F TIDAK PERNAH TERUNGKAP!!! DALANG PEMBUNUHAN MUNIR!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Senin, 27 Juni 2022

TIDAK PERNAH TERUNGKAP!!! DALANG PEMBUNUHAN MUNIR!!!

 


Delapan belas tahun hampir berlalu, namun hingga saat ini kematiannya masih menjadi misteri. Hingga kasusnya hampir kadaluarsa, namun dalang sesungguhnya dari pembunuhan berencana tersebut masih belum ditemukan. Menurut Pasal 78 Ayat (1) angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Jika kasus tersebut ditutup karena kadaluarsa, maka dalang di balik meninggalnya Munir akan bebas tanpa terjerat hukum.

Munir Said Thalib adalah Pria keturunan Arab yang menjadi pejuang HAM tanpa kenal lelah melawan praktek-praktek penyalahangunaan kekuasaan. Pada tahun 1998, Munir ikut serta mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Kontras adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, terutama penghilangan paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Munir pula yang memainkan peran penting dalam membongkar keterlibatan aparat keamanan dalam pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan Timor Leste (dulu Timor Timur). Munir juga ikut merumuskan rekomendasi kepada pemerintah untuk membawa para pejabat tinggi yang terlibat dalam pelanggaran HAM di tiga daerah itu ke pengadilan. Selain itu, ia juga menjadi pengacara kasus Marsinah, penasihat hukum kasus hilangnya 24 aktivis di Jakarta pada tahun 1997-1998 dan banyak kasus-kasus lainnya.


Sosok Munir yang pemberani dan tangguh dalam meneriakan kebenaran, membuatnya mendapat berbagai penghargaan baik dalam maupun luar negeri. Kiprahnya sebagai aktivis HAM membuatnya ia cukup akrab dengan bahaya dan kerap mendapatkan banyak ancaman. Munir pernah mendapat teror bom yang meledak di pekarangan rumahnya. Selain itu, kantor tempatnya bekerja juga pernah diserang oleh beberapa orang tidak dikenal. Setelah menghancurkan perlengkapan kantor, segerombolan orang itu merampas dokumen secara paksa. Dokumen itu terkait dengan pelanggaran HAM yang sedang dikerjakannya. Namun perjuangannya harus terhenti, Munir dinyatakan meninggal pada 7 September 2004 di Pesawat Garuda GA-974 kursi 40-G. Ia tewas dalam penerbangannya menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi di Universitas Ultrecht. 

Dua hari sebelum keberangkatan, Munir mendapat telepon dari pilot Garuda, Pollycarpus yang menanyakan jadwal keberangkatan Munir ke Amsterdam. Telepon itu tidak diangkat oleh Munir langsung, melainkan istrinya bernama Suciwati. Pollycarpus saat itu menanyakan jadwal keberangkatan Munir, dan ia mengatakan akan pergi bersama. Diketahui bahwa saat Pollycarpus membuat dokumen palsu tentang penugasannya, agar dapat berangkat satu pesawat dengan Munir.

Pada saat hari keberangkatan, Sekitar jam 9 malam Munir bersiap untuk terbang ke Amsterdam. Tetapi sebelum itu, Pollycarpus sempat mendatangi Munir dan bertukar tiket pesawat. Munir dan Pollycarpus bertukar tiket yang artinya mereka bertukar tempat duduk di pesawat. Pesawat Garuda GA-794 kemudian transit di Bandara Changi Singapura. Disana, Munir masuk kedalam sebuah kafe bersama Pollycarpus dan satu temannya. Di dalam kafe, Pollycarpus memberikan segelas kopi kepada Munir dan diminumnya. Beberapa menit sebelum kembali ke pesawat, Munir sempat mengirim pesan singkat kepada Suciwati bahwa perutnya terasa sakit.

