mereka melawan kompeni Belanda. Gerakan ini kemudian mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Gerakan yang mereka lakukan secara diam-diam hampir mencapai tujuan. Senjata-senjata mereka mulai terkumpul di suatu tempat di luar benteng Belanda. Kartadriya yang datang ke rumah Pieter bersama belasan pengikutnya melaporkan bahwa dia sudah menyiapkan kekuatan 17 ribu orang. Mereka dilengkapi senjata, dan di hari penyerangan pasukan ini akan datang ke Batavia.

Namun seorang mata-mata Belanda melihatnya dan melaporkan gerakan rahasia ini. Adapula yang mengatakan bahwa seorang budaklah yang melaporkannya. sedangkan Versi lain mengatakan, jika Sultan Banten-lah yang membocorkan karena ia khawatir akan pengaruh Pieter dan Kartadriya yang akan merongrong kekuasaannya. Orang itu melaporkan bahwa Pieter Erberveld dan teman-temannya telah mengorganisasi suatu gerakan untuk menentang Belanda dengan merencanakan pemberontakan bersenjata terhadap VOC. Akibat laporan ini, Pieter dituding telah berkhianat, Dia bersama Raden Kartadriya serta beberapa rekan-rekannya ditangkap.

Di dalam tahanan, mereka disiksa secara kejam oleh tentara Belanda. Kemudian mereka diadili di pengadilan buatan kolonial dan akhirnya dijatuhkan vonis hukuman mati. Eksekusi Pieter membuat namanya dikenang sebagai "Pangeran Pecah Kulit". Julukan itu menggambarkan betapa mengerikannya eksekusi yang dilakukan. Kedua tangan dan kaki Pieter diikat dan ditarik oleh empat kuda yang berlari berlawanan arah. Tubuh Pieter terbelah menjadi empat bagian. Tidak hanya sampai disitu, Kepala Erberveld kemudian dipenggal dan ditancapkan ke sebuah tombak. Hal ini dilakukan VOC untuk memberikan efek jera kepada penduduk agar tidak lagi mencoba-coba melakukan perlawanan pada mereka.

Tubuh Elberfeld dimakamkan di suatu sudut di Jalan Pangeran Jayakarta, kemudian didirikan suatu tugu peringatan. Di tugu itu dipajang tengkorak Elberfeld yang ditusuk tombak dan di bawahnya terdapat prasasti. Pada batu itu juga tertulis sembilan baris tulisan berbahasa Belanda. Lalu di bawah tulisan berbahasa Belanda ini, terdapat pula terjemahannya dalam bahasa Jawa. Peringatan itu berbunyi:

Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat: Pieter Erverbeld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapapun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya: Batavia, 14 April 1722.”

Dulu, monumen ini dapat dikunjungi di kawasan Jacatraweg yang sekarang menjadi jalan pangeran Jayakarta. saat itu, Monumen Kepala Erberveld masyhur lantaran dilalui jalur trem listrik yang beroperasi pada tahun 1925.  Saat kedatangan Jepang pada tahun 1942, tugu itu dihancurkan namun prasastinya dapat diselamatkan. saat itu, pembongkaran disertai dengan upacara penguburan tengkorak oleh pasukan Jepang. Mereka menganggap Erberveld terlalu banyak menggambarkan sejarah kelam masa kolonial maka dihapuslah sejarah itu. Tetapi surat kabar Pandji Poestaka sempat menyiarkan catatan soal Pieter dengan nada hormat. Saat itu, Jepang memang membenci Belanda, sehingga sosok Pieter bisa “terangkat” meskipun monumennya tetap dihancurkan. Pada tulisan itu, pemerintah Jepang memberikan penghargaan atas sikap Pieter itu.

Sejak tahun 1985, monumen itu dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta, karena tempat monumen Pieter pertama berdiri kini menjadi showroom mobil. Wujud replika monumen ini sama dengan wujud asli yang pernah dipotret pada zaman penjajahan Jepang, sebelum monumen itu dihancurkan. Foto itu pernah ditampilkan dalam Pandji Poestaka tahun XXI, 9/10 Maret 2603 (tahun Showa Jepang atau 1943 Masehi). Terdapat juga tengkorak tiruan, sebagai pengganti tengkorak asli Pieter yang dahulu dipancangkan usai dihukum mati. Tengkorak itu terpajang di besi tajam, semacam mata tombak. Sementara itu masyarakat Betawi pun masih mengenang sosok tersebut bahkan menamakan tempat eksekusi Pieter sebagai nama kampung, yakni Pecah Kulit. Menggambarkan kondisi pecahnya kulit sang pahlawan karena ditarik kuda.

Itulah kisah tentang Pieter Erberveld yang dibunuh secara kejam oleh Belanda karena berusaha melakukan pemberontakan bersama masyarakat pribumi. Walaupun pada akhirnya dieksekusi sebelum berhasil melakukan pemberontakan. Namun Pieter tetap dianggap pahlawan dari Batavia. meski dianggap pahlawan, namun namanya seolah tenggelam di buku-buku sejarah perjuangan bangsa ini. Dari kisah ini kita bisa tahu bahwa Belanda benar-benar kejam terhadap siapa saja yang memberontak. Tidak mengherankan jika banyak rakyat pribumi yang tewas secara tragis. Sisa-sisa kisah tragis itupun masih bisa kita lihat dengan mengunjungi replika monumen yang mirip dengan replika aslinya.

 

Sumber Referensi : betawipos.com

goodnewsfromindonesia.id

id.wikipedia.org

nationalgeographic.grid.id

news.detik.com

voi.id

0 komentar:

Posting Komentar