Walaupun sakit, Munir terus melanjutkan perjalanan sedangkan Pollycarpus tetap di Singapura. Sebelum pesawat mengudara, Munir meminta obat maag kepada pramugari. Munir diminta menunggu karena pesawat akan tinggal landas. Kira-kira 15 menit kemudian, pramugari membangunkan Munir yang saat itu tidur. Saat itu, Munir yang ditanya soal obat maag yang diminta menjawab belum menerima. Pramugari tersebut kemudian menawari makanan dan ditolak Munir meminta teh hangat. Di dalam pesawat, sakit perutnya semakin terasa. Munir bolak-balik ke toilet yang membuat Kondisinya semakin memburuk, Munir beberapa kali  mengalami muntaber. Denyut nadi Munir juga melemah, bahkan Munir sulit untuk berbicara saat itu. Munir kemudian sempat mendapatkan sejumlah obat untuk meredakan sakit perutnya.

Munir lalu kembali ke toilet, setelah 10 menit berlalu namun Munir belum  juga keluar. Temannya lantas datang menghampiri dan menemukan Munir di dalam toilet tidak bisa berdiri. Munir Kembali ke tempat duduk, dia kemudian diberikan obat penenang yang membuatnya bisa beristirahat. saat itu Munir masih sadar, dan sempat mengacungkan jempol kepada pramugari pesawat yang minta izin untuk sholat dan menyiapkan sarapan. Ketika pramugari pesawat kembali untuk mengecek, Munir tidak lagi bernyawa dengan air liur yang keluar dari mulutnya dan Telapak tangan Munir pun membiru. Sesampainya di Amsterdam, jasad Munir kemudian diperiksa oleh Netherlands Forensik Institute (NFI).

Berdasarkan otopsi yang dilakukan otoritas Belanda, Munir dinyatakan meninggal karena diracun. Hal tersebut diketahui setelah senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuhnya usai autopsi dilakukan, dilansir dari etan.org. Senyawa itu diketahui terdapat di dalam air seni, darah, dan jantung yang jumlahnya melebihi kandungan normal.

Kematian Munir kemudian menyeret berbagai pihak dari maskapai Garuda Indonesia. Dalam kasus ini, tiga orang sudah diadili terkait dengan pembunuhan Munir. Tetapi orang-orang yang diduga kuat sebagai pihak-pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab atas pembunuhan Munir masih belum diproses secara hukum. Tiga orang yang diadili adalah pegawai Garuda Indonesia. Pollycarpus kemudian dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan dengan memasukkan racun arsenik pada tubuh Munir. pada dakwaan jaksa, Pollycarpus disebut melakukan pembunuhan berencana bersama mantan dua kru Garuda Indonesia, Yeti Susmiarti dan Oedi Irianto. Sementara itu, Indra Setiawan diduga turut membantu Pollycarpus menjalankan aksinya. Meski demikian, banyak pihak masih meragukan bahwa Pollycarpus adalah aktor utamanya. Sejumlah fakta persidangan juga menyebut ada dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam kasus pembunuhan ini.

Pollycarpus dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun, namun dinyatakan tidak terbukti telah menghilangkan nyawa Munir di tingkat Mahkamah Agung. Majelis hakim tetap menyatakan Pollycarpus bersalah karena menggunakan surat dokumen palsu untuk mengklaim dirinya adalah kru tambahan Garuda Indonesia. Ia kemudian menumpang pesawat yang ditumpangi Munir ketika transit di Singapura. Ia sempat dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun dalam prosesnya, keputusan hakim selalu berubah-ubah. Setelah memohon peninjauan kembali, hukumannya menjadi 14 tahun penjara. Pada November 2014, Pollycarpus telah  bebas bersyarat dan dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018. Pada tahun 2020, Pollycarpus dinyatakan meninggal dunia karena terpapar Covid-19.

Beredar dugaan bahwa pemerintah, melalui Badan Intelijen Negara (BIN) adalah mastermind di balik pembunuhan Munir. Komnas HAM menyebut adanya cacat-cacat dari investigasi kepolisian, penuntutan, dan persidangan Muchdi Purwoprandjono. Muchdi adalah mantan deputi kepala BIN yang bebas dari dakwaan membantu pembunuhan Munir pada 2008. Jika ditelusuri ke belakang, Muchdi pernah dicopot dari jabatannya di Kopassus atas dugaan terlibat penghilangan mahasiswa pada tahun 1996, kasus yang disuarakan dengan sangat lantang oleh Munir semasa hidup. Namun mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.

Pemerintah selalu berjanji akan menyelesaikan kasus Munir. Tetapi sampai saat ini, pemerintah belum mempublikasikan laporan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPF) sejak 2005 lalu. Hasil laporan Tim Pencari Fakta (TPF) saat ini tidak diketahui di mana dokumen terkait kasus kematian Munir berada.  Hal ini terbongkar dalam sidang sengketa informasi publik yang digugat Kontras ke Komisi Informasi Pusat (KIP).

Kontras menggugat pemerintah agar membuka dokumen hasil pemeriksaan TPF kasus pembunuhan Munir. Saat itu, KIP memutuskan agar Kementerian Sekretariat Negara membuka dokumen itu. Namun, Kementerian Sekretariat Negara bersikukuh tidak memiliki dokumen tersebut. Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara memastikan Kemensetneg tidak memiliki dokumen yang diminta. Hal itu juga sudah disampaikan pada persidangan di KIP, bahwa Kemensetneg tidak memiliki, menguasai, dan mengetahui keberadaan dokumen Laporan Akhir Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (Laporan TPF).

Kejaksaan Agung (Kejagung) juga turut mencari keberadaan dokumen hasil investigasi TPF pembunuhan Munir. Namun Sampai saat ini, dokumen belum ditemukan dan pencarian masih terus dilakukan. Ombudsman menduga, hilangnya dokumen tersebut hingga hari ini adalah faktor kelalaian pemerintah sehingga penyelidikan dan penuntasan kasus terhambat dan tidak transparan terhadap masyarakat.

Itulah kisah kematian Munir, seorang aktivis yang selalu melawan ketidakadilan. Sejumlah misteri masih menyelimuti kematiannya, terutama motif dan dalang pembunuhan tersebut. Terlebih lagi saat dikatakan bahwa dokumen laporan TPF juga dikatakan menghilang. Hal ini membuat upaya pencarian dalang sesungguhnya menjadi semakin sulit. Jika tahun ini kasus tersebut belum terungkap, maka kasus pembunuhan Munir akan ditutup karena telah mencapai 18 tahun. Hingga saat ini kejadian seperti kasus Munir masih sering terjadi dengan penyalahgunaan kekuasaan. Jika kasus Munir dapat terungkap, maka kasus ini tidak lagi menjadi misteri. Seakan kasus ini selalu ditutupi sehingga tidak kunjung menemukan titik terang.

Karena kehidupan dan kegigihannya memperjuangkan HAM, Munir pernah mendapat penghargaan “The Rights Livelihood Award”, dari pemerintah Swedia pada tahun 2000. Semasa hidupnya, ia sering melakukan advokasi korban kekerasan dan pelanggaran HAM lewat berbagai program pencerahan. Berkat keberanian atas kerja-kerja kemanusiaanya pula, nama Munir diabadikan menjadi sebuah museum di Malang, Jawa Timur. Museum Hak Asasi Manusia Omah Munir ini memiliki misi untuk memberikan pendidikan tentang HAM bagi masyarakat, terutama generasi muda. Ini merupakan museum HAM pertama kali di Asia Tenggara.

 

Sumber Referensi : bekasi.pikiran-rakyat.com

idntimes.com

liputan6.com

nasional.kompas.com

nasional.tempo.co

tirto.id

0 komentar:

Posting Komentar